BAB 15. Terkungkung Dilema

1.8K 230 6
                                    

Vote dan komen yang banyak yaaa

Selamat membaca~

***

Danny sedang dilanda oleh dilema yang cukup mengesalkan. Mobil yang ia kendarai sedang berhenti di lampu merah dan saat ini Danny dihadapkan pada dua pilihan yaitu memulangkan Sandra ke apartemen wanita itu atau ia bawa pulang ke apartemen miliknya yang berada di Menteng.

Logikanya yang masih sehat memerintahkan untuk membawa Sandra ke apartemen wanita itu, tetapi sudut hatinya yang terdalam melarang keras. Tak dapat dipungkiri kalau Danny ingin memboyong Sandra ke apartemennya. Danny menyegarkan rambut dengan tangan kanannya yang bebas kemudian menoleh ke arah Sandra yang sudah tepar dan tak sadarkan diri di kursi penumpang. Terdengar dengkuran halus yang keluar dari bibir Sandra yang sedikit terbuka.

Danny terkekeh kecil. Saat ia kebingungan, Sandra malah enak-enakan tidur.

Danny geleng-geleng kepala melihat kondisi Sandra yang memprihatinkan dan jauh dari kata baik-baik saja. Ada bekas air mata di pipi yang mengering bersama dengan lelehan maskara hitam yang ikut luntur karena air mata. Membuat bagian bawah mata Sandra menghitam seperti zombi. Rambut Sandra yang biasanya tertata rapi itu juga kali ini tampak acak-acakan. Wanita itu benar-benar terlihat menyedihkan. Penyebab Sandra berada di situasi tersebut, tidak lain adalah karena Danny juga.

Laki-laki itulah yang membuat Sandra sampai harus melampiaskan stres dan frustrasinya dengan pergi ke kelab hingga mabuk berat.

Danny melirik ke arah lampu merah yang tinggal tiga puluh detik lagi. Tanpa pikir panjang, Danny mengulurkan tangan untuk menyibak anak rambut milik Sandra yang jatuh menutup sebagian wajah ayunya dan menyilanya ke belakang telinga. Kemudian dengan amat sangat lembut menyentuh wajah Sandra, mengelus pipi tirus wanita itu dengan sangat hati-hati.

"Maafkan saya, Sandra," gumam Danny dengan suara yang lebih terdengar seperti bisikan.

Tangannya bergerak untuk menghapus jejak-jejak air mata yang telah mengering di wajah kuyu Sandra dengan menggunakan ibu jarinya. Perbuatannya tak membantu banyak. Tampaknya harus dibersihkan menggunakan air. Ia akan melakukannya nanti. Itu yang terlintas di kepala Danny.

Gerakan tangan Danny yang sudah amat pelan itu pun tetap membuat Sandra terganggu, tetapi tidak membuatnya terbangun dari tidurnya. Tangan Sandraㅡyang tadinya mencengkeram jas milik Danny yang tersampir menutupi tubuhnyaㅡbergerak naik untuk menghalau tangan Danny.

Danny sempat mengira Sandra akan menghempas tangannya karena dirasa mengganggu, namun yang ternyata dilakukan oleh Sandra adalah menggenggam tangan Danny dengan erat dan membawanya ke pangkuan. Kemudian Sandra mengubah posisi menghadap jendela, masih dalam keadaan tidak sadar.

Ujung bibir Danny terangkat sedikit. Perbuatan Sandra membuat hatinya cukup senang. Namun, itu tak bertahan lama. Bersamaan dengan lampu merah yang berganti menjadi lampu hijau, ada panggilan masuk dari Mutia yang membuat Danny mau tidak mau menarik tangannya dengan paksa dari genggaman Sandra. Sandra sempat bereaksi, namun ia tetap pada posisinya.

"Halo, Bu," sapa Danny setelah mengucap salam. Ia menjaga suaranya agar bisa terdengar jelas oleh ibunya, namun juga sekaligus tidak mengganggu Sandra.

Mutia menjawab salam dari anaknya kemudian tanpa basa-basi melemparkan tanya kepada Danny. "Sudah ketemu sama Sandra, Dan?"

Danny melirik Sandra yang meringkuk. "Sudah, Bu."

"Sudah kamu kasih tahu kalau mamanya masuk rumah sakit?" tanya Mutia kemudian.

"Belum, Bu. Saya mau kasih tahu pelan-pelan biar Sandra nggak kaget. Saya nggak bisa langsung ke rumah sakit sekarang, Bu," ujar Danny hati-hati. Ia tak mungkin membeberkan langsung tentang keadaan Sandra saat ini yang masih tak sadarkan diri karena mabuk. "Keadaan Tante Farida gimana, Bu?" tanya Danny kemudian.

BEDROOM WARFARETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang