BAB 12. Chaos

2.1K 227 11
                                    

"Hape lo lo tinggal mana, sih, San? Kenapa gue hubungin dari tadi nggak bisa?" tanya Laksa dengan geraman tertahan. Mata cokelatnya yang bening itu menyorot tajam. Seperti ada kemarahan yang sedang mencoba untuk ditahan.

"Sorry, Sa. Hape gue mati. Batre abis," jelas Sandra, "kok lo bisa di sini?" tanya Sandra kemudian dengan heran.

"Gue nggak boleh dateng ke apartemen pacar gue sendiri?" Laksa kembali berbicara dengan sarkastis.

"Bukan gitu. Gue kira lo masih dinas ke luar kota," jawab Sandra.

Ya, mereka sekarang sedang berada di depan unit apartemen Sandra. Laksa sudah berdiri di sana saat Sandra dan Danny keluar dari lift. Tadi, Danny benar-benar memaksa untuk mengantarkan Sandra hingga sampai di depan unit apartemen milik wanita itu. Sungguh tidak disangka-sangka di sana sudah ada Laksa yang saat ini terlihat begitu marah.

"Kenapa? Lo berharap gue nggak pulang-pulang dari luar kota biar lo bisa jalan sama dia?" tuduh Laksa dengan penuh kecurigaan.

Mereka berdua memang sudah tidak bertemu lebih dari dua minggu selain karena pertemuan mereka yang terakhir yang tidak berjalan cukup baik, juga karena Laksa yang sedang berada di luar kota, sehingga belum ada waktu yang pas untuk bertemu.

Masih dengan tatapannya yang tajam, Laksa kembali berucap, "Tadi gue ke kantor dan ketemu Kemal. Katanya lo sakit, makanya gue langsung ke sini. Tapi lo nggak ada dan malah pergi sama laki-laki yang lo bilang cuma kenalan?"

"Ini nggak seperti yang lo pikir, Laksa. Gue beneran sakit dari semalam. Ini juga gue masih capek dan pusing banget."

"Kalau capek itu istirahat, Sandra! Bukan malah kelayapan malam-malam begini!" seru Laksa dengan suara keras. Ini adalah pertama kalinya Laksa menaikkan suaranya sampai beberapa oktaf hingga membuat Sandra terkejut.

Ini jelas aneh. Laksa sudah berkali-kali melihat Kemal keluar masuk apartemen Sandra, bahkan pernah sekali Kemal menginap karena sedang galau diputusin Ambar, pacarnya. Namun, kenapa Laksa terlihat begitu marah hanya karena Danny yang bahkan baru sekali menjejakkan kaki di sana? Mereka berdua bahkan berjalan dengan jarak yang cukup jauh. Sandra sama sekali tidak mengerti.

Sandra diam. Ia sudah terlalu lelah menghadapi Danny tadi, dan ia sudah tidak punya tenaga yang cukup untuk mendebat Laksa yang terlihat begitu marah sekarang.

"Menaikkan suara di depan wanita sangat nggak elite," sela Danny yang sejak tadi hanya diam dan menyimak perdebatan antara Sandra dan Laksa.

"Back off, sucker!" umpat Laksa seraya memandang Danny dengan sengit. "Lo nggak usah ikut campur masalah gue sama Sandra."

Dalam sekejap, Sandra langsung menyesali keputusannya membiarkan Danny mengantarkan dirinya hingga apartemen. Benar-benar merepotkan karena harus menyaksikan dua laki-laki dewasa itu membuat drama di depan apartemennya. "Laksa, please. Kita ngobrol di dalam aja, yuk," ajak Sandra dengan kalem, lalu menatap Danny, "Dan, mending kamu pulang."

"Saya nggak akan pergi kalau laki-laki ini juga masih di sini," ucap Danny.

Sandra menahan diri untuk tidak mengeluarkan umpatan. Kekeraskepalaan Danny benar-benar tidak tahu tempat. "You have no right to say that. Laksa pacar saya dan saya mau dia yang tetap di sini, bukan kamu."

"Saya nggak suka lihat kamu dibentak-bentak," ujar Danny sambil bersedekap, "kalau saya pergi, dia bisa berbuat yang lebih kasar. Saya nggak mau kemungkinan itu terjadi."

"Itu bukan urusan kamu, Dan." Sandra mendesis kesal. Di saat-saat seperti ini, kekeras kepalaan Danny semakin memperkeruh suasana.

"Saya nggak masalah kalau itu jadi urusan saya sekarang," cetus Danny bersikukuh, membuat Laksa semakin geram.

BEDROOM WARFARETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang