BAB 14. Anti Galau-galau Club

2.1K 245 7
                                    

Sandra masih ingat siapa pacar pertamanya. Ia juga ingat ke mana Sandra dan pacarnya kencan untuk kali pertama. Sandra bahkan mengingat momen ketika ia ditembak pacar pertamanya itu dengan diberi sebungkus cokelat yang sering ia lihat mejeng di rak minimarket dekat rumahnya.

Sandra juga tidak akan pernah lupa siapa yang mengambil ciuman pertamanya. Itu terjadi ketika hari kedua masa orientasi di SMA. Sandra sedang buru-buru untuk ke kamar mandi saat secara tidak sengaja tersandung kakinya sendiri dan terjerembab ke depan. Ia jatuh menimpa seorang siswa cowok. Dengan bibir mereka saling menempel selama beberapa detik sebelum kemudian Sandra memekik kaget dan menarik diri dari atas tubuh seorang cowok yang posisinya telentang di lantai.

Itulah saat pertama kali Sandra berkenalan dengan Panca. Panca yang bongsor dan ganteng dengan rambut cepaknya yang hitam pekat, mata bulatnya yang dinaungi bulu mata lentik, hidungnya yang bangir, bibirnya yang penuh, dan kulit tubuhnya yang berwarna cokelat terbakar sinar matahari. Panca yang memiliki suara merdu dan senyum secerah matahari pukul sembilan pagi. Semua itu adalah wujud kesempurnaan fisik Panca.

Yang membuat Sandra semakin jatuh hati dan mengklaim Panca sebagai cinta pertamanya adalah sifat-sifat positif yang ada di diri Panca. Panca si sekretaris OSIS yang juga merangkap sebagai ketua Pramuka. Panca yang pintar. Panca yang sopan dan baik hati. Panca yang perhatian. Panca yang begitu sempurna.

Sandra mengalami patah hati untuk pertama kalinya adalah saat ia putus dengan Panca. Tiga bulan setelah mereka berciuman untuk pertama kalinya. Dua bulan setelah mereka meresmikan hari jadi. Sandra ingat, saat itu ia sedang duduk di bangku yang ada di depan sekolah, menunggu angkot yang akan membawanya pulang. Waktu itu, Panca yang katanya sedang ada rapat OSIS tiba-tiba muncul di depannya dengan ekspresi cemas. Tanpa menunggu Sandra berucap apapun, Panca meluncurkan kalimat ajakan putus disertai alasan panjang yang membuat Sandra hanya membeku di tempat.

Sandra, sorry aku nggak bermaksud mau nyakitin kamu, tapi aku nggak bisa lagi jadi pacar kamu. Sebenarnya waktu kamu nggak sengaja nabrak dan cium aku, ada temanku yang lihat. Setelah itu kami bikin taruhan. Aku harus bisa macarin kamu dalam sebulan dan membuat kamu jatuh cinta sama aku. Aku kira akan susah membuat perempuan popular dan secantik kamu mau sama aku, tapi ternyata kamu mudah ditaklukkan. Aku … maaf aku kira pacaran dengan kamu akan berbeda dengan cewek-cewek lain. Ternyata sama aja. Aku udah bosan. Aku harap kamu bisa ketemu sama cowok yang lebih baik dari aku, yang nggak gampang bosan kayak aku, yang nggak berengsek kayak aku sampai jadiin kamu taruhan. I’m really sorry, Sandra. Semoga kamu bahagia.”

Panca meninggalkan Sandra di sana, di tengah teriknya matahari, di antara suara-suara klakson dan deru mesin kendaraan yang bersahutan. Panca yang romantis dan selalu bersikap manis saat bersamanya. Panca yang baik hati. Panca sempurna. Semua itu palsu. Dan itulah yang membuat Sandra menangis untuk pertama kalinya karena seorang laki-laki.

Sandra baru akan menenggak minuman dari gelas di depannya sebelum ditahan oleh tangan Rena.

“Udah cukup, Sandra. Lo mau semabuk apa lagi, sih?”

“Gue udah bilang kalau gue mau mabuk sampai mati,” rengek Sandra.

Rena melotot kesal. “Dih, alay banget lo. Emangnya lo mau mati overdosis alkohol cuma gara-gara stres diputusin cowok terus masuk berita? Lo bakal diketawain sampai di akhirat!”

“Gue nggak peduli.”

“Ya, tapi gue peduli. Kalau lo mati, gue yang malu soalnya gue temen lo yang paling deket,” cetus Rena dengan gemas.

“Berisik banget sih lo. Diem.”

“Jelas berisik. Ini kita di kelab, bukan di kuburan." Rena berdiri dari tempat duduknya. “Ayo, turun! Joget lagi di bawah, kali aja ada cowok hot yang bisa bantu lo lupain Laksa,”

BEDROOM WARFARETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang