"Tigapuluh delapan"

3.7K 364 11
                                    

"Tigapuluh delapan"










Haechan, kembali ke apartemen Jeno setelah Jeno menjelaskan kenapa dia membenci Appanya sampai-sampai tak ingin menemui Appa.

Loh, kalau Jeno benci Appanya truss Jeno dapet uang dari mana..??

Jeno, menggunakan tabungan eommanya dan secara diam-diam Jeno juga seorang ceo dari perusahaan yang di dirinya eommanya, meski perusahaan itu tak sebesar milik Appanya setidaknya Jeno tak sampai kelaparan, dan karena Jeno masih sekolah, perusahaan itu kini masih di pegang orang kepercayaan eomma Jeno dan tentunya Jeno juga.

"Chan" panggil Jeno membuat langkah Haechan terhenti.

"Apa?"

"Uummm... mulai sekarang kau gak usah bersih-bersih lagi" ucap Jeno membuat Haechan mengerutkan dahinya.

"Maksudnya?"

Jeno, bingung cara ngomongnya ke Haechan, ya  Haechan bertahan di tempatnya kan karena hukuman dari dia, tapi setelah 2 bulan tinggal bersama Jeno ngerasa ingin milikin Haechan aja bukan jadiin Haechan babunya.

"Aih! kalau gak penting ntar aja ngomongnya tuh lihat apartemenmu udah kayak kapal pecah" ucap Haechan sebelum membalikkan badan dan mulai membereskan apartement.

Sedangkan Jeno hanya bisa tersenyum melihat Haechan yang mulai membereskan apartemen sambil mgedumel.

"Biar seperti ini dulu asal aku tetap bersamamu" batin Jeno sambil berjalan menuju kamarnya denga kedua tangannya masuk kedalam saki celana.

Srak! Brugh!

Mata Haechan melotot saat Jeno dengan sengaja menendang bak sampah hingga isinya berserakan di lantai.

"YAK! LEE JENO!!!" teriak Haechan membuat Jeno segera berlari sebelum sapu melayang.

- - -ooOoo- - -

"No" panggil Haechan menghentikan Jeno yang sedang memikmati makan malamnya.

"Hhmmm?"

"Kamu beneran gak mau nemuin Appamu?" tanya Haechan membuat Jeno memasang ekspresi datar.

"Kenapa bahas itu lagi sih? bukannya aku udah bilang sampai aku mati pun aku gak akan menemuinya" ucap Jeno dengan nada kesal dan penuh kebencian.

Haechan, yang mendendar itu menghela nafas dalam sebelum berkata, "kau tau, aku juga pernah membenci appaku, tapi aku menyesal sangat menyesal saat dia menghembuskan nafas terakhir yang membuatku tak bisa menemuinya lagi" ucap Haechan yang entah kenapa terlihat berusaha membuat Jeno mau menemui Appanya.

"Ya itu kau, aku gak! lagian masalah kita berbeda jadi jangan samakan aku dan dirimu" ucap Jeno.

"Kau benar, tapi apa salahnya kalau kau menemui Appamu dan bertanya yang sebenarnya terjadi"

Brak!

Jeno, menggebrak meja dan menatap Haechan tajam "Berheti membicarakannya dan sampai kapan pun aku gak akan pernah mau menemuinya"

Srak!

Jeno, menggeser kursi yang menghalangi jalannya setelah mengucapkan dengan tegas kalau dia benar-benar tak menemui Appanya lagi.

"STOP!"

Langkah Jeno terhenti dan terdengar decitan kaki kursi dan lantai yang bersentuhan yang artinya Haechan beranjak dari duduknya setelah berteriak.

"Kau pernah menyatakan kalau kau mencintaiku" ucap Haechan mulai berjalan mendekati Jeno yang berdiri mematung di ujung tangga.

"Jika kau benar mencintaiku apa kau akan melakukan apapapun yang ku minta?" lanjut Haechan setelah sampai di hadapan Jeno.

Jeno, tersenyum dan sedikit memiringkan kepalanya "Aku akan melakukan apapun yang kau minta kecuali menemui appaku, Ck! aku tak sebodoh itu Chan" ucap Jeno sambil mengusap lembut pipi Haechan sebelum akhirnya dia melanjutkan langkahnya menuju kamar meninggalkan Haechan yang hanya bisa menghela nafas.

"Aihhsss... si kampret susah banget si di bujuknya" gerutu Haechan dengan bibir manyun.

"Paman Lee aku pengen nyerah hhuuaaa" gumam Haechan lagi sambil menghentak-hentakkan kakinya berjalan kembali ke ruang makan untuk memberekanan meja yang masih berantakan.



- - -ooOoo- - -

Kangen aku gak...??? Gk ya..?? Ya udah deh aku ngilang lagi aja kalau gitu.

"100 Day's" {Nohyuck} || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang