BAB 23. Denial

1.8K 224 3
                                    

⚠️Di bagian awal bab ini ada adegan 18+, kalo nggak nyaman silakan dilewati aja yaaa, bisa langsung baca setelah tanda ****⚠️

####

"So, sekarang kamu mau gimana, Sandra?" tanya Danny setelah beberapa menit berlalu dalam hening. Ia jadi bisa berpikir lebih jernih setelah bisa meredam emosi.

Ada ketakutan aneh yang menjalar di hati Danny ketika sebuah pemikiran melintas di kepalanya. Diamnya Sandra ini seperti tengah menegaskan kalau selain pilihan yang diajukan wanita itu, tidak ada jalan lain lagi. Pintu kesempatan itu akan benar-benar tertutup dan Danny tidak akan pernah diterima lagi walaupun ia dengan sopan datang dengan mengetuk pintu itu. Ia tidak terlalu memikirkan itu tadi karena terlalu larut dalam perdebatan yang menguras emosinya. Bodoh sekali memang. Kalau itu yang akan terjadi, Danny benar-benar tidak tahu lagi harus bagaimana.

Seharusnya tadi Danny langsung setuju saja permintaan Sandra walaupun itu artinya ia harus berjuang sangat keras untuk membuat Sandra yakin dengannya. Seharusnya ia mengalah saja dan menuruti kemauan Sandra tanpa perlu mendebat dengan sengit. Terlalu banyak seharusnya yang terus menghantui kepalanya saat Sandra tetap pada posisinya sejak tadi, duduk canggung di sofa dengan tatapan mata yang tidak fokus.

Danny tidak tahan. Sangat tidak bisa untuk terus melihat Sandra yang hanya diam dalam kebimbangan yang memenuhi wajah. Sudah cukup. Danny benar-benar tidak ingin melihat ekspresi itu muncul lagi di wajah Sandra. Danny kalah oleh egonya sendiri yang lemah.

Tanpa banyak bicara lagi, Danny bergegas menghampiri sofa tempat Sandra duduk. Dengan cepat Danny menarik lengan Sandra hingga wanita itu tersentak dan refleks berdiri. Belum pulih dari keterkejutannya, Danny duduk di sofa yang ditempati Sandra tadi dan dengan kedua lengannya yang panjang, laki-laki itu merengkuh Sandra hingga wanita itu terjatuh di pangkuannya.

Rengkuhan posesif lengan Danny yang melingkar di pinggul dan sentuhan bibir milik laki-laki itu membuat sekujur tubuh Sandra menggeletar.

"Kamu jangan lari lagi dari saya, Sandra. Please," pinta laki-laki itu dengan memelas.

Di sudut hati yang terdalam Danny berjanji kalau ini yang terakhir dirinya memohon, mengabaikan kemungkinan kalau harga dirinya sudah tidak akan ada harganya lagi kalau kali ini ia juga ditolak.

Ditatap dengan begitu intens oleh Danny membuat Sandra merinding, tetapi ia menguatkan hati. Meyakinkan diri kalau apa yang akan ia ucapkan ini adalah tindakan yang benar. "Aku nggak akan ke mana-mana," ucap Sandra terbata, dengan mengubah panggilan 'saya' menjadi 'aku' yang terdengar lebih intim.

Danny cukup terkejut mendengar suara Sandra yang tiba-tiba saja terdengar pasrah di telinganya, padahal kenyataannya Sandra mengucapkannya dengan pelan dan biasa saja. Jantungnya kembali berulah. Berdebar dengan kuat. Mengharapkan debar yang sama dari Sandra.

Lalu setelah pulih dari keterkejutannya, Danny langsung menyambar bibir Sandra yang sejak tadi sudah berada dekat sekali dengan bibirnya.

Jangan bayangkan Danny sedang mencium Sandra dengan lembut dan memperlakukan wanita itu layaknya porselen yang rapuh dan mudah pecah. Tidak. Danny terlalu brutal untuk bersikap semanis itu setelah Sandra membuatnya gila dan senewen karena penolakan sialan beberapa waktu lalu.

Sandra pun menyambut ciuman itu dengan sama brutalnya. Sama-sama tidak menginginkan hanya sekadar ciuman ringan. Keduanya seperti manusia yang kehausan di tengah gurun dan mencoba mereguk apapun itu dari bibir masing-masing untuk bertahan hidup.

"Eungh, Dan-"

Sandra melenguh bahkan sebelum Danny memasukkan lidahnya. Danny hanya menjilat bibirnya dengan lembut lalu menggigit bibir bawahnya sensual. Laki-laki sinting! Ketika lidah Danny berhasil menerobos masuk, Sandra menggeram nikmat. Tangannya menggapai leher Danny, mendorong agar laki-laki itu semakin mendekat dan melekat erat pada tubuhnya.

BEDROOM WARFARETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang