Naruto bukanlah tipikal pria brengsek yang pengecut, setelah melalui banyak hal bersama Hinata, dia tidak akan lari dan akan tetap datang ke hadapan ayah Hinata untuk menyampaikan tujuannya, meski tahu nanti akan ditolak.
Maka pria itu di sini hari ini, di depan mansion megah milik keluarga Hyuuga.
Dengan langkah pasti, Naruto melangkah turun dari mobil dan masuk melalui gerbang utama yang dia sebetulnya sudah hapal betul karena semasa SMA dulu dia sering datang kemari dan petugas keamanan yang berjaga mempersilakannya masuk sebagai tamu keluarga.
Entah ini kebetulan gila atau apa tapi saat dia melangkah masuk, dia mendapati Ayah Hinata sedang ada di bagian depan mansion, tengah bicara dengan seorang kepala pelayan di dekat kolam ikan.
"Selamat sore." Naruto memberi salam pada ayah Hinata dan membungkuk.
Hiashi menoleh dan mengerutkan kening saat mendapati seorang pria muda yang tidak asing di matanya. "Naruto?"
Tentu Hiashi ingat, anak itu adalah teman dekat putrinya sejak masa SMA. Tapi bukan itu yang membuatnya ingat dengan Naruto, namun ayahnya adalah Minato, diplomat dari Inggris yang sempat tinggal di Okinawa. "Apa kau mencari Hinata?"
"Aku mencarimu." Naruto beruuar sungguh-sungguh.
...
Di ruang luas yang biasa digunakan untuk menjamu tamu itu, kedua pria terpaut usia puluhan tahun duduk berseberangan dibatasi sebuah meja lesehan dengan teh hijau di atasnya.
"Ada apa ingin bertemu denganku?" Hiashi tak butuh basa-basi. Meski ini adalah hari liburnya dari tugas kedinasan, dia harus mengurus beberapa pekerjaan penting maka berbasa-basi bukan hal yang bisa dia lakukan sekarang.
Naruto menatap amethyst ayah Hinata dengan serius "aku kemari karena ingin mengatakan sesuatu."
Hiashi mengangguk "soal apa?" Dia tak merasa pernah memiliki urusan dengan pria muda yang tak begitu dia kenali tersebut.
"Aku ingin melamar Hinata." Naruto berujar tanpa keraguan. Karena ayah Hinata nampaknya enggan berbasa-basi dan membuang waktu untuk bicara dengannya maka dia akan menyampaikan tujuannya di awal.
Hiashi terkejut, dia mengerutkan kening dengan wajah bertanya-tanya "kau kemari untuk melamar putriku?"
Naruto tak menjawab dengan ya atau tidak melainkan "berikan aku kesempatan." Dia mungkin tak akan menerima jawaban pula, maka dia meminta sebuah kelonggaran untuk mencoba.
"Kesempatan untuk apa?" Hiashi sungguh tidak tahu kalau hari ini akan mendapati sebuah lamaran dari seorang pria muda untuk putrinya.
"Untuk bisa membuktikan bahwa aku juga layak bersama putrimu." Naruto lagi-lagi berujar yakin, tanpa pernah melepaskan pandangan matanya dari ayah Hinata.
"Begini, Naruto," Hiashi memijat kepalanya yang terasa pening untuk sesaat. "apa yang kau ucapkan tadi terdengar konyol karena pertama, ini terlalu tiba-tiba, dan yang ke dua, kau datang darimana hm?" Yang dia tahu, Hinata memang berteman dengan Naruto sejak lama, namun Hinata sudah menjalin hubungan serius dengan Toneri sejak perjodohan itu direncanakan. Lalu tiba-tiba datang sebuah lamaran dari Naruto membuatnya bertanya-tanya.
"Kupikir dirimu terlalu sibuk untuk berbasa-basi denganku, jadi kukatakan tujuanku sekarang." Naruto tetap pada intinya meski memang sebuah lamaran harusnya tak diberikan tiba-tiba begini.
"Aku memang tidak ingin berbasa-basi, tapi bukan seperti ini." Hiashi menggeleng sambil memejamkan mata.
Naruto menghela napas pelan "maafkan kelancanganku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sanity
FanfictionEven though we shouted out countless times, without it ever reaching one another but whenever you ask me again, how I feel, please remember my answer is you.