Di bagian belakang kelas 12 IPS 3, Zafia berada bersama empat yang lainnya. Saka duduk di atas kajon milik Rafa dan Ipul memetik gitar, Rafa mengocok pelan bekas gelas yakul dengan sedikit beras di dalamnya sesuai irama. Lula sebagai vokalis dan Zafia sebagai kameramen yang merekam momen seperti ini.
“Aku hanya pergi bukan meninggalkan.” Mereka bernyanyi dengan kompak. “Sebenarnya, hati ini ingin s'lalu bersamamu. Tapi benar, cinta tak meski tuk dimiliki.”
Satu sama lain saling melirik menikmati momen seperti ini yang akan menjadi kenangan saat mereka lulus nanti, karena masa-masa sekolah menengah tidak bisa diulang kembali.
“Sebenarnya, hati ini (ingin s'lalu) bersama mu. Tapi benar, cinta tak meski tuk dimiliki. Takdirku bukan untukmu dan kau bukan untukku.” Pada bagian akhir lagu empat pasang mata yang lain tertuju pada Zafia, dua pasang mata miliknya tertuju pada Rafa.
“Hu-uh-uh. Takdirku bukan untukmu dan kau bukan untukku,” tepukan tangan dan sorakan terdengar sangat riuh, di dalam kelas ini seperti ada live konser musik yang mereka ciptakan.
Lirik lagu terakhir itu seakan menyadarkan kisah cinta mereka masing-masing bahwa tidak ada cinta yang benar-benar sempurna. Dibalik setiap lagu pasti ada kejadian yang sangat relate dalam kehidupan yang pernah dialami oleh siapapun.
“Hikmah dari lagu ini adalah kita harus terima setiap kehilangan sesuatu yang paling berarti dalam hidup, cinta boleh walaupun belum bisa atau gak bisa saling dimiliki. Anjay!” Ipul beranjak dari duduk dan memakai kacamata hitam persis seperti MC.
“Huuuu,” sorak yang lainnya.
Dengan kompak Ipul mendapatkan pukulan dari teman-teman di sampingnya. Ipul lupa bahwa saat ini ia berada di tengah-tengah teman-temannya yang masih menyembunyikan perasaan pada orang yang disukai.
“Banyak gaya, lo!” Saka melepas kacamatanya. “Kayak tukang pijat lo!”
Zafia mendengus. “Dapat kata-kata dari mana lo? Kesurupan apa hari ini?”
“Tau nih anak banyak gaya banget! Pake ambil hikmah segala lagi, lo kira lagi ceramah?” Rafa menambahi.
Ipul menggaruk lehernya yang tidak gatal sama sekali, menunduk malu dan memberikan cengiran dengan wajah tanpa dosa.
“Hehehe.”
Ujian praktek yang mereka jalani sudah hampir selesai, jadi ada waktu dimana siswa dan siswi kelas dua belas bisa bersantai di dalam kelasnya. Ujian praktek SBK untuk membuat lagu setiap perkelompok baru saja selesai di kelasnya Saka, hanya tinggal praktek agama islam yang sebagian kelas belum diselesaikan.
“Hewan-hewan apa yang kurang ajar, hayo?” celetuk Ipul, memecahkan keheningan.
Lula mencoba menebak. “Anjing, kalau marah suka ngejar?”
“Apaan, ya? Gak tau diri, anjir hewannya! Dah dipiara malah kurang aja,” tukas Saka yang berpikir sejenak.
Ipul memberikan signal x dan masih menunggu jawaban yang lain, Zafia dan Rafa saling menggeleng. Ipul tersenyum bangga, karena tidak ada yang bisa menjawab tebakannya.
“Semuanya salah! Yang bener itu kutu rambut,” jawab Ipul, membuat yang lain berpikir.
“Lah ko?”
“Iyalah, songong! Masa kutu rambut ada di kepalanya Ambu, mana ngisep darah terus bikin gatal kepala, diinjak-injak kepala orang,” kata Ipul menjelaskan panjang lebar.
Zafia tertawa. “Bener juga, sih.”
Ipul memetik ibu jarinya. “Ada lagi, kota apa yang toxic?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Unperfect Love (The Boyz)
Teen FictionSaka-lelaki sejati yang setia dengan hati yang begitu sabarnya memperjuangkan seluruh hidupnya hanya untuk cinta pertama dalam hidupnya yaitu Zafia. Lalu, Zafia-gadis dengan sejuta misteri pada hatinya yang begitu tertutup pada sosok laki-laki yang...