Tidak pernah Sandra sangka sama sekali kalau menjadi kekasih Danny akan sangat mendebarkan sekaligus melelahkan. Danny yang biasanya lempeng dan dingin ketika berada di luar rumah atau apartemen, terkadang bisa tiba-tiba berubah mode saat sudah di ruangan privat yang hanya ada dirinya dan Sandra. Danny memperlakukan Sandra dengan begitu sayang, membuat Sandra semakin jatuh hati. Namun, lebih seringnya tetap bertahan pada mode lempengnya. Dan tentu saja Danny masih tetap menjengkelkan karena laki-laki itu juga mempertahankan hobi berdebatnya.
Mereka berdua saat ini sedang berada di apartemen Danny, bergelung di sofa bed saling berpelukan. Entah awalnya tadi mereka sedang membahas apa, tahu-tahu saja obrolan mereka berubah arah hingga membicarakan tentang kejadian yang sudah lama terlewat. Mereka mengenang masa lalu dengan kembali mengangkat topik usang tentang awal pertemuan mereka di kelab, yang kemudian berakhir di kamar hotel.
"Setelah saya pulang dari hotel, pagi itu, sampai beberapa minggu kemudian saya masih nunggu kabar dari kamu, tapi kamu sama sekali nggak menghubungi saya," gumam Danny sambil mengelus rambut Sandra.
Sandra tidak menutupi keterkejutannya. Ia sedikit mendongak untuk menatap wajah Danny.
"Really?"
"Apa alasan kamu nggak hubungin saya?" Danny menunduk, mempertemukan mata mereka.
"Kamu kan minta aku hubungin kamu kalau ada sesuatu yang buruk terjadi."
"And nothing bad happen?"
Sandra terkekeh melihat kerutan di dahi Danny.
"Kamu berharap aku hamil anak kamu atau parahnya lagi kena STD gitu?"
Sejujurnya, Sandra tidak terlalu suka saat Danny terus-terusan membawa masa lalu ke dalam percakapan. Apalagi satu-satunya yang mengikat mereka saat itu hanyalah sesuatu yang terjadi di atas ranjang, yang seharusnya sudah tidak perlu dibahas lagi. Bukan karena trauma atau sejenisnya. Sandra hanya merasa tidak nyaman dan aneh.
"Kamu itu suka banget menilai sesuatu hanya dari sisi negatif," komentar Danny, "maksud saya bukan berarti saya berharap kamu hamil atau kena STD. Walaupun nggak bisa dipungkiri kalau saya juga harap-harap cemas, takut kalau itu beneran terjadi sama kamu. Yang saya maksud, siapa tahu kamu butuh bantuan dalam hal lain. Misalnya butuh gandengan buat menghadiri acara-acara yang perlu dihadiri dengan pasangan. Atau hal-hal remeh seperti butuh teman belanja ke mall."
"Kalaupun aku butuh bantuan seseorang, aku nggak akan cari orang yang nggak aku kenal buat bantu nyelesaiin masalahku, Dan. Kamu berharap terlalu jauh."
Danny mendengkus. "Kamu selalu bisa mendebat kata-kata saya, ya."
Sandra tertawa. "Can't we just leave all the past behind and move on?"
"Kenapa saya harus move on sementara kamu sekarang sudah sama saya?"
"Maksud aku, move on dari masa lalu, Danny. Emangnya kamu nggak bosen ungkit masa lalu yang udah lewat?" geram Sandra.
"Kamu bukan masa lalu, dan yang terjadi antara kita dulu adalah awal dari semuanya. Saya nggak akan ada di sini bersama kamu sekarang kalau hari itu kamu nggak menggoda saya."
"Aku nggak godain kamu," kilah Sandra.
"Tapi kamu ngajak saya tidur bareng sampai saya nggak tega nolaknya."
Astaga!
Danny memang suka sekali memancing kekesalan Sandra dengan menjadikan wanita itu layaknya penjahat yang menjerumuskannya pada hal-hal buruk. Meski sesungguhnya Sandra-lah yang lebih sering menggoda Danny entah secara sengaja maupun tidak hingga membuat Danny susah payah menahan diri agar tidak menyerang Sandra.
KAMU SEDANG MEMBACA
BEDROOM WARFARE
PoetryFOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA^^ (18+ only) "Gimana kalo kita tidur bareng aja?" (Sandra Javinkha) "Kamu serius ngajak saya ML? Memangnya kamu nggak takut partner sex kamu punya penyakit kelamin?" (Danny El Arkan) °°° Arisan membawa petaka! Mengisahkan...