21. pergi dari rumah

2.7K 299 47
                                    

Yowepettt
Jangan lupa Vote!

Eza. Pemuda itu terbaring lemas di kasur nya. Dengan jarum infus yang bertenger manis di lengan nya. Sudah dua jam ini dia tak sadarkan diri. Satria sudah menyuruh bunda dan juga ayah nya untuk membawa nya kerumah sakit. Tapi Ares menolak untuk itu.

"Yah, ini Eza gak bangun-bangun. Kenapa gak kita bawa aja kerumah sakit." Satria terlihat khawatir. Terlihat dari raut wajah nya yang menekuk.

Ares hanya menatap Eza malas, "Buat apa bang? Udah dipanggilin dokter Rey juga. Nanti juga sadar. Lagian kalo dibawa kerumah sakit, bakalan ribet. Mobil ayah ada di bengkel."

Mara menganguk, "Udah bang, Eza cuman Shock atas kematian Noval. Besok-besok juga udah baikan lagi. Mendingan Abang istirahat. Kemarin apa pesan dokter coba?"

Satria mengeleng, "Eza gak cuman shock Bun, Dia sakit. Tadi dia mimisan, banyak. Gak mau berhenti." Satria mengeleng, "Gimana Satria bisa istirahat, sedangkan Eza aja keadaan nya gak nentu kaya gini. Pokok nya Satria akan jagain Eza sampe dia sadar."

Mara berdecak sebal, "Udah lah bang! Mendingan kamu siap-siap, Nenek sama paman dan juga tante kamu mau dateng. Lebih baik kita ngurusin hidangan yang mau disajiin. Toh Eza juga merem, dia gak akan mati, cuman karena mimisan."

Ares menganguk, lalu mengandeng tangan putra sulung nya, diikuti oleh Mara. Lalu mengunci kamar Eza dari luar. Meninggalkan pemuda yang terbaring lemas yang mrmbutuhkan perhatian ekstra.

Sekitar setengah jam dari itu Mata legam dengan segala luka nya mulai terbuka, menatap lamat-lamat sekitar nya. Menyesuaikan insentitas cahaya yang masuk ke kornea mata nya.

Pusing di kepala nya mendera, membuat nya mengaduh tertahan. Melihat jarum infus yang terpasang apik dilengan nya. "Gue kenapa dah,"
Saat mata nya menatap lengan, tak sengaja dia melihat lebam yang cukup ketara diarea siku nya.

Dia meraba nya, tak sakit? Lalu dia memperhatikan tangan yang kiri nya, mata nya melotot tak percaya, ada dua lebam disana, dia pegang. Sama, tak sakit?
Eza mencoba mengingat hal apa yang dia lakukan sampai-sampai lebam itu hingap dilengan nya. Namun tak menemukan hal yang menyebabkan lebam itu.

Lebam itu terlihat masih baru, Eza mencoba men-positifkan pikiran nya. Lalu dia beranjak dari tidur nya untuk mendudukan diri. Dia membawa botol infus nya dengan tertatih. Kaki nya masih lemas, ditambah sesak yang menghimpit paru-paru  nya.

"Siapa yang kunci sih," Eza merutuki orang yang mengunci diri nya dikamar ini. Dengan kondisi seperti ini dia mukin saja mati?

Untung Eza sedikit cerdik, berjalan menuju laci ditarik nya knop itu lalu mengambil sesuatu didalam nya. Eza laki-laki dengan keterbatasan itu menghela nafas pelan. Untung nya dia selalu menyimpan kunci  cadangan untuk berjaga-jaga.

Akhir nya setelah berusaha kini dia dapat keluar dari kamar nya. Saat langkah kaki nya beranjak keluar, tawa renyah terdengar diruangan depan. Eza memperhatikan siapa kah mereka gerangan.

Mata nya menangkap Nenek Yasmin, paman Arga, tante Risa dan juga kakak sepupu nya, bang Ibra.
Mereka tertawa saat sesekali ada yang melempar candaan.

Eza merasa sangat ternistakan. Bagaimana bisa keluarga nya tertawa ria saat diri nya seperti ini? Bahkan ayah nya yang kemarin sore menyiksa nya habis-habisan tidak menanyakan kabar nya? Wajar kah?

Vlaeza Roman (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang