Sandra melesakkan badan ke kursi penumpang dan bersandar dengan nyaman. Sementara Danny masih sibuk dengan ransel miliknya dan milik Sandra untuk ia letakkan di atas kabin.
Tak butuh satu menit Danny melakukannya, namun berhasil membuat Sandra–yang duduk sambil memandangi lengan-lengan Danny yang terekspos–itu terpana.
Sandra selalu bertanya-tanya, kapan Danny punya waktu untuk olahraga demi mempertahankan otot-otot lengannya yang rangkul-able itu. Yang Sandra tahu, Danny selalu sibuk dengan berkas-berkas kasusnya yang bertumpuk-tumpuk dan seperti tak pernah berkurang itu–bahkan malah bertambah banyak setiap harinya.
Saat akhir pekan pun Danny tidak juga lepas dari tumpukan pekerjaannya itu. Atau kalau sedang senggang, Danny menghabiskan waktu dengan Sandra. Seringkali waktu singkat yang mereka punya, mereka habiskan untuk menonton series di Netflix sambil makan berat atau sekadar makan snack. Porsi makan Danny pun tergolong besar. Bagaimana bisa tubuh Danny masih terlihat sangat fit?
"Kamu sadar nggak, Dan, kalau lengan kamu seksi?" Sandra bertanya tanpa mengalihkan tatapan pada tangan Danny yang hanya tertutup oleh kaus berlengan pendek di atas siku yang hanya menutupi setengah lengan atasnya.
Danny yang baru akan mendudukkan pantat di kursi kereta itu melirik Sandra tajam. "What was that about?" Danny balik bertanya setelah benar-benar duduk dan menyampirkan jaket bombernya di pangkuan.
Sandra memutar setengah badan untuk menghadap Danny. Ia menusuk-nusuk lengan Danny dengan jarinya, lalu melingkarkan lengan dan bersandar di pundak laki-laki itu. "Ini, lengan tangan kamu, tuh, seksi. Enak buat dipeluk-peluk. Bahu kamu juga enak buat nyender."
Sandra mengelus lengan Danny dan semakin menyurukkan kepala di leher Danny. "Cuma aku yang punya privilege peluk lengan sama nyender di sini," sambung Sandra.
Danny hanya berdecak gemas. Ia tak berkomentar apa-apa. Ia sudah cukup paham dengan sifat Sandra yang satu ini dan tak ada gunanya meladeni. Kalau diladeni, Sandra akan lebih menjadi-jadi dan tidak akan berhenti menggodanya dengan kata-kata pujian yang terlalu seduktif. Melemahkan benteng-benteng pertahanan yang sudah susah-susah dibangun.
"Sudah, Sandra. Malu dilihat orang," bisik Danny saat semakin banyak penumpang yang mulai memasuki gerbong kereta.
Sebagian orang memang tidak peduli dengan keberadaan dua manusia yang mengumbar skin ship di tengah umum itu. Namun, tak sedikit pula yang akan melirik ke arah mereka, setidaknya tiga detik sebelum mengalihkan pandangan. Danny amat sangat risih akan hal itu, sedangkan Sandra masih bersikap cuek dan bodo amat.
Baru saat terdengar pengumuman kalau kereta akan berangkat, Sandra menjauhkan diri dan duduk tenang. Danny pun bisa bernapas dengan lebih lega.
Beberapa menit setelah kereta berangkat dari Stasiun Tugu dengan tujuan akhir Stasiun Gambir, Sandra sibuk berselancar di dunia maya. Mengabaikan Danny yang duduk di sampingnya dalam kebisuan.
"Dia kelihatannya masih berharap sama kamu. Kentara sekali dari wajahnya kalau dia masih menyukai kamu," tukas Danny tiba-tiba.
Sandra yang sedang berkutat dengan ponsel−membalas pesan dari teman-temannya yang mengomentari postingannya di media sosial−itu mengernyit bingung. Sandra memiringkan kepala untuk menatap Danny. "Dia siapa?"
"Mantan pacar kamu itu," jawab Danny dengan nada yang tidak rela.
Kalau tidak ingat minggu lalu Sandra sempat dibuat panas dingin oleh Danny karena kecemburuan laki-laki itu terhadap Oki, mungkin saat ini Sandra sudah tertawa keras. Menertawakan ekspresi tak rela di wajah suram Danny saat ini. Sayangnya, ia tak tega.
Sandra pun menekan tombol di sisi ponsel untuk membuat layarnya mati. Setelah itu, ia masukkan benda mati itu ke dalam waist bag lalu berfokus pada Danny yang wajahnya tertekuk-tekuk. "Aku nggak peduli dia masih suka aku atau enggak."
KAMU SEDANG MEMBACA
BEDROOM WARFARE
PuisiFOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA^^ (18+ only) "Gimana kalo kita tidur bareng aja?" (Sandra Javinkha) "Kamu serius ngajak saya ML? Memangnya kamu nggak takut partner sex kamu punya penyakit kelamin?" (Danny El Arkan) °°° Arisan membawa petaka! Mengisahkan...