12. Ayah! Bunda! Gelap!

4.2K 289 31
                                    

Vote dan jangan lupa Follow

🐧🐧

Saat berada dikamar Eza, Noval terus menerus bertanya akan keadaan Satria. Membuat Eza muak mendengar nya.

"Kapan kita jenguk abang lo?"

Eza menatap tajam Noval, "Satria! Satria! Satria.. Terus! Muak gue denger nya! Apa-apa Satria! Bisa gak sih sebentar aja gak bahas dia! Gak bunda, gak ayah, gak Lo, Juga. Bahas nya Satria mulu!" Nada yang digunakan tersirat nada Kekecewaan.

Brakk

Eza melengang masuk kamar mandi untuk mengakhiri pembicaraan dengan Noval. Dan membanting pintu kamar mandi dengan kencang.

Noval terkejut, "Lah? Gue salah ya?" Tanya nya pada dirinya sendiri.

Dan, didalam kamar mandi Eza menangis, menatap pantulan diri nya di cermin. Ia menangis dengan mengigit bawah bibir nya agar isakan nya tak terdengar. Untuk meredam suara nya ia pun menyalakan kran air.

Sesak. Sesak yang mengisi dada nya, bukan karena penyakit nya, namun karena pemikiran nya. Hari ini banyak orang menyudut kan nya, membuat nya tertekan. Dituduh akan hal yang tak pernah ia perbuat. Terlebih lagi orang terdekat nya tak mempercayai nya.

"Hiks"

Tak mau berlama lama, ia membilas wajah nya yang sudah berderai air mata. Mengambil sabun pencuci muka dan mulai mengunakan nya untuk membuat wajah lebih fress.

Setelah selesai ia pun keluar dari kamar mandi, namun sejauh ia memandang, ia tak menemukan atensi Noval. Mungkin Noval sudah pulang, pikir nya.

~~°●°~~ 

"Mama"

Tubuh rapuh Ares langsung menerjang  mama nya, butuh rengkuhan untuk memperkuat jiwa yang tergoncang.

Dengan sigap Yasmin mendekap sang putra, dan berulang kali mengumakan kata penenang, "Satria pasti baik baik aja. Dia anak yang kuat, orang ayah nya aja kuat? Lebih baik kamu berdoa untuk kesembuhan nya."

Ares melepas pelukan nya. Mendongak, menatap wajah sang mama dan  menganguk. Kini saat nya ia berikan semangat kepada menantu nya.

"Satria, Ma.." Adu Mara lalu menangis dalam dekapan Yasmin.

Yasmin mengelus surai hitam Mara, "Shutt... udah tenang. Satria gak akan suka liat bunda nya yang cantik ini nangis."

"Kita liat Satria, didalam." Ajak nya lalu dianguki oleh kedua nya.

Saat masuk, bau obat obatan menyengat kini tercium di hidung mereka. Melihat remaja laki laki terbaring lemas di ranjang pesakitan. Membuat hati mereka mencelos. Memori akan tawa sang remaja menguap tanpa diminta.

"Abang" kata itu yang pertama terucap dari bibir Mara, menggapai jari jemari yang terkulai lemas. Mengusap nya dengan perlahan.

"Abang bangun dong, kata nya tadi pagi mau ada lomba? Abang kan udah siapin semua nya? Abang udah berharap banget sama lomba itu kan? Ayo dong bang, bangun." Rentetan kata itu terucap dengan air mata yang menyertai.

Vlaeza Roman (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang