Hoseok lagi-lagi terdiam di kamarnya. Hyenbi dan ibunya sudah pulang seminggu yang lalu. Keadaan sudah membaik, tapi Hoseok masih betah di desanya. Ia urung untuk melanjutkan sekolahnya, memilih diam saja di rumah dan melakukan apapun sebisanya.
Ia tahu betapa tak tahu dirinya yang hilang begitu saja tanpa menemui Yoongi dan berterimakasih secara langsung. Bagaimanapun, Yoongi adalah orang berjasa untuk keberlangsungan hidup adiknya.
Hoseok dilanda kebingungan, ia tak ingin kembali tapi ia harus berterima kasih.
Hoseok menepis semuanya, lagipula dia sudah berterima kasih melalui Hanbin kan waktu itu. Ya, Hoseok sudah mengucapkan terima kasih.
Jari-jarinya mulai mengetik di laptop kesayangannya. Hoseok sudah menyelesaikan beberapa konflik di novelnya. Entahlah rasanya idenya terus mengalir deras setiap waktu.
Hoseok tak mau menyia-nyiakan idenya dan terus menulis seakan tengah dikejar tenggat waktu. Padahal tak ada satupun orang yang memaksa Hoseok untuk segera menyelesaikan novelnya.
Hoseok merasa bahwa ia harus segera menyelesaikan novel yang hampir rampung ini secepatnya. Tak boleh ada halangan apapun yang menghadangnya. Hoseok bertekad.
Senyum tulus terpatri di wajah Hoseok kala ia mulai mengedit narasi dan dialog yang dikiranya kurang pas. Hoseok ingin semuanya sempurna. Separuh jiwanya ia berikan pada novelnya kali ini. Sebenarnya bukan hanya novel ini yang dikerjakan penuh kesungguhan, tapi entahlah novel yang tengah dikerjakannya kini seperti memiliki tempat tersendiri di hati Hoseok.
Hoseok bahkan tak tahu apa novelnya akan laku dipasaran seperti novel sebelumnya atau tidak. Hoseok hanya meyakini bahwa jiwanya ada dalam novel kali ini dan berharap pembacanya akan menerima itu.
"Aaahhh" Hoseok menegakkan kepalanya, ia mimisan lagi.
Sudah tak aneh lagi rasanya tiba-tiba ia mimisan. Hoseok tertawa lirih, dulu ia begitu ketakutan saat ada darah tapi kini ia sudah terbiasa. Sebuah lelucon bagi hidup Hoseok.
Tak ambil pusing Hoseok biarkan saja darahnya mengalir. Toh tak akan ada orang yang datang tiba-tiba dan memergokinya, Hoseok sudah mengunci pintu kamarnya.
Akhir-akhir ini Hoseok selalu mengurung diri di kamar dan menguncinya. Bukan karena Hoseok mogok makan atau apapun, ia hanya tak ingin kondisinya diketahui ibunya dan Hyenbi.
Hoseok selalu bilang kalau dia tengah mengerjakan novelnya dan tak ingin diganggu, lagipula Hoseok selalu makan tepat waktu. Tak ada yang perlu dikhawatirkan.
"Apa aku akan mati kehabisan darah ya?" Tanya Hoseok pada dirinya sendiri.
.
.
.Namjoon dan Seokjin saling pandang dan diam sedari tadi. Tak ada satupun dari mereka yang memulai obrolan. Hingga Seokjin mendengus sebal.
"Jadi apa?" Tanya Seokjin jengah juga. Ia tak betah lama-lama berdiam diri.
"Ini soal liburan semester nanti" ujar Namjoon, Seokjin mendengus mendengarnya.
"Iya.. aku tahu" Seokjin tentu tak sebodoh itu untuk lupa apa alasan mereka berdua duduk saling berhadapan di cafe kali ini.
"Kau bisa bawa mobil?" Tanya Namjoon akhirnya.
"Bisa... Tapi aku tak punya mobil" Seokjin mengambil donat di depannya dan mencelupkannya ke susu coklat yang ia pesan.
"Aku... Aku punya mobil" Namjoon memberi informasi.
"Yasudah, kita pergi saja dengan mobilmu" ujar Seokjin tanpa ragu.
"Tapi aku tak bisa mengendarainya" pernyataan Namjoon membuat Seokjin berhenti mengunyah.
"Lalu?" Tanya Seokjin akhirnya. Ia masih belum paham dengan arah pembicaraan Namjoon.
"Kau yang bawa mobilku, hitung-hitung mengirit pengeluaran" ujar Namjoon, sudah jauh-jauh hari ia memikirkan ini sebenarnya.
"Tapi, mobilku tak akan cukup menampung semua orang" sambungnya. Seokjin tampak diam saja mendengarkan Namjoon.
"Lalu aku harus apa?" Seokjin juga bingung, masa iya ia harus mengeliminasi orang yang akan ikut ke rumah Hoseok.
"Apa tak ada lagi yang punya mobil?" tanya Seokjin, ia sepertinya sudah setuju mengenai ia yang harus mengemudi.
"Tapi bukankah sebelum itu aku harus tahu siapa saja yang akan ikut?" Tanya Seokjin lagi.
"Kau, Jimin, aku, Kak Yoongi, Jungkook dan Taehyung" Namjoon menghitung.
"Kalau semuanya ikut mobilku, satu orang diam di bagasi" ujar Namjoon enteng, Seokjin menggeleng.
"Kai dan Kyungsoo ingin ikut, selain itu mungkin Taemin dan Minho juga akan merengek bukan?" Tanya Seokjin, tentu ia tak akan melupakan orang-orang Yangs elalu ribut menanyakan Hoseok padanya.
"Ahhh... Benar juga" Namjoon manggut-manggut.
"Tapi tak ada orang yang punya mobil lagi selain kau kan? Mereka semua miskin" ujar Seokjin enteng, ia tentu tahu keadaan ekonomi teman-temannya terutama Jimin yang sering mengutang.
"Harapannya hanya ada pada penghuni kamarmu... Serius tak ada yang punya mobil?" Tanya Seokjin sedikit melihat Namjoon tak percaya.
"Aku kan punya" Namjoon menunjuk dirinya sendiri.
"Selain kau" Seokjin kesal juga lama-lama bicara dengan Namjoon.
"Kalau tak ada kita harus menyewa satu mobil" ujar Seokjin final.
"Aku akan tanyakan pada kak Yoongi nanti. Tapi benarkan kau mau memakai mobilku?" Tanya Namjoon lagi, mendengar itu Seokjin sebenarnya agak ragu. Tapi ia mengangguk saja dari pada uangnya berkurang banyak karena menyewa dua mobil.
"Tapi... Taehyung? Dia beneran bakal ikut?" Tanya Seokjin agak ragu.
"Aku dan Jungkook yang akan urus, bagaimanapun Taehyung harus meminta maaf pada Hoseok kan?" Seokjin mengangguk, ia setuju pada perkataan Namjoon. Bagaimanapun juga keduanya pernah berhubungan erat.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
✓Starlight (hopealone)
Fanfiction'Dia adalah seorang pria yang sangat bercahaya, bagaikan matahari di siang hari dan bulan di malam hari' Kerja kerasnya mengantarkan dia menuju sebuah kesuksesan gemilang dimata teman-temannya. Namun, semua orang tak pernah tau apa yang tengah ia pi...