BAB 22. Uji Coba

1.8K 226 14
                                    

Sandra dipandangi oleh Rena dan Erika dengan tatapan yang menyiratkan keingintahuan yang begitu besar. Sejak hari di mana Sandra mabuk dan dibawa pulang oleh Danny, ini kali pertama Sandra bertemu lagi dengan kedua temannya itu. Mereka berdua muncul di depan rumah Sandra satu jam yang lalu untuk menjenguk Farida yang baru dipulangkan dari rumah sakit.

"Lo utang cerita sama kita," todong Rena yang mendapat anggukan samar dari Erika.

"Cerita apaan?" Sandra pura-pura tidak mengerti. Padahal ia sudah tahu pasti kalau kedatangan kedua temannya itu yang paling utama adalah demui mengorek cerita tentang Danny.

"Nggak usah pura-pura bloon ya, San," cibir Rena, "lo nggak bales chat gue sama sekali. Gue yakin pasti ada apa-apa."

"Gue udah bales please deh. Coba lo cek lagi, barangkali hape lo jelek makanya nggak bisa nerima chat."

Rena berdecak. "Lo emang bales chat gue, tapi yang tentang Danny lo lewatin. Sengaja kan lo?"

Sandra memutar bola mata dengan malas. "Gue nggak ngerti maksud lo apaan," ujar Sandra kemudian melengos.

"Lo sama Danny ngapain? Jangan bilang kalian tidur bareng lagi?" tuduh Rena dengan mata memicing.

"Sembarangan! Gue nggak segila itu ya," elak Sandra. Bibirnya mengerucut ke depan karena kesal.

Sementara Sandra dan Rena sibuk berdebat, Erika hanya memperhatikan dua wanita berisik itu sembari memakan snack.

"Ternyata Danny selain ganteng juga masih cukup waras buat nggak nidurin cewek mabuk," kata Rena manggut-manggut, "tapi gue nggak yakin sih kalau lo juga masih berkelakuan baik waktu mabuk," lanjutnya yang membuat Sandra mendelik.

"Maksud lo kelakuan gue bar-bar?"

"Nah, itu ngerti."

"Sialan lo!" Sandra mendengkus. Namun, ia setuju kalau dirinya memang agak bar-bar dan cukup brutal. Masih terbayang di kepalanya saat ia mengajak Danny untuk tidur bareng. Kemudian bayangan beralih ke adegan saat Sandra meminta Danny untuk menciumnya. Meski sedang dikuasai oleh alkohol, Sandra ingat betul bahwa setitik sudut di hatinya memang menginginkan itu.

Lalu berlanjut ke pagi harinya saat mereka berdua berada di parkiran rumah sakit. Ungkapan perasaan Danny, argumentasi mereka yang berakhir mengambang, dan ciuman panas yang membuat perut Sandra melilit, itu semua berkelebatan di kepala.

"Woy, malah bengong!" Rena menubrukkan pundaknya ke lengan Sandra hingga wanita itu kembali menjejak bumi.

"Lo pasti lagi ngebayangin yang iya-iya," tebak Rena tepat sasaran.

"Kalo lo butuh tempat sampah buat nampung cerita lo, kita dengerin kok," kata Erika yang akhirnya buka suara.

Sandra geleng-geleng kepala. "Gue abis ngelakuin kesalahan," ujar Sandra. Matanya memandang Erika dan Rena secara bergantian.

"Kesalahan?" ulang Erika.

Sandra mengangguk. "Gue terlalu bawa perasaan waktu Danny confess, terus gue cium dia."

"You did what?"

"Gue cium bibir Danny. Ciuman yang ... literally hot and ...," Sandra menggeram kesal. Ia tak bisa melanjutakan penjelasannya karena terlalu malu untuk merangkainya dalam kata-kata, "ya pokoknya gitulah! Kalian pasti ngerti maksud gue."

Tak disangka-sangka Rena malah terbahak.

"Gue nggak ngerti di mana letak kesalahan yang lo maksud. Danny ngungkapin perasaan ke lo, terus lo cium dia. Kalo gue jadi Danny, gue bakal berterima kasih sama lo, kecuali kalo lo nganggep ciuman itu kesalahan dan lo nolak dia terus ninggalin dia gitu aja."

BEDROOM WARFARETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang