|15. Hari Yang Cerah

18 3 0
                                    

Jam setengah 11 siang, Zafia kedatangan teman sekolahnya yang berbeda jurusan. Ada Atikah, Sabila, Amalia dan Diva yang sedang duduk di pendopo kecil rumahnya. Entah, kenapa empat sahabat dekatnya itu dengan kompak terpilih pada jurusan IPA sampai akhirnya Zafia yang hanya terpilih jurusan IPS sendirian, tapi masih untung ada Ipul yang setia berada di kelas yang sama dari kelas 10 semester 2 sampai saat ini.

“Eh, lo tau gak sih?”

Zafia dan yang lain-nya menggeleng, ketika Amalia membuka pembicaraan. Gadis yang tubuh tingginya menempati ranking 1 di antara mereka berlima, mengernyitkan dahi agak dalam saat melihat wajah Zafia.

“Ini kabar dari anak IPS, loh. Masa lo gak tau sih, Fi? Naira yang anak IPS 4 itu katanya dilabrak sama cewek kelas IPS 1 — mantan-nya Acad di kelas IPS 5.”

“Hah?”

Nabila bertanya. “Siapa yang di IPS 1?”

“Sastina atau Tina gitu deh, lo kenal gak Fi sama itu cewek?” jawab Amalia.

Zafia menjentikkan diri. “Lah, kan si Tina udah jadi mantan-nya si Acad, anjay. Ngapain dah dia labrak si Naira?”

“Katanya, Naira terlalu deket gitu main sama si Acad-nya. Sumpah sih jahat banget, Naira kan anaknya pendiam tau dan gak banyak ngomong—main bareng sama cowok di kelasnya juga jarang.”

Diva menambahi. “Udah jadi mantan mah, ya udah sih, Tina mah gak ada urusan lagi sama si Acad. Terserah Acad lah mau main sama teman ceweknya yang manapun.”

“Nah, kan makanya! Itu si Tina tuh gak jelas. Naira dilabrak ngomong berduaan gitu sama si Tina di kamar mandi cewek,” timpal Amalia untuk ke sekian kalinya.

“Kata si Tina emangnya gimana pas labrak Naira?”

Gadis berpashmina hitam itu menoleh. Cara duduk mereka semakin rapat dan Amalia yang berada di tengah memajukan kepalanya untuk membisikan sesuatu pada empat teman-nya. Atikah yang sejak tadi menyimak tanpa bicara ikut memajukan duduknya agar bisa mendengar Amalia bercerita.

“Kata Tina, Naira disuruh jauhin Acad, gak boleh main lagi sama si Acad. Naira dikatain centil, genit, sok cantik.” Amalia menggelengkan kepalanya. “Jahat banget, sumpah! Padahal Naira gak kayak gitu. Kesel gue anjir denger ceritanya!”

Zafia yang tidak begitu percaya akan kabar Naira—teman di kelas 11 nya dulu, bertanya dengan menyakinkan pada gadis itu. Selama ini ia hanya sibuk bermain dengan Ipul di kelas baik saat istirahat atau jam kosong, Zafia tidak tahu apapun tentang kabar di sekolahnya yang sedang viral.

“Lo tau cerita ini dari siapa, Mal?”

Amalia menunjukan log panggilan dari Riana pada empat sahabatnya. “Semalam gue habis teleponan sama Nana, ini anak satu kelas juga sama si Naira dan dia cerita gitu ke gue.”

“Terus Acad-nya gimana? Dia ngebela diri atau malu-maluin si Tina?” tanya Nabila yang semakin penasaran.

“Acad-nya diam aja! Bego, kan.”

Diva menggeleng tidak menyangka. “What the f...! Itu cowok gila kali, ya. Orang mah lawan si Tina kek, bilang gitu ke mantan-nya kalau dia gak ada hak lagi ngatur hidupnya.”

“Anjir, kesel gue dengernya! Terus sekarang Naira gimana?”

“Ya udah, anaknya cuman diam aja.” Amalia menenangkan sahabatnya yang terlihat emosi sekali. “Tenang aja, Naira mah banyak yang belain. Nanti juga di ulti sama Riana, kan mereka teman dekat tuh.”

Zafia dan kawan-nya yang lain mengembuskan napas lega. Ia mundur untuk bersandar pada tiang pendopo dan tidak sengaja menyenggol Atikah yang sejak tadi hanya mengangguk tanpa membuka suara. Beberapa pasang mata itu saling melemparkan pandangan, Zafia mengerti bahwa ia harus bertanya pada Atikah.

Unperfect Love (The Boyz) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang