|18. Sarung Merah

9 3 0
                                    

Hari ini adalah hari ketiga siswa dan siswi menjalani ujian akhir semester. Tersisa tinggal tiga hari lagi untuk menjalani ujian. Tepatnya istirahat, siswa dan siswi bisa menggunakan waktunya untuk makan atau belajar sebelum mengerjakan 1 soal mata pelajaran terakhir hari rabu ini. Tapi, mungkin itu hanya terjadi pada siswa dan siswi tertentu saja.

"Gue duluan yang lari!" tukas Saka.

Ipul menggeleng, lalu melompat. "Gak, gue duluan yang lari-lah. Badan lo berat tau, gak!"

HAP. Tubuh Ipul berhasil sampai di depan, lalu di belakang Saka mengambil ancang-ancang untuk melompat dan sampai tepat di belakang Ipul. Saat berlari dan melompat sedikit tinggi untuk mencapai duduk di tempat kedua, bokongnya sudah mendarat tanpa sadar ada bunyi sobekan bahan terdengar sangat jelas.

Sreet. Bertepatan dengan itu, kuda-kuda yang menjadi lawan main mereka tumbang, karena tidak kuat menahan 5 beban yang duduk di atasnya. Saka panik saat meraba celananya yang sudah robek agak lebar, bahkan sepertinya tidak bisa dijahit lagi.

"Kumaha ieu? Teu aya celana lagi, make naon Abdi pulang ka rumah?" Saka menggaruk lehernya, ketika sedang panik logat sundanya otomatis keluar begitu saja.

Suara tawa dari penonton kuda reog di kursi, membuat kelas begitu gaduh. Alih-alih kepanikan-nya, Saka tidak sengaja melihat Zafia tertawa begitu renyah. Ia jadi ikut tertawa, melihat kebodohannya sendiri saat i melompat terlalu tinggi sampai punggung Andi encok.

"Ipul, tolongin atuh!" ucapnya, mengalihkan perhatian.

Ipul tertawa terbahak-bahak sampai suaranya habis, karena saking lucunya. Setelah berhasil mengontrol tawanya, Ipul baru beranjak dari tempat duduk untuk mencari sesuatu yang bisa Saka pakai sementara waktu, karena setelah istirahat ini masih ada 1 pelajaran yang harus dikerjakan.

"Aduh, hahaha. Pake sarung musolah sekolah aja dulu," ucap Ipul diselingi sisa tawanya.

"Emangnya boleh pake sarung?" tanya Saka dengan ragu.

"Boleh aja, nanti bilang sama pengawas kalau celana lo robek," jawab Ipul yang masih tertawa.

Akhirnya mau tidak mau, Saka memakai sarung merah cabai yang Ipul ambil dari musolah. Saka sedikit malu, karena penampilannya sekarang benar-benar sangat aneh. Tanpa malu ia membuka celana abu-abunya dibalik sarung dan mengikatnya dengan benar agar teman-teman tidak mudah memeloroti sarungnya.

"Kayak bocah habis disunat lo, Sak," ejek Panji, mengundang tawa teman-teman di dalam kelas.

Tidak lama setelahnya bel berbunyi, masing-masing anak langsung berhamburan keluar kelas untuk kembali ke ruangan masing-masing. Saka pun kembali ke tempat duduknya, ia melirik sekilas pada Zafia yang keluar dari ruangan-nya.

"Astagfirullah," ucapnya, berusaha menyadarkan diri sendiri.

***

Saka telah menyelesaikan jawaban soal geografinya, ia tidak fokus mengerjakan karena Bu Siti yang mengawas. Tapi syukurnya, Saka masih diizinkan ujian di dalam kelas oleh guru sejarahnya itu. Celana-nya yang robek tadi sampai ia tunjukan sebagai barang bukti. Saka keluar dari kelasnya begitu sudah menjawab soal ujian, ia melangkah menuju kelas Ipul dan tepat sekali laki-laki berhidung mancung itu juga baru keluar dari kelas.

"Kantin, yuk!" ajak Ipul.

Saka mengangguk, ketika Ipul langsung merangkulnya. Dalam langkahnya menuju kantin, Saka menjadi pusat perhatian orang-orang yang melintas di sekitarnya. Ia hanya menunduk malu, karena warna sarung ini adalah merah cabai yang begitu mencolok di bawah sinar matahari yang terik sekali siang hari ini.

Unperfect Love (The Boyz) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang