43

2.5K 296 14
                                    

Months Later

Daun kering di kebun apel mulai berguguran dari dahan, memenuhi tanah pekarangan kediaman keluarga Uzumaki.

Wanita bersurai indigo itu tengah duduk di kursi besi di kebun apel tersebut. Musim panas sudah nyaris berlalu bergantikan musim gugur, namun sejak dia kembali ke Inggris rasanya sudah tidak sama lagi.

Surai indigonya yang panjang tertiup angin semilir yang berembus ke arah Barat. Sebuah buku ada di pangkuannya, biasanya dia akan duduk di sini menunggu putranya pulang dari sekolah, namun hari ini anak itu akan pulang agak terlambat.

Sejak ayahnya meninggal dunia, Hinata telah melalui masa sulit yang cukup buruk. Kondisi kehamilannya yang begitu lemah, kondisi psikis yang sedikit terguncang, serta kesulitan diri sendiri untuk memahami serta menerima segala hal yang terjadi di hidupnya secara tiba-tiba.

Wanita itu mengusap perutnya dengan lembut kala mahkluk mungil di dalam perutnya mulai bergerak pelan. "Ibu, tidak menangis hari ini." Ujarnya pada putrinya.

Bayi itu berhenti menendang sekarang seolah mengerti apa yang ibunya ucapkan barusan.

Hinata kemudian menatap kebun apel di hadapannya. Daun-daunnya mulai berubah kering dan berguguran. Seperti duka di masa lalu yang akhirnya berguguran juga, meski perasaan hampa itu telah memberi rongga pada salah satu sudut hatinya.

Namun dia beruntung karena memiliki seseorang yang sudi untuk selalu berusaha memenuhi rongga itu kembali.

Tentu saja, seseorang itu adalah Naruto, suaminya.

Tepat setelah ayahnya meninggal dunia, pria itu selalu di sisinya, menemaninya melalui malam-malam panjang penuh air mata.

Rasanya terima kasih saja tidak pernah cukup dia berikan untuk pria itu, maka Hinata bersumpah pada dirinya sendiri akan melakukan hal yang sama untuk pria itu.

"Hinata." Suara baritone pria itu terdengar memanggilnya dengan lembut.

Hinata kemudian menoleh dan mendapati suaminya melangkah kemari menghampirinya.

"Kau bisa menunggu Bolt di dalam rumah." Naruto mengusap pangkuan istrinya dengan lembut.

Hinata tersenyum tipis "dia lebih senang kalau aku menunggunya di sini." Dirinya sendiri merasa senang tiap kali melihat senyum lebar putranya yang baru turun dari mobil jemputan sekolahnya, seolah tidak sabar ingin bertemu dengannya.

Naruto mengusap perut Hinata yang sudah membesar dengan usia kehamilan tepat sembilan bulan. "Setelah Bolt kembali, istirahatlah di kamar. Kita akan ke rumah sakit malam ini."

Hinata mengangguk. Justru karena itu, sore ini dia ingin memeluk putranya erat-erat, karena hari ini akan jadi hari terakhir anak itu menjadi anak tunggal, besok adiknya akan lahir ke dunia. "Aku ingin memeluknya dengan erat hari ini."

Yup, malam ini Hinata akan menjalani operasi caesar, sesuai dengan tanggal yang Naruto sudah pilihkan untuknya.

Naruto mengerti betapa emosionalnya seorang wanita di hari menjelang persalinan. Begitupula dengan putranya yang akan mendapati status baru sebagai seorang kakak.

"Hinata." Naruto menggenggam tangan istrinya, menautkan dengan lembut jemari mereka berdua.

"Ya?" Hinata menoleh dan menatap suaminya, semilir angin masih meniup surainya.

SanityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang