[S1] - 05 | Antara Cinta dan Benci

87 8 162
                                    

"Manusia itu memang rumit. Saat seseorang belum menikah, pasti akan diejek dan dijodohkan kesana-kemari seperti orang tidak laku. Lalu jika langsung hamil setelah menikah, akan dijadikan bahan omongan; katanya hamil duluan dan semacamnya. Bahkan jika belum juga punya anak setelah lebih dari setahun menikah, pun tetap salah dan jadi bahan ejekan juga. Lalu apa kabar dengan diriku yang ditinggal mempelai pria di pelaminan? Oh, Arzoo, mulai dari sekarang kau harus siapkan dirimu untuk semua jenis ejekan itu," oceh Arzoo di perjalanannya mencari Bibi Neetu.

Gadis itu geleng-geleng tak percaya ketika melihat mangsanya sedang enak-enakan makan setelah membuat Rhea menangis.

Arzoo bisa merasakan kekesalan kakaknya dalam hal ini. Hampir setiap hari, wanita tua bernama Neetu itu selalu saja menemukan bahan ejekan baru untuk Rhea, hanya karena kakaknya itu belum memiliki anak. Empat tahun ini mungkin tenang tanpa adanya gangguan penjahat, tetapi teror dari Penyihir Neetu itu masih ada.

"Hey!" Arzoo menggebrak meja tepat di dekat Bibi Neetu.

"Apa?"

"Ikut aku sekarang," titah Arzoo datar.

"Untuk apa ikut denganmu?"

"Dengar, aku mengajakmu baik-baik, jadi ikut saja atau perlu kuseret dulu?"

Bibi Neetu mendengus, tetapi akhirnya menurut.

"Katakan," Wanita itu bersedekap dada menunggu Arzoo bicara.

"Apa maksudmu bicara seperti itu tadi?"

Bibi Neetu mengernyit. "Bicara yang mana?"

"Tidak usah pura-pura pikun. Dengar, ya, seperti kakakku yang rela melakukan apa pun untukku, aku juga sama. Jika ada seseorang yang berani mengganggunya, maka aku tidak akan segan-segan melenyapkan orang itu," Arzoo sedikit berbisik di akhir kalimat.

"Gangguan yang mana? Dengar, ya, aku bicara soal fakta! Berapa tahun kakakmu itu menikah? Empat tahun! Dan kau lihat sendiri, dalam waktu selama itu, dia masih belum bisa menjadi seorang ibu! Jadi, apa yang kukatakan tadi benar, kan? Kakakmu itu memang tidak bisa menjadi seorang ibu!"

"Sudah selesai bicaranya? Apa sekarang aku boleh bicara juga?" tanya Arzoo datar.

"Ya, bicara saja."

"Kak Ishita sudah berapa tahun menikah sampai sekarang, ya? Emm ... ya! Sembilan tahun! Tapi ..., berapa usia anaknya sekarang? Tiga tahun! Tahu berapa hasil sembilan dikurangi tiga? Tidak tahu? Jawabannya adalah enam, yang mana itu berarti, setelah enam tahun menikah, putrimu itu juga baru bisa punya anak. Lalu, kau lupa kalau aku juga tahu soal Karan? Iya, Karan cucumu itu, putranya kak Ishita. Kau mau aku buka mulut dan memberi tahu segalanya pada kak Ishita?" Arzoo menaik-turunkan alis sambil memasang wajah ceria.

Bibi Neetu mendengus; wajahnya berubah masam.

"Mau, tidak? Pintu rumah sakit masih terbuka lebar, kak Ranveer juga masih kaya. Jika putrimu itu kembali seperti tiga tahun lalu ... pasti keren," bisik Arzoo sengaja.

"Jangan berani-berani mengatakan sesuatu pada Ishita. Katakan, apa maumu sekarang?"

Arzoo tersenyum penuh kemenangan. "Mudah saja. Kau hanya harus minta maaf pada kakakku, lalu pastikan mulut sialanmu itu tidak berulah lagi, atau kalau kau sampai melanggarnya ... maka jangan salahkan aku jika mulutku yang jujur ini mengoceh yang macam-macam di depan putrimu."

Wanita tua itu mendengus sekali lagi; menatap tak suka pada Arzoo. "Ya, ya, baiklah. Nanti aku minta maaf pada kakakmu. Tapi kau juga harus ingat, jangan berani bicara macam-macam di depan Ishita, ingat itu baik-baik!"

"Iya, iya, aku tidak akan lupa." Arzoo melenggang santai setelah selesai dengan acaranya mengancam wanita tua itu. Tujuannya sekarang adalah kamar Rhea; ia yakin kakaknya tengah berada di sana.

Our Impossible Love (COMPLETED) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang