33. Berjuang atau Menyerah

4.4K 383 36
                                    

Yowepeee
Jangan lupa vote dan komen!
Follow akun ini yaa

Semangkuk bubur diatas nakas menjadi saksi bisu nya kedua insan. Hawa dingin dari pendingin ruangan terkalahkan oleh aura mereka berdua. Eza dan Ares disana.

Cukup lama situasi ini terjadi.

Sampai tiba, dencitan kursi menjadi awalan sebelum beranjak nya Ares. Dalam benak Eza dia masih tak tau. Ares keluar dengan wajah sedih yang tertutup.

"A-ayah.."

Eza memangil.

Ares menoleh, alis nya terangkat. "Kenapa?" Eza kemudian mengeleng. "Eza kenapa?" Dia bertanya.

Ares hanya menampakan seulas senyum yang berarti, "Kamu gak kenapa-napa. Memang nya kenapa?" Ares yang tadi nya ingin beranjak pergi kini mulai duduk kembali.

"Badan Eza sakit semua,"

"Ini juga banyak lebam-lebam. Padahal kan gak kena apa-apa." Eza mengadu. Semua yang dia rasa ini sangat sakit. Tak terasa air mata kini mengisi dalam ruang bicara mereka.

Ares menunduk, tak kuat menahan air mata. Lalu mendongak dengan mata berkaca. Detik kemudian dia bersimpuh di lantai dekat brangkar Eza. Menangis sesegrukan dengan memukul-mukul lantai.

"Maafin ayah Eza, ayah banyak salah sama kamu."

"Ayah minta maaf."

Eza terkejut diatas brngkar. Air mata nya ikut menghiasi wajah pucat nya. "Ayah kenapa? Ayah gak ada salah kok sama Eza," kaki nya ingin menuruni brangkar. Namun tenaga nya yang belum pulih membuat nya terjerembab kelantai.

Selang infus terlepas, menghasilkan darah yang keluar. Eza mengabai kan rasa sakit nya itu. Dia mengapai wajah Ares. Dengan ibu jari yang bergetar dia mengusap air mata ayah nya.

"Ayah udah jadi ayah terbaik bagi aku,"

"Eza bakalan sedih kalau Ayah nangis kaya gini."

"Ayah jangan nangis dong,"

Manik mata kedua nya bertemu. Seperkian detik Eza merasakan sebuah kehangatan, begitupun Ares. Ares mendekap Eza. Erat, tak ingin lepas. Eza bahagia saat itu, setelah sekian lama.

"A-ayah, udah."

Bukan, bukan merasa tak nyaman ataupun apa. Tapi dia rasa dada nya sesak. Tangannya memukul dada nya erat. Wajah nya menahan sakit yang teramat.
Ares kalang kabut, memegang bahu Eza, "Kamu kenapa?" Dia bertanya.  Eza terbatuk kuat sampai ada gumpalan darah yang keluar.

Ares panik..

Walau dikata dia pimpinan perusahaan besar tapi entah mengapa saat ini dia seperti orang bodoh.

"Sesek yah,"

"Mana nak yang sesek?" Ares mengelus dada Eza, berharap rasa sakit nya berkurang.

Eza menangis, membuatnya bernafas tersengal
-sengal, hingga kesadaran nya terengut. Ares menekan tombol darurat di samping brangkar. Tak butuh waktu lama dokter dan juga suster datang dengan terburu-buru.

"Bapak dimohon keluar," Ares menolak. "Anak saya, itu.. sakit," suster menganguk. "Iya bapak, kami akan berusaha sekuat kami. Bapak keluar dulu," akhir nya Ares mengikuti intruksi yang suster arahkan.

Vlaeza Roman (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang