Dua Belas : Jangan Sakit

1.8K 83 0
                                    

Sore itu sedikit berbeda dari biasanya, belakangan keluarga ini terlihat sangat harmonis. Menghabiskan waktu sore hari dengan meminum teh hangat juga bersantai sembari bercerita tentang kegiatan hari ini. Jian yang merasakan perbedaan itu, mulanya ia pikir keluarganya sedang sibuk. Tapi setelah melihat kedua kakaknya berpapasan sembari membuang wajah rasanya ada yang tidak beres.

Lelaki itu lantas duduk di kursi taman yang teduh karena pohon ketapang yang sengaja Dhika tanam. Matanya menelisik dan menemukan Ariana tengah bersiap mengeluarkan teko andalan. Perempuan paruh baya itu juga menemukan keanehan, setelah berhari-hari mereka terasa sangat dekat, entah mengapa hari ini berbeda. Kembali jauh seperti nyaris tak tergapai.

"Kok sepi? Yang lain mana, ya?" Ariana bersuara ketika melihat Jian sibuk dengan teka teki silang di tangannya.

"Nggak tau, Ma." Lelaki itu menggeleng. "Dari tadi juga Jian nyariin, tumben banget rumah hening."

Ariana mengangguk dan kemudian menuangkan teh panas ke dalam cangkir untuk bisa mereka nikmati sore ini. "Mama mau panggilin mereka deh, udah Papa lagi dinas masa kita diem-dieman."

Wanita paruh baya itu sampai di depan kamar anak sulungnya. Ia menemukan pintu berwarna cokelat itu tertutup sempurna. Tangannya mengetuk dua kali sebelum suara dari dalam kamar membuatnya tersenyum.

"Iya, Ma." Arjuna mendekat ke arah pintu dan menemukan ibunya tengah tersenyum cerah padanya.

"Ke bawah yuk, minum teh dulu." Ariana mengajak Arjuna untuk turun, ia memperhatikan wajah Arjuna yang terlihat lesu.

"Nanti aja ya, Ma. Juna lagi belajar sebentar lagi ujian."

Ariana tersenyum kemudian mengelus puncak kepala Arjuna dengan sabar. "Jangan diforsir sayang, nanti kalau sakit kamu jadi rugi sendiri. Yuk istirahat sebentar, sudah ada Jian yang nunggu."

Anak laki-laki itu tidak pandai menolak permintaan ibunya. Sebenarnya ia pun muak untuk terus bercengkrama dengan buku, tetapi ketika Ariana menyebut nama Jian ada gejolak cemburu yang hadir di hati Arjuna. Lelaki itu hanya mengangguk dan memberikan segaris senyum.

Wanita yang tak lagi muda itu, kini melangkah ke kamar anak perempuan satu-satunya di rumah ini. Ia mengetuk pelan, kemudian terdengar decitan pintu yang dibuka. Menampilkan wajah cantik Kala yang saat ini tengah menggunakan masker wajah.

"Ke bawah yuk, Mama udah buat teh hangat loh." Ariana berucap kemudian mengelus puncak kepala Kala dengan sayang.

Anggukan Kala menjadi jawaban, kemudian gadis itu mengangkat tangan mengisyaratkan "sebentar" kemudian ia berlari masuk kamar dan mencuci wajahnya.

"Nah, gini kan enak." Jian berucap setelah melihat Kala dan Juna datang bersamaan dengan ibunya. Sore itu, entah kehangatan dari mana yang menelisik masuk ke area taman belakang rumah milik Dhika. Mereka kembali, seperti tidak ada apa-apa.

***

Satu-satunya hal yang mampu Kala lakukan saat ini adalah bernyanyi, ia tidak lagi pandai melakukan banyak kegiatan fisik. Bukan tidak mau, tetapi gadis itu lebih memilih untuk mengalah ketimbang harus bermusuhan lagi dengan Arjuna. Bekal makanan dan minuman sudah ia masukkan ke dalam tas, hari ini ia mulai akan berlatih bersama teman-temannya. Dengan berbagai masukkan, akhirnya tim kelas Kala tidak hanya mempersembahkan paduan suara, mereka akan tampil dengan acapella.

"Jangan kecapekan." Arjuna berkata sesaat sebelum tangan Kala mencapai pintu mobil.

"Iya, boss. Bisa diatur." Gadis itu sudah tertawa riang seperti tidak terjadi apapun kemarin.

Peresmian pembukaan pekan osis kali ini sedikit berbeda, karena disajikan tarian daerah sebagai pembuka. Melihat Arjuna yang sudah berkeliling sejak pagi membuat Kala sedikit merasa kasihan. Badannya yang kurus dan kecil itu kini terbalut jas hitam khas milik anggota osis. Keringat sudah bercucuran, Kala dengan sengaja memberikan satu botol air mineral dingin padanya.

"Jangan disini, panas," ucapnya saat menerima air dari Kala.

Gadis itu hanya mengangguk, tetapi tak jua mengindahkan apa yang Arjuna katakan. "Bentar, masih mau liat Kakak."

Lelaki itu tergelak. "Di rumah juga bisa puas liatin Kakak." Juna tersenyum senang. "Nanti kalau udah mau pulang kabarin ya, biar Kakak antar."

Kala menggeleng. "Naik ojol aja kalau Kak Juna masih sibuk."

"Nggak, Kakak anter. Atau nunggu Kakak."

Arjuna tidak ingin adiknya kesulitan, ia entah mengapa sudah merasa jika Kala adalah tanggung jawabnya. Gadis itu hanya berpasrah, karena melawan Arjuna adalah hal yang paling menyebalkan. "Yaudah, iya."

Setelah upacara pembukaan, banyak cabang perlombaan yang dimulai. Sebagian besar anggota paduan suara juga mengikuti lomba untuk mewakili kelas, sehingga hanya segelintir siswa yang melakukan persiapan. Termasuk Kala. Gadis itu sudah mulai menghapal lagu yang akan mereka nyanyikan.

"Kal, lo bisa nada tinggi yang ini nggak sih?" Anita yang sedari tadi mencoba akhirnya bertanya pada Kala.

"Gue coba deh." Lantunan suara merdu Kala memenuhi ruangan, ia pun tersenyum ketika melihat Anita bertepuk tangan mendengar suaranya.

"Ih parah sih, suara lo emang keren banget Kal."

Hari-hari menuju puncak acara dimana Kala harus menyanyi adalah hari yang menyenangkan bagi gadis itu. Latihan demi latihan sudah Kala ikuti, namun pagi ini ketika ia sudah berjanji untuk pergi ke sekolah membicarakan tentang kostum, kakinya terasa kaku. Ia menangis ketika merasakan tubuhnya yang sakit. Arjuna datang ketika mendengar suara gaduh dari kamar Kala.

"Astaga. Kamu kenapa?" Arjuna terlihat panik, tetapi ia dengan cepat membantu Kala untuk tetap tenang. Mengambil air mineral dan membantunya untuk minum. "Sebentar Kakak panggil Mama dulu." Tangan Kala mencengkeram lengan Arjuna, kemudian ia menggeleng. "Aku udah nggak apa-apa kak."

Kala tidak bohong mengenai kondisinya, tadi tiba-tiba saja kakinya kaku dan ia hanya mampu menangis, tetapi tak lama kakinya membaik dan hanya tersisa lemas. "Kalau gitu nggak usah sekolah hari ini."

Kala tidak setuju dengan saran yang diberikan oleh Arjuna. "Nggak, Kak. Kala mau sekolah."

Arjuna melihat adiknya yang bersikeras untuk sekolah memilih untuk mengalah. Ia mengambil setumpuk obat milik gadis itu dan membantunya untuk melangkah sedikit demi sedikit hingga dirasa kakinya tak lagi kaku.

"Kalau nggak kuat, nanti bilang sama Kakak ya."

Lagi Arjuna mengingatkan, sebelum ia melangkah keluar kamar Kala dan membiarkan gadis itu mengganti pakaian. Lelaki itu khawatir, tetapi melihat bagaimana Kala bersemangat, ia tak tega mematahkan semangat gadis itu lagi. Sebelum menutup pintu kamar Kala, Arjuna merapalkan doa untuk adiknya. "Jangan sakit."

07 Juni 2022

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

07 Juni 2022

Bitterfly ✔️ [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang