[S1] - 19 | Sebuah Pengorbanan

58 7 351
                                    

Arzoo tiba di tempat yang tertulis di kartu pemberian Ayah Mahika. Tempat yang berada di pojok dan menghadap langsung ke laut itu masih sepi. Pertanyaannya, di mana Ayah Mahika? Atau Mahika? Atau siapa pun orang yang ingin menemuinya?

Oke. Sambil menunggu, Arzoo akan duduk di kursi yang sudah disiapkan sembari memainkan ponsel. Heena bilang tadi, videonya memukul Mahika viral di media sosial. Arzoo jadi sangat penasaran untuk segera melihatnya.

"Arzoo ...."

Suara itu menghentikan jemari Arzoo yang baru mau menyambungkan Wi-Fi. Suaranya terdengar sangat akrab. Seperti ... Jai?

Arzoo lantas menoleh. Sosok yang saat ini berdiri tak jauh darinya, membuat udara di sekitarnya seperti memanas; pasokan oksigen yang tadi banyak-banyak saja, sekarang seolah menipis hingga membuat napas Arzoo sesak.

"Arzoo ... aku ingin menjelaskan---"

"Aku tidak butuh penjelasan apa-apa lagi darimu," potong Arzoo cepat. Sesak sekali rasanya mengatakan ini, karena bagaimanapun, dia juga masih menunggu kehadiran pria ini, dan ... sangat mencintainya juga.

"Arzoo," Jai mendekat, berjongkok di hadapan Arzoo sembari menggenggam tangan perempuan yang dia cintai itu. "Aku bisa menjelaskan semuanya. Semua ini ... semua ini sama sekali bukan kemauanku ...."

Arzoo memejamkan mata, berusaha tidak menangis, meski akhirnya itu semua gagal. Buliran-buliran bening mengalir dari kedua pelupuk matanya. Namun, ia berusaha tidak mengeluarkan isakan. Menangis dalam diam. Tanpa melihat ke arah Jai yang tepat berada di depannya.

"Aku tahu kau marah padaku .... Iya, ini semua salahku, Arzoo. Kau bisa memukulku, kau bisa menamparku, kau bisa memaki diriku, kau bisa melakukan apa pun yang kau mau, Arzoo. Tapi ... aku mohon padamu, maafkan aku. Aku bersalah, ini kesalahan terbesarku karena mematahkan hatimu. Kesalahan terbesarku karena meninggalkanmu. Kesalahan terbesarku karena ... membuatmu bersedih. Maafkan aku ...."

Arzoo menarik salah satu tangannya yang digenggam Jai, lalu mengusap kedua sudut matanya-masih tanpa menatap Jai. "Jika aku memaafkanmu ... apa itu semua akan mengembalikan semuanya seperti sedia kala? Tidak, Jai. Sama sekali tidak!"

"Memang benar, semua tidak akan kembali seperti sedia kala saat kau memaafkanku, tapi paling tidak ... kau tidak lagi marah padaku."

"Kalau begitu katakan, kenapa kau kabur di hari pernikahan kita? Kau selalu bilang padaku, kan? Aku adalah yang terpenting bagimu, lalu mengapa kau pergi meninggalkanku demi gadis itu?"

"Gadis itu ... tidak, Arzoo. Aku tidak meninggalkanmu untuk dia, dia itu---"

"Mahika. Kau bekerja sebagai bodyguard-nya, kan? Aku tahu," sahut Arzoo tersenyum kecut.

"Iya ... aku memang bekerja sebagai bodyguard-nya, tapi itu sama sekali bukan kemauanku." Jai menjeda ucapannya, meraup udara banyak-banyak untuk mengisi paru-parunya yang sesak.

"Orang tuaku ... mereka menelpon dan berkata bahwa mereka akan dilenyapkan jika aku tidak datang. Saat itu, aku sama sekali tidak punya pilihan lain, Arzoo. Bagaimanapun sifat mereka, mereka tetaplah orang tua kandungku. Aku harus ke sana dan ... aku juga takut terhadap ancaman bos mereka yang akan melukaimu. Aku benar-benar tidak bisa berbuat apa-apa, Arzoo ...."

"Jadi karena itu kau kabur?" tanya Arzoo seraya menatap Jai.

Pria itu mengangguk sangat pelan. Keadaan kini berbalik, Jai yang tidak berani memandang Arzoo.

Arzoo menarik napas dalam-dalam. "Jai, biar kuberi saran. Seharusnya, kau jangan langsung kabur, tapi beritahu aku dulu. Mungkin ... kita bisa batalkan pernikahannya secara baik-baik, kan? Jadi, aku tidak perlu dipermalukan di hadapan ratusan tamu, dan si Manusia Kadal Sonu itu, dia juga tidak perlu menjadi suami pengganti untukku."

Our Impossible Love (COMPLETED) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang