Tiga Puluh Satu : Radiant

1K 70 6
                                    

"Kakak lihat catatanmu di kamar," ucap Arjuna yang sedang duduk di meja makan menunggu Kala menyiapkan makan malam. "Ayo kita ke pantai setelah kakak ujian ya?"

Kala mendelik ketika mendengar penuturan Arjuna. "Ih! Malu banget dibaca kak Juna. Tapi mau banget ke pantai!"

Arjuna tertawa setelah melihat Kala yang terkejut saat ia mengatakan bahwa sudah melihat catatannya. "Oh iya, ada kakak tambahin sesuatu. Kamu baca ya."

"Hmm." Kala mengangguk-angguk sembari menuangkan nasi goreng ke piring saji.

Satu porsi nasi goreng sederhana yang tersaji sungguh menggugah selera Arjuna. "Wangi banget, kakak tahu sih kamu suka masak tapi jarang banget nyobain."

Pemuda itu lantas menyuapkan satu sendok ke dalam mulutnya. Ia mengangguk-angguk menikmati rasa rempah yang menyebar di mulutnya. "Enak, nggak?" Kala mendekatkan wajahnya di depan Arjuna. Matanya mengedip kemudian kedua tangannya berada di pipi.

Uhuk!

Arjuna kaget bukan main karena adiknya bisa melakukan hal seperti itu. "Heh, kamu ngapain?" tanyanya setelah berhasil meredakan batuk dengan meminum segelas air.

"Kak gitu doang kaget! Emang efek orang cantik begitu, ya?"

Arjuna terkekeh melihat tingkah Kala. Perasaannya membaik, melihat adiknya kembali bersemangat membuat Arjuna melupakan rasa lelah yang memeluknya beberapa hari.

"Kenapa kamu nggak mau lanjutin cita-citamu jadi penari? Atau bangun sanggar?"

Kala terlihat berpikir, ia menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Kalau diliat dari keadaan aku sekarang sih udah nggak mungkin kak, capek dikit juga paling bikin susah. Jadi kalau maksa ke seni juga... impossible nggak sih?"

Arjuna menggeleng. "Kakak sih selalu yakin kalau kamu bisa, selama ini juga kamu selalu buktiin kalau kamu mampu. Tapi, kalau emang sekarang kamu udah nggak mau lagi ngelanjutin cita-cita yang lalu, kakak tetap dukung. Yang penting kamu tetap peduli sama diri sendiri."

Gadis itu mengangguk antusias sembari menyuapkan makanan ke dalam mulutnya. Sepertinya kesedihan Kala terserap habis hari ini, seakan gadis itu tak ingin mengeluarkan air mata lagi.

"Kalau kakak minta kamu begini terus, bisa?"

Lagi-lagi Kala mengangguk antusias, setelah ia membuka album foto siang tadi perasaan rindunya sedikit terobati. Sedari dulu, Kala sudah dibiasakan sendiri, harusnya ia tak perlu sesedih itu ketika tidak dipedulikan oleh keluarganya. Walaupun di lubuk hati Kala masih menyimpan keinginan yang besar agar pintu maaf terbuka untuknya, rasanya tidak adil ia selalu bersedih padahal sekarang ia tidak sendirian. Perjuangan Arjuna beberapa waktu belakang membuat Kala sadar, jika ia memang harus bersyukur dengan apa yang ia miliki saat ini.

"Makasih banyak karena kakak sudah temenin Kala selama ini." Gadis itu menghambur ke pelukan Arjuna, menghirup aroma maskulin dari saudara tirinya itu. "Kala tuh... mungkin jarang bersyukur ya kak, makanya selalu ngerasa kurang. Padahal ada kak Juna yang selalu ada buat Kala tapi nyari yang lain hehehe."

Mata Arjuna berair, hatinya tersentuh dengan ucapan Kala. Tidak menampik bahwa siapa orang yang berbesar hati ditinggalkan keluarga ketika sedang sakit? Bahkan Arjuna sendiri akan lebih semangat jika ada keluarga di sisinya. Ia mengusap lembut rambut Kala yang tidak terlihat lebat seperti dulu. "Kalau kamu emang berterima kasih sama kakak, kamu cuma perlu janji buat baik-baik aja. Kakak bakal turutin semua permintaan kamu."

Kala mengangguk di dalam pelukan erat Arjuna, air matanya menetes. Gadis itu dihantui ketakutan jika ia akan ingkar pada janjinya. Namun demi apapun Kala selalu ingin hidup bersama orang-orang yang menyayangi dan ia sayangi.

Bitterfly ✔️ [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang