[S2] - 42 | Demi Arshika

74 7 309
                                    

Keributan tercipta gara-gara Arshika tak sadarkan diri. Zoya terus mengomel karena putranya dianggap tak becus menjaga calon menantu kesayangannya itu. Advait yang tengah mengobati Arshika hanya pasrah-pasrah dengan omelan Ibunya. Padahal sikunya juga terluka karena tertimpa tubuh Arshika tadi.

Arshia geleng-geleng menyaksikan itu. Hampir saja ia lupa dengan hal yang membuatnya sedih karena melihat 'drama keluarga' ini. Dia semakin yakin, Arshika adalah gadis paling beruntung karena memiliki mereka semua.

"Awas saja jika sampai calon menantuku kenapa-napa," ancam Zoya pada putranya.

"Sudahlah, Zoy. Aku yakin Advait tak bersalah, pasti Arshika yang berulah," bela Rhea pada Advait.

"Tidak, Rhea. Sebagai seorang pria, dia seharusnya bisa menjaga Arshika," Zoya masih ngotot menyalahkan putranya.

"Maafkan aku, Ibu, maaf. Iya, aku yang salah," ucap Advait lagi, berharap setelah ini Ibunya akan berhenti menyalahkannya.

"Jangan hanya minta maaf. Jaga Arshika sampai dia sadar," perintah Zoya. Advait mengangguk-angguk saja.

"Kenapa Karan belum kembali, ya? Arhaan juga ke mana?" resah Ishita sebab putranya belum juga kembali, padahal tadi pergi bersama Abhram.

"Kita cari sama-sama saja, sekalian mencari Arhaan," ujar Rohan.

"Baiklah, kita para pria pergi mencari Arhaan. Advait, kau di rumah saja menjaga para wanita," sambung Rajveer, detik selanjutnya mereka pergi bersama-sama.

Arshia masih berdiri mematung menyaksikan segalanya ketika Rhea beranjak menghampirinya. "Sayang, kau istirahat, ya? Kau pasti juga sangat lelah," tutur Rhea lembut. "Ayo, Bibi akan mengantarmu ke kamar."

Rhea membawa Arshia ke kamar yang terletak di lantai satu. Tempatnya lebih rapi dibanding kamar Arshika tadi. Rhea menepuk-nepuk tempat tidur berseprai bunga-bunga itu, memberi isyarat agar Arshia berbaring di situ.

"Kau tidur, ya, Sayang. Lupakan dulu semua masalahmu. Kau istirahatkan dirimu dulu," ujar Rhea sembari menyelimuti Arshia yang sudah berbaring.

"Tapi, Bibi, aku tidak bisa tidur," kata Arshia.

"Akan Bibi temani." Rhea setengah berbaring di sebelah Arshia dan mengusap-usap lembut kepala gadis itu.

"Kenapa Bibi tidak menemani Arshika saja?" tanya Arshia. "Dia kan masih belum sadar."

"Ada Zoya dan Advait, kan? Kau tidak perlu cemas. Kau yang lebih membutuhkan Bibi. Sekarang kau tidur, ya?"

Arshia tersenyum tipis dan mencoba memejamkan mata sebisanya. Sekarang kekagumannya pada Rhea bertambah. Betapa beruntung Arhaan mempunyai sosok ibu angkat sebaik ini. Meski ditinggalkan ibu kandungnya, Arshia yakin 100 persen, Arhaan tak sedikitpun kekurangan kasih sayang.

***

Karan menggerutu di sepanjang jalan. Seharusnya dia tadi tak memisahkan diri dari Abhram. Lihatlah sekarang, dia jadi tersesat juga. Entah berada di mana dirinya kini. Dia hanya berdoa semoga tidak hilang di sini dan ditinggal pulang oleh kedua orang tuanya ke India.

"Ma, Pa, sepertinya kalian harus cari putra yang baru. Aku tersesat, aku hilang, aku tak tahu arah jalan pulang," ocehnya terisak-isak palsu dengan dramatis.

"Bagaimana kalau nanti ada hantu, ya? Kalau penjahat mungkin bisa kulawan, tapi hantu?" sambungnya ngeri.

Lebih menyebalkannya adalah dia tak membawa mobil. Jalan kaki tengah malam begini di dekat hutan seorang diri, uh, mengerikan sekali bagi Karan yang takut terhadap hal-hal gaib. Iya, dia sebenarnya penakut, hanya saja selalu sok berani di depan semua orang biar terlihat keren.

Our Impossible Love (COMPLETED) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang