BAB 56. Pengen Hamil

1.7K 129 7
                                    

Rutinitas sehari-hari yang dilalui Danny dan Sandra tetap sama seperti sebelum-sebelumnya selama beberapa minggu terakhir. Hanya ada sedikit yang berbeda dan menjadi lebih sibuk−setelah kejadian Sandra masuk rumah sakit−yaitu mereka berdua mulai rutin berkonsultasi untuk program hamil dengan Dokter Sabrina.

Awalnya, Danny telah lebih dulu membujuk Sandra untuk tidak terburu-buru melakukan program hamil karena menurutnya mereka harus banyak mengambil kelas parenting untuk mempersiapkan diri menjadi orang tua. Namun, Sandra bersikeras bahwa tidak ada salahnya untuk segera berkonsultasi untuk program hamil–didukung oleh Farida dan Mutia, begitu juga oleh kedua adik iparnya−sekaligus mengambil kelas parenting atas usul Dokter Sabrina yang terjadwal setiap hari Sabtu. Sedangkan jadwal konsultasi dengan Dokter Sabrina setiap hari Kamis setiap dua minggu sekali.

Terhitung sudah tujuh belas minggu sejak Sandra dan Danny mulai program hamil, namun masih belum ada benih yang tumbuh di rahim Sandra. Sandra beberapa kali merasa sedih dan tertekan setiap kali menguji urine-nya dengan testpack dan mendapati satu garis merah ataupun tanda negatif, tetapi kemudian ia akan merasa tenang setelah dipeluk dan dihibur oleh Danny dengan cerita-cerita super cheesy yang laki-laki itu ceritakan.

"Jangan terlalu bergantung pada harapan, karena kamu akan makin kecewa kalau hasilnya nggak sesuai yang kamu harapkan. Berharap yang sewajarnya, sembari terus memperbaiki dan berbenah diri, nanti kalau Allah sudah yakin kita mampu, tanpa berharap muluk-muluk pun Allah akan kasih yang kita butuh dan inginkan."

Kalimat itu yang beberapa kali Danny ucapkan setiap kali Sandra mulai menyalahkan diri, tak jarang juga mengeluhkan bahwasanya Tuhan tidak adil karena memberikan cobaan yang tak bisa ia tanggung dan menjadikan dirinya 'tidak normal'. Dan Sandra akan menampilkan wajah cemberutnya sambil mencetus, "Kamu pasti mikir kalau aku nggak pernah bersyukur dan ngerasa paling menderita, iya, kan? Kamu pasti mikit gitu, kan?"

Lalu Danny akan menjawab, "Sandra, kamu nggak boleh berpikiran sempit kayak gitu. Cobalah untuk melihat dari perspektif lain. Banyak pasangan di luar sana yang sampai belasan bahkan puluhan tahun nggak bisa punya anak. Bahkan nggak segan-segan mencoba berbagai usaha, sampai ngabisin banyak uang. Sedangkan usaha kita sama sekali belum seberapa, Sandra. Kita baru empat bulan, loh, ngelewatin ini. Yang sabar, ya. Kalau kamu nggak sabar, hasilnya nggak akan baik."

Setelahnya, Sandra akan menangis sebentar, lebih seringnya di pelukan Danny yang hangat, tetapi terkadang tanpa pelukan. Lalu ia mengembalikan mood dengan makan es krim atau jalan-jalan ke mall. Kalau masih belum merasa lebih baik, Danny akan dengan baik hati membiarkan Sandra gesek kartu dari toko satu ke toko lainnya hingga senyum kembali terbit di wajah istrinya itu. Benar-benar sangat berbeda dengan Sandra yang dulu. Setelah menikah dengan Danny, atau lebih tepatnya setelah keguguran, Sandra lebih perasa dan sensitif.

Hal itu terjadi sekitar dua mingguan yang lalu. Danny baru saja menginjakkan kai di apartemen ketika Sandra menghadangnya dengan wajah mendung.

"Kamu baik-baik aja?" tanya Danny langsung.

Saat itu Sandra sontak menggeleng. Lalu tiba-tiba menghambur ke pelukan Danny.

"Tadi ada masalah di kantor?" Danny kembali bertanya.

Lagi-lagi, Sandra menggeleng.

"Mau cerita?"

Danny membimbing Sandra untuk duduk setelah ia susah payah melepaskan sepatu. Danny langsung menebak kalau masalah yang dialami Sandra cukup serius sampai-sampai wanita itu tak peduli meski Danny tidak menaruh sepatunya di rak dan malah membiarkannya tergeletak tak beraturan di lantai.

"Kenapa, Sandra?" Danny berucap dengan sangat pelan.

"Aku pengen hamil," lirih Sandra lebih seperti bisikan untuk dirinya sendiri, tetapi tertangkap jelas oleh telinga Danny.

BEDROOM WARFARETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang