Jangan lupa vote dan komen
Pagi hari ini, mood Eza sangat bagus. Dia harus bersiap untuk menuju sekolah. Nanti, disekolah berlangsung acara lomba yang memang berada di sekolah nya.
Dia menuruni tangga dengan sangat cepat.
Mengoles roti dengan slai coklat, dan melipat nya menjadi dua. Dan memakan nya sambil berjalan. Satria di atas anak tangga pertama berdiri. Eza terhenti,
"Bang doain gue menang yak!"
Satria menganguk, mengacungkan jempol. "Semangat pokok nya!!!" Sahut nya tak kalah keras.
Eza tersenyum, dia tak sempat berpamitan kepada ayah dan bunda nya. Mereka lebih dulu pergi bekerja.
Keluar rumah dengan senyum sumringah, dan perasaan deg-degan. Campur. Mengeluarkan motor dengan perlahan, sepanjang jalan dia bersenandung, tapi terkadang mengigat materi yang sudah dia pelajari.
"Lapisan luar itu epidermis,"
"Kultur jaringan adalah membudidayakan suatu jaringan tanaman menjadi tanaman kecil yang mempunyai sifat seperti induk nya."
"Materi yang terkahir itu apa ya? Aduh kok gue jadi lupa,"
Eza memacu motor nya dengan semakin cepat, dengan tujuan dia dapat belajar sebentar untuk terakhir kali nya, sebelum lomba.
Beberapa menit terlewati, Eza berlari menuju ruangan lomba, hentakan sepatu bergema di koridor sekolah, Eza pikir dia berangkat paling pagi, tapi nyata nya tidak. Disini di lapangan sekolah, ada beberapa siswa maupun siswi dari sekolah lain.
Eza terhenti, menatap wajah mereka. Seketika rasa ragu itu menyelubung kedalam kalbu nya. Dia ragu, dia takut, dia tak yakin bisa memenangkan olimpiade, nenek nya bilang. Juara itu harus pertama.
Harus juara satu.
Jadi yang kesatu.
Bagaimana pun cara nya.
Puk, dia berjingkat. Tepukan pelan di pundak nya menyadarkan nya akan dunia ini. Pak Heru pelaku nya. Dia tersenyum, Eza tersadar dengan spontan mengyalimi pak Heru.
"Kenapa ngelamun di tengah koridor?"
Eza tersenyum menangapi nya, "Saya minder pak," lalu diakhiri dengan cengiran khas nya. Pak Heru menglus pucuk kepala nya. Lembut, membuat nya terbuai.
"Kenapa minder? Kamu hebat lo, kenapa harus minder, percaya aja sama kemampuan kamu. Buktiin kalo kamu juga bisa,"
Eza menunduk, "Saya takut gagal pak,"
Garis kening pak Heru bersatu, meninggalkan banyak nya tanya, tapi dia tersenyum, "Gagal gak papa, Za. Yang penting udah berusaha. Hasil itu bonus, proses itu bukti. Mau hasil nya seperti apa yang bapak lihat itu proses."
"Kalau hasil nya sempurna tapi dengan hal yang salah tetep aja, itu gak lebih dari pada sampah."
"Udah, sekarang kamu siapin diri," kata nya, "oh ya, kamu sudah makan belum? Di kantor ada snack untuk perserta."
Eza mengeleng, "Saya sudah makan pak, terima kasih bapak sudah mmeberi saya masukan, saya harus percaya diri. Bagaimana pun hasil saya, yang di nilai itu proses nya." Senyuman penuh semangat, hati terbakar api semangat. Eza kini dipenuhi dengan gemuruh api semangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vlaeza Roman (End)
General FictionSelamat datang hal baik :) Ombak pantai tak akan sangup menerpa kokoh nya karang, tapi air laut yang berdampingan mampu mengikis karang secara perlahan. Dan Mentari akan selalu jadi mentari tak dapat mengantikan peran nya bulan, begitupun dengan dir...