BAB 36. Yogyakarta

1.2K 149 8
                                    

Pemandangan yang Sandra lihat pertama kali saat membuka mata adalah wajah Danny yang berada begitu dekat dengan wajahnya. Posisi Danny menelungkup dengan sisi kiri kepala rebah di bantal. Sandra refleks memundurkan badan untuk melebarkan jarak. Namun, tidak benar-benar menjauh.

Berada di atas ranjang yang sama dengan Danny memang bukan yang pertama Sandra alami. Ia sudah beberapa kali menginap di apartemen Danny dan tidur di kamar laki-laki itu. Namun, nyatanya ia masih belum terbiasa. Jantungnya seperti jumpalitan karena debaran yang keras. Padahal mereka hanya tidur, dalam arti secara harfiah.

Meskipun begitu, Sandra sangat betah memandangi wajah lelap Danny yang tampak begitu damai. Di saat seperti inilah Sandra bisa benar-benar mempelajari dan mengagumi wajah Danny saat ekspresi yang setiap hari ter-setting datar dan kaku itu mengendur. Sungguh aneh. Hanya dengan memandangi wajah Danny, hati Sandra terasa sejuk. Sandra tidak ingat, apakah dulu saat masih berhubungan dengan mantan-mantannya, ia juga merasakan ini. Namun, sepertinya tidak. Hanya Danny yang bisa membuat Sandra bertingkah seprti remaja yang baru tahu rasanya kasmaran.

Sandra bisa tiba-tiba tersenyum sendiri saat otaknya mengingat sosok Danny. Jantungnya berdebar saat membayangkan bibirnya bertautan dengan bibir Danny. Perutnya selalu terasa aneh, seperti ada pukulan-pukluan kecil yang membuatnya geli hanya karena teringat akan lesung pipi yang selalu muncul saat Danny tersenyum. Dan banyak hal-hal lainnya yang membuat pipi merona dan hati Sandra berbunga-bunga.

Sandra mengangkat tangan untuk mengelus rahang Danny yang tumbuh bulu-bulu halus. Gerakan tangannya yang sudah sangat pelan itu membuat Danny merasa terganggu dan akhirnya membuka mata.

"Morning, Mas," ucap Sandra setengah berbisik.

Membiasakan diri untuk memanggil Danny dengan panggilan 'Mas' ternyata tidak sulit. Tanpa Sandra sadari, ia sudah mulai terbiasa dan beberapa kali memanggil Danny dengan luwes. Bahkan kadang malah merasa aneh kalau menanggalkan panggilan itu. Ia sudah mantap untuk terus memakai panggilan baru itu, namun Danny yang tidak kunjung terbiasa. Padahal Danny yang sebelumnya kukuh memaksa Sandra. Oleh karena itu, Sandra pun hanya sesekali menggunakan panggilan itu, salah satunya saat Danny masih belum cukup sadar atau saat membujuk laki-laki itu ketika sedang ngambek.

Danny tersenyum tipis dan menggumam, "Morning."

Setelah menjawab sapaan selamat pagi dari Sandra, Danny kembali memejamkan mata dan bergerak pelan untuk memperbaiki posisi menjadi lebih nyaman.

"Buruan bangun, Danny. Aku pengen jalan-jalan," kata Sandra yang entah didengar oleh Danny atau tidak. Mungkin saja tidak. Karena laki-laki itu hanya bergeming. Napasnya teratur. Persis seperti orang yang sudah kembali lelap.

"Danny, nggak boleh tidur lagi!" Sandra yang tadinya masih berbaring itu langsung terduduk. Kemudian ia mengguncang tubuh Danny dengan cukup keras. "Bangun buruan, ih!" Suaranya pun tak kalah keras dari guncangan tangannya yang sepertinya cukup berhasil mengusik laki-laki itu.

"Sebentar lagi," gumam Danny lagi. Ia menarik bantal untuk menutupi kepala. Menghalau suara Sandra yang mengganggu paginya.

"Danny, please, ya. Nggak ada malas-malasan. Kita ke sini liburan, bukan buat numpang tidur di hotel!" Sandra mencoba menarik bantal yang menutupi kepala Danny namun tidak berhasil. Danny menahan bantal itu kuat-kuat.

"Kasih saya moning kiss dulu baru saya bangun," ucap Danny. Suaranya tidka terlalu jelas karena teredam oleh bantal.

Namun, Sandra bisa menangkap kata-kata Danny. Sandra pun otomatis mendengkus. Meski kesal dengan tingkah Danny, Sandra tetap menuruti permintaan laki-laki di depannya itu. Wanita itu menarik bantal yang menutupi kepala Danny. Ia membungkukkan badan untuk mengecup bibir Danny dengan singkat.

BEDROOM WARFARETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang