Senin pagi bukan suatu hal yang menyenangkan bagi sebagian orang. Hari dimana memulai kembali setiap pekerjaan setelah libur di hari Minggu. Kala menyambut Senin paginya dengan perasaan kurang menyenangkan. Seluruh badannya terasa sakit, beberapa persediannya membengkak. Ruam yang berada di badannya pun semakin terlihat mengenaskan.
"Gue kecapekan deh ini, sumpah badan sakit banget mau remuk." Racaunya sembari memperhatikan sebagian tubuhnya.
Waktu sudah menunjukkan pukul setengah enam pagi. Mau tidak mau Kala harus beranjak dari tempat tidur, ia harus bersiap untuk berangkat sekolah pagi ini.
Selesai bersiap, Kala sudah menemukan Juna, Jian beserta kedua orang tuanya duduk di meja makan. Papa membaca koran kemudian Mama menyiapkan sarapan, Juna dan Jian terlihat tengah membaca buku.
"Pagi...," ucap Kala setelah berada di sisi tempat duduknya.
"Pagi sayang," Dhika tersenyum, ia menemukan wajah kuyu putrinya kemudian sedikit mengernyit. "Kamu sakit?"
Kala mengernyitkan wajahnya. "Nggak kok, Pa. Baik-baik aja."
"Kemarin begadang?" Kali ini Ariana ikut menimpali sembari ia meletakkan beberapa helai roti ke atas piring semua orang yang ada di meja makan.
"Nggak kok, Ma. Kala kecapekan aja kayaknya, soalnya udah lama nggak pernah olahraga kan. Eh, kemarin diajak Diandra lari pagi."
Mama hanya mengangguk. "Kaget tu badan, makanya sering gerak." Juna ikut berkomentar. Kemudian Kala melirik ke arah Jian, lelaki itu masih setia dengan buku bacaannya tidak berminat untuk melengkapi pembicaraan pagi ini.
Matanya menatap antusias roti selai cokelat yang berada di piringnya. "Selamat makan." Kala berucap sebelum menggigit rotinya.
***
Upacara dan terik matahari adalah perpaduan sempurna. Belum mulai saja, keringat sudah mulai bercucuran. Kala yang berada di barisan kedua merasa sinar matahari benar-benar menyengat kulitnya.
Pemimpin upacara sudah mengistirahatkan barisan, artinya saat ini komandan upacara tengah memberikan pidato. Kala hanya menunduk, kepalanya terasa sangat pusing terlebih ketika matahari benar-benar terasa di atas kepalanya. Tapi gadis itu berhasil untuk tidak tumbang selama upacara berjalan.
"Kal, lo demam? Muka lo merah banget, pucat juga." Diandra dengan cepat mensejajari Kala yang sudah melangkah pergi dari lapangan.
"Gue nggak apa-apa. Cuma pusing, dikit." Kala tidak berbohong ketika ia mengatakan jika kepalanya terasa pusing. Bahkan kini, ia melihat Diandra yang berada di depannya ada dua. "Gue mau duduk dulu, Di."
Cepat-cepat Diandra membantu Kala untuk menemukan tempat duduk. Setelah berhasil duduk, Kala memejamkan kedua matanya. Keringat dingin bercucuran pada pelipis dan sebagian tubuh Kala. Napasnya tersengal, seperti orang kelelahan.
"Kenapa?" Omar dan Chandra yang kebetulan lewat melihat Kala yang tengah kewalahan.
"Beliin minum, tolong." Diandra berucap panik, Omar lantas dengan sigap berlari menuju kantin.
"Ke UKS aja ya, gue bantuin."
Kala menggeleng, ia tidak bisa bersuara karena tenggorokannya terasa begitu kering. Beruntung, Omar datang membawa sekantong air mineral serta beberapa permen di dalamnya.
"Minum dulu," ucap Omar setelah membuka tutup botol air mineralnya.
Setelah beberapa tegukan, Kala merasa lebih baik walaupun pening di kepalanya tidak berkurang sedikit pun. "Makasih ya, ayo ke kelas nanti kita telat masuknya."
"Iya sama-sama, lo belum sarapan?" Tanya Chandra kemudian.
Kala menggeleng. "Gue sarapan tadi, mungkin kecapekan deh."
"Lo begadang kali, Kal. Darah rendah lo kumat?" Omar ikut menimpali, sembari berjalan di belakang Kala dan Diandra.
"Mungkin ya, gue tapi nggak begadang. Cuma yaudah gapapa, nanti juga mendingan."
"Kalau masih sakit, mau ke UKS bilang aja nanti kita antar." ucap Diandra yang masih setia menggandeng Kala.
"Ya kali, mau ke UKS kayak mau konvoi. Hehe."
Ekor mata Kala menangkap sosok lelaki yang ia begitu kenali tengah berdiri di depan ruang kelasnya. Matanya sarat akan kekhawatiran.
Sesampainya di kelas, belum ada guru yang datang. Mata pelajaran pertama adalah Bahasa Indonesia, Kala sempat melirik ponselnya yang bergetar, ada sebuah pesan yang masuk dalam ponselnya.
Juna
Lo kenapa?Kala
Gue gpp kok kakJuna
Ok, kalau sakit bilangKala
Iya kakJuna
Pulang sama gueDemi apapun, gadis itu merasa bahagia. Walaupun kepalanya seperti berdentam keras, tetapi perasaan bahagia karena perhatian juna membuat ia lebih baik dari sebelumnya.
***
Pulang sekolah biasanya Kala akan mencari ojek online, tapi berbeda dengan hari ini. Arjuna, akhirnya ingin pulang dengannya. Tubuhnya masih luar biasa sakit, kepalanya juga masih terasa pusing. Tapi Kala begitu semangat menunggu kakaknya untuk pulang bersama. Matahari sore masih terik, seragamnya sudah basah karena keringat dingin yang lagi-lagi keluar dari tubuhnya. Kala mencari tempat duduk, jujur saja ia merasa lebih lemas daripada pagi tadi.
"Ayo pulang," Juna sudah berada di depannya. Kala bahkan tidak sadar jika mobil milik Juna sudah berada di depannya.
Gadis itu hanya mampu mengangguk, ia nyaris terjatuh jika saja Juna tidak membantu untuk memegangi tubuhnya yang terasa lemas.
"Kita berobat dulu, ya," ucap Juna setelah memasang seatbelt pada Kala.
"Pulang aja kak, mungkin aku kurang istirahat."
Juna tidak banyak bicara, di sakunya berkali-kali terasa jika ponselnya bergetar. Namun, ia merasa harus melakukan ini. Bagaimana pun Kala adalah adiknya, ia tidak bisa mengabaikan perempuan yang sudah berbagi ibu dengannya selama lebih dari sepuluh tahun ini tersiksa. Wajahnya yang pucat dan sesekali mengernyit karena kepalanya yang pening, membuat rasa iba Juna muncul ke permukaan.
Belakangan, Juna sadar jika ia dan Kala itu sama. Tidak punya suatu keutuhan di rumahnya. Kala hanya memiliki Dhika dan Juna hanya memiliki Ariana. Terkadang, rumah bukan tempat penuh kehangatan bagi mereka. Ada rasa yang hilang, yang bahkan tidak bisa mereka jabarkan dengan kata-kata.
Kak Juna yang ngeliatin Kala waktu lewat di depan kelasnya
KAMU SEDANG MEMBACA
Bitterfly ✔️ [COMPLETED]
Novela JuvenilSatu tahun setelah ibunya meninggal, Kala harus menerima saudara serta ibu baru. Pada hari itu, ketika ayahnya mengucapkan janji suci, artinya ia kini sudah seharusnya menjalani hidup baru, untuknya maupun untuk Arjuna. Hidup Kala tidak semulus yang...