Bab 4 : Brittany's Funeral

56 13 9
                                    

[Edited]

BAB 4
[Brittany's Funeral]

Sore itu hujan kembali turun di bumi Yogyakarta. Senja duduk bersama dengan secangkir wine di tangannya yang putih. Setelah meminumnya sedikit, gadis itu sejenak bergeming seraya menerawang dari balik balkon lantai dua rumahnya yang mengarah langsung ke dalam hutan belantara. Ia goyang-goyangkan cangkirnya pelan, sambil mengingat insiden menyebalkan tempo hari bersama seorang manusia rendahan yang dengan berani memerintah dirinya.

Anehnya, aura itu seperti tak asing. Aura paling berbeda yang pernah ia rasakan saat bertemu para manusia di luar sana. Dan itu sontak membuat dirinya penasaran. Bagaimana bisa?

***

"Apa? Cerita!" seru LJ.

Kelimanya-Awan, Langit, Arzy, LJ serta Prim-saat ini sedang berada di dalam ruang tamu di rumah Awan. Setelah memesan pizza antar, jadilah kelima orang itu makan pizza sekarang.

Alasannya simpel, karena khusus traktiran kali ini adalah giliran Arzy, jadi bayarnya pakai uang laki-laki yang menjabat sebagai Kapten Tim Tiga tersebut. Keren? Tentu saja. Arzy~

"Oke, fine. Gue sakit." Bohong sekali, Awan. "Sakit banget sampe nggak bisa bangun."

"Really?" kaget Prim.

"Kagak percaya gue," tandas Langit sambil mencomot pizzanya lalu menggigitnya dengan sepenuh hati.

"Iyalah, siapa yang mau percaya?" tukas Arzy dengan nada santai, sementara kedua kakinya bersilang ke pegangan sofa, sementara tangannya sibuk memakan pizza.

Pada intinya, posisi kelima orang di ruangan itu tidak ada yang beres. Arzy dengan gaya yang sudah disebutkan di atas, Prim dan LJ yang rebahan di sofa, namun kakinya naik ke dinding, lalu ada Langit yang rebahan dengan kepala berbantal di perut Arzy, sedang lutut kanannya diletakkan di lutut kiri. Hanya Awan yang posisinya normal. Yaitu, kedua lutut tertekuk di atas sofa.

"Orang terakhir kali lo baik-baik aja. Wal afiat malah. Mana suara lo pas lagi wasiatan di HT kenceng banget, kayak lagi semangat demo minyak goreng aja," sindir Arzy. Ia pun terkekeh pelan.

Tanpa disangka, ketiganya tertawa.

"Anjir, Arzy!" seru Prim sambil bangkit. "Gue juga denger banget tahu! Ngakak pokoknya sih, Aw!"

Gadis itu berpaling ke arah Awan, "Ada masalah hidup ape lu?"

Wajah laki-laki itu risih.

"Seriusan ini. Nggak percaya kan lo semua? Kalo gue sakit, terus nggak balik lagi, nggak kasih kabar dll. Pokoknya ribet! Ada hal di luar nalar yang pasti buat kalian berpikir kalau gue itu udah sinting."

"Emang," sahut LJ. "Lo kan dah sinting dari dulu."

"Ashh!" decak Awan.

"Btw..." ujar Prim, bangkit dari posisi rebahannya, ia jatuhkan kedua kakinya ke lantai sambil menatap Awan dengan dalam lalu melanjutkan, "Apanya yang maksud lo kalau mitos itu nyata? Dan apanya yang beneran ada?"

Hening. Ketiga orang itu-Langit, LJ, Arzy-mendadak tertarik akan pembicaraan baru hasil cetusan dari Prim barusan. Buktinya mereka semua langsung memasang posisi menyimak.

Awan memutar bola matanya ke bawah, mengingat.

"Pas di HT," tambah Prim.

"Oh," tiba-tiba saja Awan merelakskan wajahnya. Keempat orang lainnya kian antusias. "Nggak papa kok."

Sejenak hening. Lalu...

"Ah! Gajetot lo!" teriak LJ.

"Tahu nih! Nggak seru!" tambah Langit.

BluebonnetsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang