Pesawat itu mendarat di London tepat pukul sembilan malam setelah melalui lima belas jam perjalanan.
Hinata merasa mual selama perjalanan, namun untungnya crew kabin benar-benar membantunya.
Wanita itu menyeret sendiri kopernya sambil melangkah menuju gate keluar. Perasaannya sedikit gusar karena sebentar lagi dia akan bertemu dengan ayah dan ibu Naruto.
Hinata memang mengenal ayah dan ibu Naruto sejak lama, tepatnya sejak masa SMA karena pria itu sering kali mengajaknya bergabung dalam acara keluarganya seperti BBQ di akhir pekan, makan malam perayaan, dan lainnya.
Bagi Hinata ayah dan ibu Naruto adalah sosok sepasang suami-istri yang nampak sempurna meski mereka memiliki sifat yang berkebalikan, ayah yang begitu tenang dan ibu yang ceria.
Hinata pikir, Naruto sangat beruntung karena dia lahir di keluarga yang harmonis dan penuh kasih sayang, sangat bertolak belakang dengan dirinya.
Meski sudah mengenal mereka sejak lama, Hinata tetap merasa takut pada reaksi mereka soal kehamilannya. Apa mereka juga akan bereaksi sama seperti ayahnya?
"Hinata." Suara seorang wanita telah menyentak lamunan panjang Hinata soal kerisauannya perihal kehamilan.
Di sana berdiri sepasang orangtua dengan surai kontras yang sedikit mencolok. Itu Ayah dan Ibu Naruto sedang menunggunya.
Hinata tersenyum tipis, mereka nampak sehat.
Kushina melangkah ke arah Hinata dan memeluk anak itu dengan erat karena luka itu nampak jelas di wajah cantiknya. Sekuat apapun dia memaksakan sebuah senyuman, mata amethystnya tak bisa bohong.
Hinata membalas pelukan erat itu. Pelukan yang masih sama rasanya seperti dulu, hangat dan menenangkan. Rasanya seperti dipeluk lagi oleh sosok ibu.
"Tidak apa-apa." Kushina menenangkan Hinata yang tiba-tiba saja menangis di pelukannya.
"Maafkan aku." Hinata rasa, hal yang harus dia katakan pada Ibu Naruto adalah permintaan maaf setelah memberi banyak kesulitan untuk pria itu di Jepang.
Minato hanya menghela napas berat dan menepuk punggung Hinata. "Ayo pulang ke rumah." Dia lalu mengambil alih koper besar berwarna hitam yang terabaikan keberadaannya setelah pertemuan penuh haru dua wanita bersurai kontras itu.
...
Rumah dua lantai dengan nuansa putih dan bata merah itu berdiri kokoh di belakang kebun apel yang cukup luas di sudut kota London. Tipikal rumah gaya eropa yang sangat indah. Foto keluarga serta lukisan terpanjang di dinding rumah. Di ruang tengah terdapat perapian besar, mengingatkan Hinata dengan rumah keluarga Uzumaki di Okinawa.
Kushina membuka salah satu pintu kamar di lantai dua dan mempersilakan Hinata untuk masuk. "Ini kamar Naruto, kau bisa menggunakannya."
Hinata melangkah masuk dan mengedarkan pandangan ke sekeliling. Dinding kamar bercat putih dengan ranjang besar diselimuti sprei hitam yang nampak elegan.
Semua hal di rumah ini sepertinya memang dibuat secara klasik.
"Naruto sebenarnya jarang ada di sini, karena saat dia melanjutkan magister di Inggris, dia tinggal di apartment di Manchester." Kushina lalu duduk di tepi ranjang besar itu dan menepuk tempat di sampingnya. Mengisyaratkan Hinata untuk duduk di sampingnya.
Hinata merasa begitu malu untuk bisa duduk di samping Ibu Naruto dengan keadaan seperti ini.
"Naruto sudah beritahu semuanya." Kushina mengusap pangkuan Hinata dengan lembut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sanity
FanfictionEven though we shouted out countless times, without it ever reaching one another but whenever you ask me again, how I feel, please remember my answer is you.