32

1.6K 297 4
                                    

"Ancaman hukuman penjara selama dua belas tahun." Iruka berujar penuh simpatik pada istri Naruto. Wanita itu nampak shock setelah mendengar semua perkembangan kasusnya.

Hinata benar-benar terkejut mendengar tuntutannya begitu berat. "Apa ayahku masih ditahan di kantor polisi?"

"Ya, selama penyidikan, dia ada di sana." Iruka telah mengikuti kasus ini sejak lama meski dirinya tak jadi kuasa hukum dari para tersangka.

"Apa aku bisa menemuinya?" Tanya Hinata dengan pandangan yang penuh harap.

"Saat ini belum, kejaksaan mengawal ketat kasus ini, semua tersangka tak diperkenankan menemui siapapun kecuali pengacara mereka sebagai juru bicara dan kuasa hukum." Iruka tahu benar, kasus korupsi ini benar-benar besar dan pemerintahan bertanggung jawab sepenuhnya mengawal kasus ini.

Naruto mengusap punggung istrinya dengan lembut. Wanita itu nampak tegang dan kalut sejak pembicaraan ini dimulai. "Tenanglah, sayang."

Hinata tentu saja tidak bisa tenang, mengetahui ayahnya ada dibalik jeruji besi.

"Bisakah kita menemui pengacaranya?" Naruto bertanya pada Iruka.

"Tentu saja." Iruka mengangguk "tapi demi keamanan, temuilah dia secara pribadi, secara tertutup. Agar tak menuai praduga lainnya, bagaimanapun Hinata adalah putri Hiashi." Iruka memberikan saran. "semua tersangka telah jadi musuh masyarakat sejak namanya diumumkan, tetaplah berhati-hati mengambil langkah.

Naruto bisa mengatur pertemuan itu melalui koneksi yang dirinya miliki. "Baiklah."

Hinata menyentuh kepalanya yang terasa berdenyut setelah mendengar semua berita buruk itu.

"Ayahmu akan dibebaskan asalkan dia dapat memberikan bukti konkret atas ketidaterlibatannya dalam kasus ini. Bagaimanapun juga tersangka utamanya tetaplah Hamura dan anggota keluarga Otsutsuki dan mereka semua sudah ditangkap." Iruka yakin hal ini, dilihat dari sudut pandang manapun, ini hanyalah jebakan.

...

"Selamat natal." Boruto melambaikan tangan ke arah Ayah dan Ibunya, meski terhalang layar kaca tablet, dia tetap berseru senang.

"Selamat natal, Bolt." Naruto terkekeh melihat putranya mengenakan kostum santa yang ukurannya begitu pas ditubuh.

Malam ini adalah malam natal dan putra mereka nampak bersukacita merayakannya di Inggris bersama kakek dan neneknya.

"Bolt makan ayam kalkun hari ini." Lapor anak itu sambil menunjuk arah meja makan kediaman kakek dan neneknya.

"Ayah dan Ibu juga akan makan kalkun malam ini." Naruto membawa ponselnya ke luar area balkon di mana istrinya berada.

"Lezat sekali." Anak itu tertawa pelan.

Naruto tersenyum tipis menatap anak itu. "Bicaralah dengan Ibu." Dia lalu memberikan ponselnya pada Hinata yang sedang termenung di balkon.

Hinata sedikit terkejut saat diberikan ponsel yang panggilan videonya tersambunh pada putranya. "Hey, Bolt."

Naruto mengusap punggung istrinya dengan lembut. Melihat wanita itu begitu muram membuatnya agak khawatir, maka dirinya menelepon putranya lebih awal agar anak itu bisa melipur lara di hati ibunya.

"Ibu, Bolt rindu sekali." Boruto mendekatkan tablet itu ke wajahnya untuk melihat Ibu secara jelas.

"Ibu juga sangat merindukan Bolt." Hinata menatap sendu, harusnya malam natal mereka lalui bersama-sama seperti tahun lalu. Namun dirinya harus ada di sini. "selamat natal ya."

"Selamat natal, Ibu." Boruto lalu meraih kartu ucapan di atas meja yang sejak tadi dirinya buat dibantu nenek. "Bolt membuat kartu ucapan untuk Ibu."

"Putra Ibu pintar menggambar." Puji Hinata sambil menatap wajah menggemaskan anak itu yang memenuhi layar ponsel suaminya. "Terima kasih ya."

SanityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang