21: marah pada papa

47 26 6
                                    


[Selamat Membaca] 


Pagi ini, Wendy duduk di teras rumah dengan wajah pucat pasinya. Entah apa yang membuat Wendy tidak bisa tidur nyenyak semalaman, dia terus-terusan memikirkan waktunya dengan Taeil. 

Semakin hari, rasa rindunya terus bertumpuk dan membuat kesehariannya terganggu. Perempuan satu ini tidak bisa tenang bila Taeil tidak bersuara. 

"Yeoboseyo.." 

Suara serak yang khas itu mengulas kembali senyuman pada bibir Wendy, rasanya lama sekali tak mendengar suaranya. "Emm, baru bangun?"

"Enggak, aku belum tidur. Ada beberapa tugas yang belum kelar, nanti siang harus dikumpulin."

Hening sejenak. "Oh.. Kamu udah sarapan?" 

"Belum, setelah ini Sujin mau kesini bawa sup miso. Dia udah janji." 

Wendy sama sekali tidak menaruh kecurigaan pada Sujin maupun Taeil, dia yakin soal perasaan Taeil yang tidak akan mengecewakannya sedikit pun. 

Di telinga Wendy, Taeil terdengar sedang sibuk. Suara buku yang terbanting-banting itu mengganggunya, "kamu gapapa? Sehat kan?" 

"Hmm? Aku gapapa, sehat kok. Kamu gimana, pasti sehat kan Wen.." 

Wendy menundukkan kepalanya. "Hari ini kurang enak badan, terpaksa nggak ngantor dulu karena acara Fashion Week udah kelar. Kalo udah agak sehat, aku mau mulai packing buat ke Jepang."

Taeil mendongakkan kepalanya, tentu saja dia senang. "Beneran mau kesini?! Nggak lagi sibuk?"

"Nggak sibuk, aku kesana sekalian bawa Mas Inseong karena aku yakin kalo papa pasti nggak mengizinkan aku pergi sendiri."

"Iya gapapa, yang penting kamu sehatin dulu badannya. Baru nanti boleh kesini, vitaminnya diminum ya sayang.." 

...sa..sayang..?..?!

Wendy yang awalnya berwajah kusut, masam, dan tidak bersemangat pun berubah drastis setelah mendengar sebutan manis itu. "Udah jangan senyum-senyum gitu, nanti kesambet."

Sepertinya diseberang sana, Taeil tahu jika kekasihnya sedang tersenyum lebar. 

"Iya iya.. Ya sudah, aku mau mandi dulu. Harus ke dokter pagi ini," ucap Wendy. 

Sebetulnya dia tidak ingin mengakhiri obrolan ini, namun sudah terlanjur salah tingkah sehingga harus segera mengakhiri panggilan ini. "Okey, hati-hati ya."

Rupanya, Haenim berdiri diambang pintu mendengarkan obrolan anaknya. Beliau diam saja dan tidak tertarik dengan pembicaraan garing itu, "Taeil ya?" 

Secepat cahaya, Wendy menolehkan kepalanya. "Papah? Nguping ya.."Tanyanya. 

"Menurut kamu?" Haenim duduk di samping anaknya, "gimana keputusanmu?" 

Lagi-lagi suasana tegang ini hadir kembali, kedua alis Wendy mengernyit, "kamu pasti akan nurut sama papa kan?" Tanya Haenim. Dalam hatinya, Wendy menggerutu habis-habisan. Sungguh, kalau saja dia bisa jadi anak durhaka, sudah pasti Haenim dibuang ke sungai. 

"Kalau ini, aku nggak akan nurut. Karena ini semua adalah masalah hati dan yang punya hati itu adalah aku, papa nggak punya hak sama sekali. Papa gampang aja tinggal ngejodohin terus nikahin kami pake konsep mewah, terus selesai acara.. Apakah kami bahagia? Bukan papa yang ngejalanin hidupku, tapi aku sendiri." 

𝐧𝐨𝐭 𝐭𝐡𝐚𝐭 𝐞𝐚𝐬𝐲 - 𝐭𝐚𝐞𝐢𝐥 𝐱 𝐰𝐞𝐧𝐝𝐲 ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang