Dulu, Nila pertama kali kenal Grey saat tak sengaja saling membela waktu kegiatan MOS. Saat itu Nila dihukum karena tidak menguncir rambut sesuai tanggal lahir. Tapi yang benar saja, ia lahir tanggal tiga puluh, dikuncir sebanyak itu dengan panjang rambut yang hanya sebahu jelas sulit.
Awalnya, Nila pikir tidak akan apa-apa Toh, kakak tata tertib tidak akan hafal tanggal berapa ia lahir, tapi Nila lupa satu hal, ID Card sebesar kertas HVS yang mengalung di leher jelas informasi yang berharga. Tanggal lahirnya tercantum jelas, kakak tata tertib marah dan menyeret Nila ke depan barisan.
"Ada yang gak mengikuti peraturan seperti teman kalian ini?!"
Nila dibuat gemetar di depan, semua pasang mata menyorotnya tajam. Seperti sedang menghakimi seorang yang membuat keributan di pagi hari. Jadilah pagi itu diadakan penggeledahan dadakan, yang biasanya hanya dicek jam tangan, ikat pinggang dan kaos kaki, sekarang semua dicek. Terhitung ada lima belas orang yang menyusul Nila kedepan, banyaknya laki-laki, sisanya perempuan yang tak tahu malu karena memakai make up atau roknya kepedekkan.
"Tahu kesalahan kalian?!" Kaka tata tertib yang diketahui bernama Magenta itu menyentak keras. Nila berada di depan sendiri, tepat dihadapan Kak Megenta hanya bisa menunduk takut. Badanya gemetar dan siap menangis kapan saja.
Nila benci dibentak.
"Sekolah tuh kalau udah dikasih peraturan berati diikuti! Bukannya dilanggar! Gak pernah belajar mematuhi tata tertib?!" Kak Magenta berjalan memutar hingga sampai di samping siswi yang ketahuan memakai make up, Aruna namanya. "Ini apa ini?!" tanyanya sambil mengusap bibir Aruna menggunakan jari tangan. "Niat sekolah apa jadi cabe? Gak sekalian aja mangkal di lampu merah depan?! Cewek kok kayak gak punya harga diri."
Aruna dibuat menangis, Nila semakin ketakutan. Tiga orang--Jingga, Delima dan Rosa--di belakang yang diketahui berada satu komplotan dengan Aruna mencubit lengan dan pinggangnya keras. Gadis itu yakin, pasti akan meninggalkan ruam ungu di kemudian hari.
"Kak Magenta! Ini ada satu yang ketinggalan. Kamu urus juga." Fairuz, selaku ketua tim tata tertib mendorong satu siswa di antara mereka. Hampir saja Nila ditabraknya, tapi dengan reflek yang baik, pemuda itu berhasil menghentikan laju tubuhnya menggunakan kaki.
Nila setengah mendongak, menatap seseorang yang sekarang menjulang di hadapannya dengan wajah manis yang indah. Kemudian, Nila mendapati pemuda itu tersenyum dan bergumam hai tanpa suara.
"Kamu! Ke sini cepetan! Siapa namanya?" Magenta menyentak. Si pemuda bergerak segera, lalu berbaris di belakang.
"Grey kak. Andhika Grey Wicaksana. Dari lokal 1 Athena."
Magenta manggut-manggut menanggapi. "Kenapa tadi sampai gak kena geledahan? Ngumpet?"
"Ehm, saya telat, Kok. Baru datang lima menit lalu terus di bawa kesini."
Wajah Magenta berkali lipa lebih tegang saat mengetahui alasan daei Grey sampai terkena hukuman. "Makanya jangan kebiasaan ngebo! Udah tahu jam enam sudah harus di sekolah malah datang jam setengah delapan. Kenapa gak sekian bolos aja?"
Wajah Grey mendadak berbinar. "Eh, emang bolehKah? Saya dari awal MOS emang pengen absen gak ikut."
Plak
Magenta memukul kepala Grey menggunakan enam belas tumpuk ID Card hasil menyita dari siswa yang melanggar. "Jawab terus! Kalau dikasih tahu itu didengerin, bukannya nyela kayak gini!"
"Hukumannya buat kalian bertujuh belas adalah bersihin kamar mandi utara! Sekarang dan jam setengah sepuluh udah harus balik ke lokal masing-masing!"
Seluruhnya serentak berlari ke arah kamar mandi yang dimaksud, sedangkan Grey dengan santai berlari Kecil di belakang dan Nila yang berlari memimpin di depan. Namun saat sampai pada belokkan, ketika sudah tidak berada di bawah pengawasan kakak pembimbing, Aruna, Rosa, Jingga dan Delima kompak menabrakkan diri pada Nila hingga gadis itu jatuh terduduk. Lalu dengan sengaja, Aruna menginjak telapak tangan Nila yang digunakan untuk menahan bobot tubuh sambil tertawa kesenangan. Anak laki-laki di belakang memandang iba, namun perasaan itu kalah dengan rasa kesal yang menyeruak tiba-tiba.
KAMU SEDANG MEMBACA
Elegi Rasa : Pergi
Ficção AdolescenteKadang menjadi begitu terlambat menyadari sesuatu akan membekaskan rasa sakit yang tak lekang oleh waktu. Saat cerita yang kelewat singkat dilalui menghantarkan pada sakit yang menghantui. Safir sudah merasakannya. Dua kali dalam hidup ia seperti di...