Arjuna mengajak Kala untuk berkeliling siang ini, rencananya pemuda itu akan memperlihatkan dimana ia tinggal selama menjadi mahasiswa. Bukan tanpa alasan jika Arjuna sering meninggalkannya belakangan, ia tengah mempersiapkan banyak hal sebelum masuk kuliah. Kos hingga barang-barang yang ia butuhkan sudah mulai dipenuhi. Arjuna sendiri ternyata rindu mengajak adik perempuannya ini untuk bercengkrama.
"Kamu kok makin kurus sih, padahal kakak cuma tinggal beberapa hari."
Kala hanya meringis, ia bingung harus menjawab bagaimana. Gadis itu memang merasa kehilangan banyak berat badannya. Bahkan lingkaran hitam di bawah matanya kini semakin terlihat, seiring wajahnya yang semakin tirus.
"Kakak jadi berat mau tinggalin kamu buat kuliah."
"Nggak! Kakak nggak boleh gitu, kuliah kan buat masa depan Kakak. Jangan setengah hati ya." Arjuna mengangguk setelah mendengar perkataan Kala. Gadis itu tersenyum, kemudian memusatkan kembali matanya ke arah depan. Ia memperhatikan akan kemana sebenarnya, tetapi tak kunjung juga gadis itu bertanya.
"Kamu nggak mau tau kita kemana?"
Kala terkikik, ia heran apakah Arjuna bisa membaca pikirannya. "Kakak kok tau sih aku lagi mikirin itu!"
Kini berganti Arjuna yang tertawa. "Kamu itu, mudah ditebak Kala."
Pemuda itu tak jua memberi tahu akan kemana, Kala pun memilih diam dan memperhatikan saja. Sepanjang perjalanan, Kala banyak menebak. Apakah ia akan diseret ke rumah sakit untuk cuci darah di hari Minggu ini? Hingga pikiran aneh yang muncul, mungkin saja Arjuna sudah bosan karena Kala terlalu sering sakit dan ia memutuskan untuk menjualnya.
"Kal! Udah sampai."
Studio foto. Sejenak Kala termenung, ia tidak tahu tujuan Arjuna mengajak gadis itu pergi ke tempat ini untuk apa. Namun, ketika pemuda itu mengeluarkan almamater yang ternyata menggantung di bagian belakang tempat duduknya. Matanya membesar dan berbinar, ia menyentuh logo yang berada di dada sebelah kiri almamater tersebut.
"Kak Juna keren banget."
Arjuna tersenyum, memamerkan deretan gigi putihnya yang rapi. "Kalau kamu nanti kangen sama kakak, jadi ayo foto dulu biar bisa dilihat."
Keduanya riang berfoto dengan Arjuna menggunakan almamater dan Kala yang tiba-tiba saja diberi kejutan apron beserta topi chef yang terukir namanya disana. Mata Kala berkaca-kaca, sungguh ia terharu. Seolah tidak mati gaya, keduanya terus bergaya di depan kamera.
Setelah tiga puluh menit, akhirnya mereka keluar. Kala lupa jika ia tadi pagi merasa kurang sehat, setelah Arjuna mengajaknya berfoto rasanya seluruh badan Kala menjadi kembali bugar. Senyum tidak lepas dari wajahnya.
"Kakak sudah tepati pakai almamater, kamu juga harus tepati janji ya. Sembuh Kala!"
Gadis itu mengangguk, ia tersenyum lebar. Begitu senang hingga memeluk paper bag berisi apron dan topi itu dengan erat.
"Oke, kakak masih punya kejutan. Kamu laper nggak?"
Kala menggeleng, ia terlalu gembira hingga tidak lagi merasa lapar. "Ayo apa lagi kak!"
Arjuna terkekeh, kemudian mengusap pelan puncak kepala Kala. Pemuda itu menjalankan mobilnya dengan santai, ia membiarkan Kala yang tengah tersenyum senang. Sulit bagi Arjuna untuk meninggalkan Kala karena ia sudah merasa sayang pada adik tirinya ini.
"IH INI KAMPUS KAK JUNA!"
Kala begitu antusias hingga ia berteriak di dalam mobil. Matanya seperti dimanjakan oleh banyak pohon di sepanjang jalan. Sejak melewati gerbang, Kala bahkan tidak melepaskan pandangannya.
"Ayo, kakak mau ajak keliling."
Pemuda itu mengulurkan tangan, kemudian disambut oleh Kala. Ia berhenti tepat di fakultas kedokteran, mengajak Kala seledar melihat tempat ia akan belajar selama empat tahun.
Selama berkeliling, Kala tak mengucapkan apa pun selain ia takjub. Entah apa yang ada di pikiran gadis itu, rasanya setiap langkah ini seperti mimpi. Arjuna sudah berhasil menentukan pilihan hidupnya, walau ia terjatuh Kala selalu melihat pemuda itu bangkit untuk menjadi lebih kuat dari sebelumnya. Bukannya Kala tidak termotivasi, hanya saja setiap ia mulai bersemangat ada saja halangan yang hadir.
"Kakak keren banget."
Arjuna menatap Kala, kemudian mengusap lagi puncak kepalanya. "Kamu juga, sudah sejauh ini. Kamu nggak kalah keren."
Deretan gigi rapi milik Kala terlihat setelah Arjuna memujinya. Ia hanya menikmati setiap waktu bersama Arjuna sebelum pemuda itu tak lagi memiliki banyak waktu luang untuknya.
***
Sebenarnya Kala sedih saat mobil yang dikendarai Arjuna sampai di halaman rumahnya. Ia merasa perjalanan hari ini masih kurang, Kala belum puas menghabiskan waktu bersama pemuda itu.
"Jangan cemberut dong, kapan-kapan kita jalan lagi."
Gadis itu tidak lagi tersenyum atas perkataan Arjuna. "Aku sedih banget, Kak Juna harus banget mulai kos besok?"
Anggukan Juna terlihat ragu, ia pun berat meninggalkan Kala saat keadaan keluarganya tidak membaik sedikit pun.
"Aku kira... masih ada waktu jalan-jalan begini lagi." Senyum Kala terbit, hanya saja terlihat begitu terpaksa.
"Kita bisa jalan lagi waktu weekend."
"Jangan manja Kala, lagi pula Juna disana untuk kuliah." Ariana muncul setelah percakapan antara keduanya berhenti. Pasalnya mereka memang tengah berada di meja makan dan siap untuk melakukan makan malam.
Kala diam karena cukup tertohok dengan apa yang diucapkan Ariana. Ia kemudian memilih untuk mengaduk makanannya saja. Arjuna hanya menatap Kala yang menunduk. "Kal-"
"Jun, ayo dimakan. Nanti Mama bakal sering kirim makanan ya biar kamu nggak lupa makan." Ariana dengan cepat memotong ucapan Arjuna, pemuda itu lantas tersenyum kemudian mengangguk. Kembali memperhatikan Kala yang masih setia mengaduk makanannya. "Kala, dimakan! Jangan cuma diaduk aja."
"Iya, Ma."
Malam itu ia lewati dengan menangis, Kala entah mengapa tidak mudah baginya merelakan Arjuna untuk pergi dari rumah. Gadis itu mengunci pintu walaupun sudah mendengar berulang kali Arjuna mengetuk, pemuda itu juga tak gentar untuk berhenti menelepon Kala.
Kala
Kak, udah ya. Aku mau tidur, agak capek. HeheArjuna
Pintunya nggak perlu dikunciGadis itu membiarkan pesan Arjuna hanya terbaca, ia tidak ingin membalasnya. Lelah menangis, Kala mengambil secarik kertas kemudian menuliskan perasaannya dalam untaian kata. Mungkin setelah Arjuna pergi dari rumah, Kala tak lagi punya teman untuk berbagi. Ia harus siap jika sewaktu-waktu Arjuna tidak lagi mengangkat teleponnya atau menanyai tentang kabar dirinya. Gadis itu hanya bersiap-siap, ia hanya belajar menumpahkan perasaannya jika sudah tak ada lagi tempat berkeluh kesah.
Kala
Aku nggak apa-apa kak
Kala cuma mau kak Juna bahagia, dan selalu sehat
Nggak apa-apa kalau nanti kak Juna sibuk dan lupa balas chat Kala.
Mulai sekarang, prioritasin kuliahnya ya kak.
Terima kasih buat semuanyaSetelah ia mengirimkan pesan dan menyimpan kembali secarik kertas yang sudah penuh tulisan itu, Kala beranjak dari tempat duduknya. Membuka kunci pintu, kemudian ia berjalan ke arah tempat tidur dan menenggelamkan kepalanya di bantal. "Gue nggak apa-apa. Jangan manja, Kala." Setelah ucapannya keluar dari bibir ranum tersebut, Kala terlelap. Gadis itu bahkan tidak sadar ketika Arjuna memasuki kamarnya dan memperhatikan dirinya yang tertidur. Arjuna mengelus pelan puncak kepala Kala dan pergi tanpa berkata-kata.
----
13 Januari 2023
KAMU SEDANG MEMBACA
Bitterfly ✔️ [COMPLETED]
Novela JuvenilSatu tahun setelah ibunya meninggal, Kala harus menerima saudara serta ibu baru. Pada hari itu, ketika ayahnya mengucapkan janji suci, artinya ia kini sudah seharusnya menjalani hidup baru, untuknya maupun untuk Arjuna. Hidup Kala tidak semulus yang...