[S1] - 23 | Dikecewakan Lagi

50 6 322
                                    

Arzoo meringis saat sosok itu menarik lakban di mulutnya lumayan kasar. "Maksudmu apa, hah?! Kau menculikku dari pesta, membekapku, menggendongku seperti karung padahal aku bukan karung, melakban mulutku, dan sekarang kau menariknya dengan kasar? Sialan kau, ya!" makinya.

Pria di hadapannya itu tak membalas omelan Arzoo. Ia malah melepas kacamata hitam dan masker yang menutupi wajahnya sejak tadi.

Arzoo mendesah panjang dan langsung kelihatan sedih. "Astaga, aku sangat merindukan Jai sampai-sampai aku melihat penculik ini sebagai Jai," lirihnya.

Pria itu berdecak gemas. "Aku memang Jai, Arzoo! Aku Jai!" ucapnya sambil menunjuk dirinya.

Arzoo malah berkedip-kedip polos. "Hah? Jai? Jai siapa?"

"Jai-mu! Jai siapa lagi?!" seru Jai gemas.

"Jai?"

"Iya, Arzoo. Aku Jai. Apa dalam 2 bulan kau sudah lupa wajahku?" tutur Jai sesabar mungkin.

Sekarang Arzoo berkaca-kaca. Dua detik selanjutnya, ia pukul pundak Jai lumayan keras. "Kau ke mana saja, ha?! Kau menghilang saat aku sakit dan mencarimu, dan sekarang kau malah jadi penculik? Apa sekarang ini profesi barumu selain tukang kabur? Ha?!" omelnya sambil terus mendorong-dorong pundak pria itu.

"Aku bisa jelaskan, Arzoo. Ayah Mahika saat itu menculikku, lalu aku disekap di ruang bawah tanah dengan penjagaan sangat ketat. Aku benar-benar tidak bisa datang, bukan karena tidak mau," jelas Jai langsung ke intinya sebelum disahut oleh Arzoo.

Sementara Arzoo sudah menangis. Di satu sisi dia senang, tapi di sisi lain dia marah. Jai kembali seperti yang diharapkannya, tetapi dengan ini dia takut Jai akan pergi lagi seperti yang sudah-sudah.

"Lalu sekarang apa maumu dengan menculikku? Pasti kau mau kabur lagi, kan? Kau mau meninggalkanku lagi, mematahkan hatiku lagi seperti biasanya, lalu membuatku sedih dan lupa cara tersenyum seperti dirimu. Jika kau datang hanya untuk pergi lagi, lebih baik tidak usah datang saja sekalian!"

"Arzoo," Jai memegangi kedua pundak Arzoo sembari menatapnya lekat. "Aku tahu caraku mungkin memang salah, tapi ... tidak ada cara lain selain ini. Iya, aku menculikmu karena ... aku ingin mengajakmu kabur. Kau mau, ya?" tuturnya lembut.

Arzoo melepas kasar tangan Jai dari pundaknya. "Tapi kenapa harus dengan cara menculik?! Tidak cukupkah kau jadi penjahat dan tukang kabur, ha?!"

Jai menghela napas panjang. "Kau ingat saat terakhir kali kita mau kabur? Aku mengajakmu kabur baik-baik, tapi kau malah mengoceh terus sampai akhirnya kita tertangkap. Dan bahkan saat kuculik pun, kau masih sempat-sempatnya mengoceh terus. Padahal ini kulakukan biar cepat, Arzoo."

Arzoo hanya diam, tetapi wajahnya menunjukkan bahwa gadis itu benar-benar kesal.

"Kita kabur, ya?" ajak Jai baik-baik.

"Tidak!" sentak Arzoo. "Dengar, Jai, kabur itu bukan solusi. Untuk menyelesaikan masalah, kita harus menghadapinya, bukannya kabur-kaburan. Masalah tidak akan selesai dengan kita kabur darinya, Jai," jelasnya baik-baik.

"Tapi ... hanya ini satu-satunya jalan agar kita bisa bersama, Zoo," lirih Jai.

"Sudah 2 bulan berlalu, jadi 3 bulan lagi aku dan Sonu cerai. Masa kau tidak bisa menunggu sampai selama itu?"

"Masalahnya bukan itu, masalahnya ... Ayahnya Mahika dan surat perjanjian yang sudah kutandatangani," papar Jai.

Arzoo tertawa. Bukan tawa bahagia tentunya. "Dua tahun, kan? Aku bisa menunggu sampai kontrak kerjamu itu selesai. Lagi pula dua tahun itu kan cuma sebentar, dan ya, aku mencintaimu, jadi dua tahun itu sama sekali bukan masalah."

Our Impossible Love (COMPLETED) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang