Pria bersurai pirang itu menyeret langkahnya keluar dari lift apartment pribadinya untuk menuju pintu. Dua malam menginap di kantor akibat segunung pekerjaan yang tak pernah ada habisnya.
Tapi itu tidak masalah karena uang menduduki salah satu jajaran teratas prioritas hidupnya dan bekerja mati-matian adalah hal yang harus dia lakukan untuk itu meski rasanya sangat memuakan.
Keningnya menyerenyit kala dia membuka pintu dan mendapati sepatu wedges berwarna hitam yang tentu saja milik seorang perempuan berjajar bersisian dengan sepatu olahraga miliknya.
Seulas senyum tipis terpatri di bibirnya, dia melipat lengan kemejanya hingga siku seraya melangkah masuk. "Hinata."
Naruto memanggil nama satu-satunya orang selain dirinya yang memiliki kartu akses pada apartment ini.
Saat dia melangkah masuk ke bagian dalam apartment, dia mendapati perempuan itu ada di depan counter dapur sedang sibuk memasak sesuatu di atas kompor.
Naruto meletakan tas kerjanya di atas sofa dan menghampiri perempuan itu di dapur. "Sudah berapa lama kau mensabotase dapurku?"
Hinata tersenyum lembut tanpa menoleh, seakan enggan menunjukan wajahnya di depan pria itu yang pulang secara tiba-tiba. "mungkin dua jam."
Naruto mencuci tangannya di washtafel dapur sambil mengamati wajah perempuan yang kini berdiri tepat di sampingnya tersebut.
Pria itu tahu ada sesuatu yang salah kala dia mendapati suara lirih perempuan itu menjawab pertanyaannya tadi.
Hinata berdehem pelan karena tentu saja dia merasakan tatapan tajam pria itu mengarah padanya dan tak sekalipun dia berani mendongak untuk menatap wajah pria itu. "Aku menyiapkan steak untuk makan malam."
"Kau tahu aku pulang malam ini?" Naruto bertanya lembut pada perempuan itu.
Hinata mengangguk "Aku tahu." Dia telah bertanya pada resepsionis di kantor pria itu tadi sore.
"Tapi kau pasti tidak tahu kalau aku akan pulang secepat ini." Naruto tebak begitu karena dia tahu benar kebiasaan perempuan itu saat sedang kalut.
Hinata memejamkan mata sesaat sebelum akhirnya dia mendongak untuk menatap mata biru pria itu dan mengulas senyum penuh keterpaksaan. "Setidaknya aku harus menghapus air mata sebelum kau kembali."
Naruto mengusap sudut mata perempuan itu dengan lembut, menghapus jejak air mata yang nampak jelas di wajah cantik perempuan itu. "Ada apa?" Dia berujar pelan karena dia tahu Hinata masih merasa kalut, nampak jelas dari pandangan matanya yang sendu.
Hinata kembali menundukan pandangannya dan melepaskan tangan pria itu dari wajahnya.
Naruto memandangi perempuan itu dari ujung kaki jenjangnya hingga kepala, rasanya dia ingin mengumpat pada siapapun yang mengakibatkan perempuan itu menangis.
Ah, padahal Naruto sudah tahu benar siapa si brengsek itu.
"Duduklah di meja makan, aku siapkan makan malamnya." Hinata melepaskan tangan pria itu dari wajahnya dan memintanya segera duduk.
...
Ruang makan terasa begitu hening, hanya beberapa kali dentingan pisau dan garpu bersahutan di tengah makan malam itu.
"Jadi apa yang dia lakukan kali ini?" Naruto memotong daging steak di atas piringnya sambil bertanya.
"Dia berselingkuh." Hinata kini sudah mampu menguasai dirinya karena Naruto telah memberinya waktu untuk merasa tenang di separuh waktu makan malam mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sanity
FanfictionEven though we shouted out countless times, without it ever reaching one another but whenever you ask me again, how I feel, please remember my answer is you.