Naruto beranjak bangkit dari ranjang saat mendengar ponsel Hinata terus bergetar. Dia meraih ponsel itu yang tergeletak di atas nakas dan mendapati nama Toneri muncul di layar yang terus berkedip, menandakan sebuah panggilan masuk.
Pria itu menoleh ke sisi ranjang di sampingnya di mana Hinata tengah terlelap. Wanita itu nampak tak terusik sama sekali dengan getaran ponselnya. Dia nampak lelap dan tenang dengan wajah damai yang membuat Naruto tidak tega membangunkannya.
Lagipula pesan itu dari Toneri, sebenarnya apa yang diinginkan si brengsek itu pagi buta begini?
Naruto lalu mendapati getaran di ponsel itu berhenti, bergantikan sebuah pesan pop up yang berasal dari orang yang sama.
Lagi-lagi Naruto merasa seperti dirinya di tampar keras-keras.
Setelah berminggu-minggu Hinata menghabiskan waktu dengannya di sini, tidur dengannya, dan bersikap seolah mereka adalah pasangan kekasih, Naruto hari ini kembali tersadar bahwa Hinata bukan miliknya saat mendapati pesan berisi permintaan bertemu hari ini jam dua siang, dari seorang pria pada calon istrinya.
Naruto meletakan kembali ponsel itu di atas nakas tanpa membuka apa isinya lebih jauh. Dia lalu kembali berbaring di atas ranjang, merengkuh Hinata dalam dekapannya sambil mengamati wajah cantik wanita itu sampai puas.
Musim dingin akan segera berakhir, begitupula dengan kisah cintanya bersama Hinata. Penantian selama sembilan tahun, rasanya begitu tidak adil jika dirampas begitu saja dalam waktu sekejap mata.
...
Hinata termenung sambil mengaduk sup kentang di dalam panci. Toneri ternyata masih di Okinawa, dia mendapati pesan dari pria itu pagi tadi. Sungguh dia pikir Toneri sudah kembali ke Tokyo setelah menemuinya waktu itu.
Naruto menatap punggung Hinata yang tengah termenung menggenggam ponselnya di depan kompor. Dia tahu perempuan itu sudah membaca pesannya.
Pria bersurai pirang itu melangkah ke dapur dan berdiri di samping Hinata.
Hinata bergegas memasukan ponselnya ke dalam saku saat Naruto berdiri di sampingnya.
"Dia minta bertemu hm?" Naruto memasukan gelas-gelas bersih ke dalam laci. Dia bicara tanpa menatap Hinata.
Hinata tidak mengerti bagaimana Naruto bisa tahu tapi itu bukan masalah. Dirinya hanya tidak tahu harus bagaimana. "Dia ternyata masih di Okinawa, mungkin ada pekerjaan."
"Aku ingin melarangmu bertemu dengannya." Naruto berujar jujur "tapi aku yang adalah orang ke tiga di sini." Dia mendengkus pelan.
Hinata menundukan pandangan dan mematikan kompor yang tadi masi menyala. "Dia akan mencariku ke mansion kalau tidak membalas pesannya."
"Temui dia, kalau begitu." Naruto kini berdiri menghadap wanita itu dan berujar serius.
"Naruto." Hinata menatap mata pria itu dan mendapati sebuah amarah teredam di sana.
Naruto kemudian melangkah meninggalkan dapur. Melihat Hinata yang nampak ragu untuk menolak permintaan bertemu itu, membuatnya sedikit marah dan ya, dirinya sendiri telah menjadi egois sekarang. Dia ingin Hinata memihak pada dirinya, mengabaikan pria brengsek itu, dan meninggalkannya namun tentu saja semua jauh lebih rumit daripada itu.
...
Hinata duduk sambil menyesap teh di jajaran tengah kursi cafe. Matanya tertuju ke sudut cafe di mana Naruto juga duduk di sana bersama segelas hot espresso kesukaannya. Akhirnya pria itu mengantarnya ke tempat janji temunya dengan Toneri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sanity
FanfictionEven though we shouted out countless times, without it ever reaching one another but whenever you ask me again, how I feel, please remember my answer is you.