Delapan Belas : Mistake

1.2K 70 0
                                    

Satu bulan lamanya Kala menajalankan aksi diam-diam memakan junkfood. Ketika awal ia sering izin untuk menyendiri di perpustakaan tak membuat Diandra, Chandra bahkan Omar curiga. Ketiganya begitu tahu tabiat Kala yang suka membaca, terlebih belakangan ia memang suka menyendiri karena tidak bisa terlalu lelah. Tetapi dalam kurun waktu satu minggu, gadis itu selalu izin pergi ke perpustakaan dan kembali dengan wajah riang. Tiga kali seminggu, walaupun waktu yang tidak pasti lama kelamaan mengundang curiga antara sahabat itu.

"Ke perpus lagi hari ini?" Diandra yang lebih dulu membuka suara pada Kala yang sudah membereskan sebagian alat tulisnya yang berserakan.

Anggukan semangat Kala menjadi jawaban. "Baca apa sih? Lo jadi rajin banget kesana, gue mau ikut lah." Diandra tidak memberikan celah pada Kala untuk bisa mengganti topik.

"Gue ikutan dong," ucap Chandra sesaat setelah Diandra menutup mulut.

"Lah, sejak kapan kalian berdua suka masuk perpus?"

Selama ini, Diandra dan Chandra begitu anti dengan namanya perpustakaan. Selain keduanya tidak bisa diam mereka juga sangat anti berhadapan dengan buku-buku.

"Ya abis kepo aja sama lo, gue perhatiin sering banget ke perpus. Main lah sama kita-kita."

Gadis itu hanya mengangkat bahu. "Yah ntar kalau gue ikut main malah kenapa-kenapa. Lo pada tau kan, gue sekarang makin jarang kambuh. Gue jadi seneng banget. Makanya mungkin perubahan gue tuh salah satunya karena sering main di perpus."

Omar tiba-tiba saja bergabung, Kala sedikit gugup karena ada pemberitahuan jika driver ojek online sudah membawa pesanannya. Ia benar-benar takut temannya membaca notifikasi di ponselnya. Dengan langkah cepat, Kala memutus penghakiman dari temannya dan beralasan akan pergi ke perpustakaan setelah dari toilet.

"Makasih, Pak." Diandra menerima satu bungkus burger tanpa keju kesukaannya. Ditambah satu gelas cola dan satu bungkus kentang goreng.

Aromanya yang menggugah selera membuat gadis itu menelan salivanya berkali-kali karena begitu tak tahan dengan godaan. Ia segera berlari menuju tempat persembunyiannya yang ternyata cukup aman.

Tak berselang lama setelah gigitan ketiga, Kala dikejutkan dengan Diandra yang sudah berdiri di hadapannya. Terlihat raut marah pada gadis itu. Chandra dan Omar pun ada di belakang tubuh Diandra, beberapa kali Omar mengelus pundak Diandra agar gadis itu lebih sabar.

"Gue nggak nyangka, lo bohongin kita demi makan makanan sampah itu!" ucap Diandra dengan penuh penekanan pada setiap katanya.

Tangannya bergerak cepat merampas burger dan membuangnya begitu saja. Omar dan Chandra bahkan diam saja, tidak membantu Kala maupun meredakan emosi Diandra. Ketiganya merasa heran pada gadis itu, sehingga diam-diam mereka pergi ke perpustakaan dan mengecek buku tamu. Pada pencarian pertama, wajah ketiganya seakan tidak percaya karena berulang kali mereka mencari tak menemukan nama Kala disana. Penjaga perpustakaan pun tidak pernah melihat Kala ketika mereka bertanya. Entah ini yang disebut hari sial bagi Kala, atau dewi fortuna memang tengah berpihak pada ketiga orang itu Chandra tidak sengaja melihat Kala membawa bungkus karton berwarna cokelat dan melewati perpustakaan begitu saja.

"Gu-gue bisa jelasin," Kala tergagap. Ia pun meruntuki betapa besar nafsunya untuk menyantap makanan ini.

"Nggak perlu. Lo tuh udah beda, nggak seharusnya lo ngerusak tubuh lo sendiri!" Diandra pergi begitu saja, setelah kembali menumpahkan satu gelas penuh cola yang belum sempat Kala minum.

"Gue kecewa sama lo, Kal." Chandra pun berujar demikian, ia lantas berlari mengejar Diandra yang kini tengah melampiaskan kekesalannya pada semua orang yang ia temui.

"Mar...," ucapnya melas pada satu orang yang sedari tadi hanya menatapnya.

"Gue ngerasa lo emang nggak butuh kita, sampai sebegininya Kal." Helaan napas Omar terdengar memburu ditengah keheningan yang tiba-tiba tercipta. "Sejak kapan?"

Tangan Kala sudah gemetar dan terasa dingin, ia menautkan jemarinya untuk sedikit memberi ketenangan. "Sejak gue sering bilang pergi ke perpus."

Omar membuang tatapannya ketika Kala menyelesaikan jawabannya. Raut lelaki itu cukup terbaca jika ia benar-benar kecewa. Gadis yang kini hanya mampu meninduk itu tiba-tiba saja mengeluarkan air mata, ia menangis meratapi kesalahannya.

"Gue harap lo bisa tahu kesalahan apa yang udah lo perbuat, Kal. Bohong kalau gue nggak kecewa, jadi biarin gue redam emosi ini."

Ia kemudian meninggalkan Kala yang tengah menangis, gadis itu mengumpulkan makanan yang sudah berhambur kemudian membuangnya ke tempat sampah. Matanya memerah dan air matanya seperti tanpa diperintah terus menerus keluar membasahi pipinya. Tak ingin membuat banyak pertanyaan, ia lantas pergi ke toilet untuk mencuci muka.

Bel panjang menandakan waktunya masuk kelas setelah istirahat, terlihat sekali bahwa Diandra, Omar dan Chandra mendiamkannya. Bahkan selama pelajaran berlangsung tak ada pembicaraan antara mereka. Kala sendiri menyadari bahwa kesalahannya cukup fatal, baik untuk kesehatannya maupun dalam kejujurannya dalam bersahabat. Beberapa kali gadis itu mencoba mengajak Diandra bicara, tetapi tak pernah digubris.

Waktu pulang pun tiba, percakapan hanya seputar kerja kelompok yang baru saja diberikan oleh guru kimia di pelajaran terakhir tadi. Mirisnya, walaupun Diandra adalah teman sebangku Kala gadis itu lebih memilih berkelompok dengan Tania, gadis pendiam yang duduk tepat di depannya. Omar dan Chandra pun memilih untuk mencari teman kelompok lain, alhasil Kala sendiri menawarkan dirinya untuk berkelompok dengan teman sekelas lainnya.

"Lo tumben banget Kal nggak bareng mereka?"

Wajar sekali pertanyaan seperti itu akhirnya terdengar, lagi pula selama di kelas mereka berempat seperti tidak bisa terpisah. Kala tidak menjawab dan hanya tersenyum. Ia tidak ingin membuat nama baik sahabatnya menjadi jelek karena kesalahannya sendiri.

***

Seminggu berjalan lambat dan semuanya tampak sangat berbeda bagi Kala. Setelah tiga hari yang lalu, insiden pemindahan tas membuat hampir seluruh siswa di kelas tercengang. Kala dan Diandra kini tidak lagi duduk bersama, Diandra masih menetap di tempatnya. Tetapi tidak bagi Kala, kini posisinya harus bertukar dengan Tania. Gadis itu tak banyak bertanya, hanya sedikit sedih karena perlakuan Diandra yang menurut Kala diluar batas. Akibatnya Kala stress dan beberapa kali nyaris pingsan ketika di rumah.

Pagi ini ia datang dengan wajah kuyu dan pucat, Arjuna yang bertugas mengantar Kala pagi ini pun dengan berat hati mengizinkan adiknya pergi sekolah karena gadis itu berkata ada ulangan harian serta presentasi kelompok. Jaket warna abu-abu itu terus memeluk tubuh Kala yang terlihat ringkih. Tak jarang gadis itu terbatuk dan berakhir menenggelamkan kepalanya pada lipatan tangan, berusaha meredam sakit kepala yang datang sejak ia bangun pagi tadi.

"Kala... lo kalau sakit pulang aja," ucap salah satu teman kelompoknya ketika mendapati suhu tubuh Kala yang meningkat.

"Gue nggak apa-apa. Emang cuma lemes aja."

Gadis itu mengeluarkan bekal, dan memakannya dengan cukup lambat. Tanpa menghabiskan isinya, ia memilih untuk meminum obatnya. Dosis yang ia sudah tambahkan karena tubuhnya sedang butuh lebih banyak obat.

"Kasihan ya, udah sakit eh dijauhin sahabatnya."

Celetukan itu berasal dari kelompok lain yang melihat Kala sering menyendiri, gadis itu pura-pura tidak mendengar dan memilih untuk diam. Walaupun bibirnya bergumam. "Iya kasihan, tapi ini salah gue sendiri."

12 Agustus 2022

Bitterfly ✔️ [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang