Naruto melangkah masuk ke ruang rawat istrinya di rumah sakit. Hari ini dirinya harus pergi ke kantor cabang di Tokyo untuk mengurus beberapa pekerjaan dan baru bisa kembali ke rumah sakit di sore hari.
Keadaan Hinata belum sepenuhnya membaik, tapi wanita itu sudah bisa beranjak dari ranjang.
Seperti saat membuka pintu ruang rawat itu, dia mendapati istrinya berdiri di depan jendela sedang menatap suasana sore kota Tokyo.
Naruto menghampiri wanita itu dan memeluknya dengan lembut. "Kau berdiri di sini sejak kapan?"
Hinata menoleh dan mendapati suaminya sudah kembali. "Baru saja."
"Bagaimana kondisimu hari ini?" Naruto mengecup pundak istrinya. Wanita itu masih mengenakan pakaian pasien dengan jarum infus menancap di punggung tangan kanannya.
"Cukup baik, Dokter memberitahuku jenis kelamin bayinya." Hinata merogoh saku pakaiannya dan mengambil dua lembar foto hasil USG hari ini.
Naruto meraihnya "jadi kita akan punya bayi laki-laki atau perempuan?"
"Bayi perempuan." Hinata tidak tahu apa suaminya akan senang atau tidak sebab di dalam kepalanya, beberapa orang tidak terlalu senang saat memiliki bayi perempuan.
Naruto tersenyum simpul "benarkah?"
Hinata mengangguk "katanya itu terlihat jelas."
"Perfect." Naruto tak berekspetasi apapun namun jika bayinya perempuan maka dirinya akan merasa begitu lengkap dengan dua anak dan formasi keluarga sempurna.
"Apa kau senang?" Hinata bertanya dengan nada suara yang pelan. Dirinya menyentuh jemari suaminya yang kini bertumpu di atas perutnya.
"Sangat, dia pasti akan cantik seperti ibunya." Naruto mengusap kepala Hinata.
Hinata melepaskan rengkuhan pria itu dan membalikan tubuh untuk memeluk suaminya.
Naruto mengecup kepala istrinya dan balas memeluk wanita itu. "jaga dirimu dan bayinya, jangan sampai jatuh sakit lagi."
Hinata mengangguk "maafkan aku." Dia tahu pria itu sangat khawatir padanya dan tentu juga pada putrinya.
...
Boruto sibuk mengganggu ikan-ikan yang sudah berhasil ditangkap kakekanya. Dia berjongkok di depan ember aluminum besar berisi ikan sambil mencubit ikan-ikan gendut di dalamnya.
"Apa sebenarnya maksud kedatanganmu membawa anak itu?" Hiashi bahkan tidak tahu siapa nama anak itu.
"Kau tidak ingin mengenal cucumu?" Minato tersenyum simpul penuh arti.
"Cucu?" Hiashi mendecak pelan tanpa mengatakan sepatah kata.
"Ah, kau bahkan tidak senang akan kelahirannya." Minato nyaris lupa cerita Naruto dulu.
"Jika kau tak memiliki urusan penting, tak perlu datang padaku dan bicara omong kosong." Hiashi berujar dingin.
"Kau masih kaku seperti dulu. Pantas Hamura memerasmu habis-habisan." Minato melemparkan kembali kail pancingnya ke dalam air.
Mereka duduk bersampingan di dermaga sedangkan Bolt sibuk bermain dengan ikan-ikannya.
...
"Kita ada di pertemuan malam itu." Minato kini memulai pembicaraan. "Hari kematian adikmu sekaligus awal dari semua kekacauan ini, pasti kau ingat segalanya."
Hiashi hanya menatap tajam ke arah Minato. Dari segelintir orang yang tahu perihal malam itu, Minato adalah salah satunya dan dirinya enggan sekali bicara soal hal itu lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sanity
FanfictionEven though we shouted out countless times, without it ever reaching one another but whenever you ask me again, how I feel, please remember my answer is you.