Zafia memandang seluruh teman sekelasnya dari tempat duduk paling pojok dekat balkon kelas. Napasnya berhembus dengan kasar, ia paling malas untuk bertanggung jawab dengan tugasnya sendiri yaitu sebagai bendahara di kelasnya. Zafia malas menagih, berkeliling dan marah-marah dengan teman-teman yang tidak pernah membayar uang kas tepat waktu. Tapi semalas apapun Zafia, ia tetap saja melakukan tanggung jawabnya.
Bagi-nya, undian di hari masuk pertama sekolah setelah lebaran saat itu sangat tidak adil. Zafia tidak ada niat sama sekali untuk mengajukan diri sebagai salah satu struktur organisasi di kelasnya, Okta sang wali kelas perempuan itu mencatat namanya tanpa sepengetahuan Zafia.
Ada dua kandidat yaitu Zafia dan Alifa yang memang mengajukan diri sendiri untuk menjadi bendahara, hasil dari pemungutan suara lebih banyak Zafia dibandingkan Alifa. Saat itu ia benar-benar marah, karena teman-teman di kelasnya tidak meminta persetujuan kepadanya lebih dulu. Tapi, jiwa monster dalam diri Zafia tidak berani bangun dari tempatnya dan lebih pasrah saat ia ditunjuk untuk menjadi bendahara kelas.
Sesuai perjanjian yang sudah disetujui bersama, bayar uang kas itu setiap satu minggu sekali. Ini terlalu banyak yang menggampangkan diri sendiri, sampai ada yang menunggak satu bulan tidak bayar. Padahal murah, hanya sebanyak lima ribu rupiah per-minggu-nya.
“Rik, bayar kas!” pinta Zafia dengan wajah datar. Gadis itu mulai menagih kas dari kursi Ipul.
Ipul memberikannya uang lima ribu, setelah itu Zafia memberikan tanda ceklis merah di kolom yang sudah ia buat. Tidak ada tunggakan, Ipul lolos. Selanjutnya, Zafia mengelilingi kelas untuk meminta uang kas pada teman-teman di kelasnya.
“BAYAR KAS, WOI! UDAH MAU AKHIR BULAN JULI. PEMASUKAN KELAS KITA GAK SESUAI SAMA EKPEKTASI AWAL PERJANJIAN SEKELAS!” Zafia teriak-teriak di dalam kelas sambil memukul meja dengan tongkat penggaris yang ia ambil di meja guru.
“Mampus gue lupa bayar bulan ini!”
“Cuman dikasih 10 ribu lagi sama emak.”
“Menteri keuangan di kelas kita galak juga, ya.”
“Tiga minggu njir gue gak bayar, habis dah uang jajan gue!”
Zafia membuka buku kas-nya dengan pulpen yang setia akan memberikan ceklis pada kolom nama dan hari teman-teman-nya, jika ada yang mau membayar kas.
“Talangin gue dulu dong pake duit lo, Fi,” ucap Alifa dengan wajah memohon.
“Gak ada talangan, pake duit lo sendiri. Lo beli boba depan sekolah aja mampu yang dua puluh ribu, masa yang lima ribu per-minggu aja gak mampu buat bayar!” balas Zafia, dengan seringaian di wajahnya.
“Lo kan kaya, Fi. Pake duit lo dulu kek buat talangin teman-teman sekelas lo!” sahut Fajar.
“Tau nih! Masa orang paling kaya di kelas ini pelit banget,” timpal Zaki dengan nada santai.
Zafia menulikan pendengarannya, ketika teman-teman satu kelasnya itu membuat dirinya merasa dimanfaatkan. Hatinya sesak bukan main, karena kata-kata yang menyakitkan itu. Dari kejauhan sana, Ipul memejamkan kedua matanya berusaha untuk menahan emosi dengan apa yang ia dengar barusan dari mulut seorang Zaki yang sering bolos sekolah.
“Duit jajan lo pasti lebih banyak-lah dari duit jajan kita,” cetus Lia dengan nada meremehkan.
Ipul membuka kedua mata, tangan kanannya mengepal. Berdiri tegak di tempat duduknya dan memukul meja dengan keras. Kedua mata elang nya menatap seisi kelas dengan tatapan tajam. Seketika suasana berubah menjadi tegang dan hening. Sebagai sahabat terdekat Zafia, Ipul tahu semua kisah gadis itu dan ia tidak bisa diam saat ada siapapun yang menyakiti sahabatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unperfect Love (The Boyz)
Teen FictionSaka-lelaki sejati yang setia dengan hati yang begitu sabarnya memperjuangkan seluruh hidupnya hanya untuk cinta pertama dalam hidupnya yaitu Zafia. Lalu, Zafia-gadis dengan sejuta misteri pada hatinya yang begitu tertutup pada sosok laki-laki yang...