Cuti sakit Sandra telah habis.
Setelah satu minggu penuh menghabiskan waktu di apartemen—paling sering di atas tempat tidur—Sandra yang memang telah merasa cukup sehat dan kembali bugar itu akhirnya bisa kembali bekerja. Sesuatu yang ternyata begitu ia tunggu-tunggu karena rasanya benar-benar membosankan ketika dirinya tak punya kegiatan selain makan dan tidur. Sandra jelas mensyukuri keputusannya untuk tidak jadi resign. Gagasannya yang begitu impulsif itu untung saja dipatahkan oleh Danny. Maka di sinilah Sandra sekarang. Duduk manis di kubikelnya sambil memeras otak dan energi demi menyelesaikan pekerjaan menumpuk yang ia tinggalkan di minggu sebelumnya.
"Mau makan siang di mana, San?" tanya Kemal yang tahu-tahu sudah berdiri menyandar di ujung meja kerja Sandra.
Sandra yang baru saja menutup laman Microsoft Excel itu mendongak untuk menatap Kemal yang menunggu jawabannya.
"Nasi padang, yuk."
"Astaga, ini anak abis sakit seminggu gue kira udah lupa nikmatnya nasi padang," cibir Kemal. "Yang lain kek."
"Sorry, gue lagi nggak mau menu lain. Gue udah tersiksa banget seminggu lebih dicekokin makanan sehat sama nyokap dan ibu mertua gue," cerita Sandra. "Lagian ini hari Senin, emang jadwal gue makan nasi padang."
"Ya udah, yuk, turun bareng. Kalau lo fix makan nasi padang, gue skip deh. Gue lagi pengen banget makan soto."
"Santai aja, Kem. Udah biasa."
Sandra menatap ke sekelilingnya. Sudah tak ada siapa-siapa. Rekan kerjanya yang lain sudah lebih dulu meninggalkan kantor beberapa saat yang lalu. Ia pun meraih ponsel dan dompet lalu berdiri dari duduknya. Mereka berdua kemudian meninggalkan ruangan.
Di lobi, mereka berpisah karena memang beda arah. Kemal hanya perlu berjalan sedikit ke belakang gedung kantor mereka untuk menuju warung soto langganannya. Sedangkan Sandra perlu naik ojek untuk mencapai tempat tujuannya. Beruntung, jalanan tidak terlalu macet. Tak lama kemudian ia sampai di rumah makan nasi padang yang menjadi favoritnya.
Sandra tak tahu harus menyebutnya kebetulan atau tidak. Saat ia mencari tempat kosong untuk duduk, matanya tak sengaja menangkap sosok yang cukup ia kenal sedang melahap makanan dari piringnya seperti orang yang belum diberi makan tiga hari. Teringat akan pertemuan terakhir mereka, Sandra pun mendekat ke meja yang ditempati oleh sosok itu seorang diri.
Tanpa basa-basi ia meletakkan barang bawaannya—piring berisi nasi padang dan lauk pauknya yang lengkap, segelas es teh, yang terakhir dompet yang ia apit di ketiak—di atas meja. Membuat sosok yang lebih dulu duduk di tempat itu mendongak. Sosok itu sempat terkejut, membelalakkan matanya selama beberapa saat sebelum menyapa Sandra dengan nada santai.
"Wow, look who's here!" seru sosok itu. Yang tidak lain adalah Laksa.
Seseorang yang masih berutang penjelasan pada Sandra mengingat di pertemuan mereka yang terakhir, Laksa berkata akan menuntaskan hubungannya dengan Sandra yang kerap kali masih membuat Sandra bertanya-tanya alasan Laksa memutuskan dirinya−selain karena kehadiran Danny yang sempat memperkeruh keadaan dan menjadi pemicu paling besar.
"Bukan coincidence soalnya lo dulu sering makan di sini sama gue," tegas Sandra meski Laksa tak menyinggung tentang pertemuan mereka di rumah makan nasi padang itu.
Laksa tertawa.
"Udah sehat, kan, San? Sorry, gue nggak sempet nengokin, ada urusan di Bantul weekend kemarin," ucap Laksa menjelaskan kondisinya tanpa diminta.
"Santai aja. Gue juga nggak lama kok di RS. Balik ke Bantul ada keluarga?"
Sandra sekilas teringat saat Laksa bercerita tentang keluarga besarnya yang hampir semua tinggal di Bantul, Yogyakarta.
KAMU SEDANG MEMBACA
BEDROOM WARFARE
PoesiaFOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA^^ (18+ only) "Gimana kalo kita tidur bareng aja?" (Sandra Javinkha) "Kamu serius ngajak saya ML? Memangnya kamu nggak takut partner sex kamu punya penyakit kelamin?" (Danny El Arkan) °°° Arisan membawa petaka! Mengisahkan...