|3. Rumah Ipul

21 4 0
                                    

“Kemarin kemana lo, gak datang ke sini malam mingguan?” tanya Ipul.

“Ketemuan dululah sama Gita,” jawab Saka, ia mengunyah segenggam kacang telur garuda ke dalam mulutnya.

Ipul menjitak kepala Saka. “Dasar bucin!”

“Bodo amat!”

“Orang mah melepas rindu dulu gitu sama teman main dari kecilnya,” timpal Ipul, laki-laki itu mengunyah permen karet stroberi-nya.

Saka melirik jijik pada Ipul. “Nyenyenye.”

Tidak lama setelah itu, Ambu keluar dari kamar untuk menyapa anak sahabatnya. Saka bersalaman pada Ambu, sedangkan Ipul pergi sebentar ke dapur untuk mengambil air dingin sebagai minuman wajib untuk Saka.

“Gimana sekolah di sana, Nak? Kamu betah gak?”

“Betah banget, Ambu. Justru itu Saka makasih banyak sama Ambu, karena udah bantuin Saka sama Umi pindah ke sini.”

Ipul datang dengan sebotol besar aqua dingin dan dua gelas, lalu meletakannya di atas meja. Ambu melirik anak bontot-nya, mengusap kepala Ipul tiba-tiba sampai membuat anaknya terkejut. Apalagi saat Ambu mengeluarkan senyum penuh makna-nya, membuat Ipul sedikit waspada. Takut aib-nya dibongkar oleh Ambu, meski Saka sudah tau luar dan dalam Ipul seperti apa.

“Tadinya itu, sebelum Saiful lahir waktu di usg keliatan anaknya perempuan—kata bu bidan.”

Saka bertanya sambil melirik sekilas Ipul dengan tatapan jahil. “Kalau perempuan, emangnya kenapa Ambu?”

Ipul semakin waspada dengan jawaban Ambu selanjutnya, ia meringis saat Ambu meliriknya sekilas dengan tertawa kecil. Membuat Ipul bertanya-tanya dalam hati.

Ambu memukul pelan bahu Ipul. “Ya, mau dijodohin atuh. Tapi, namanya takdir dari Gusti Nu Agung ternyata pas lahirnya jadi anak laki-laki, Ambu udah rencana padahal sama umi kamu.”

Saka tertawa kecil, lalu saling melirik jijik pada Ipul. Laki-laki yang tubuhnya lebih pendek itu duduk di hadapan Ambu-nya dengan kedua mata menatap minta diperhatikan.

“Emang kenapa, kalau Ipul lahir jadinya anak laki-laki?” tanyanya dengan nada protes.

“Ya, gak apa-apa. Jadi sahabat dekat gini sama Saka, Ambu udah bersyukur banget,” jawab Ambu, tangan yang sudah terasa kasar itu mengusap kepala Ipul dengan sayang.

“Tau lo, bersyukur makanya punya teman dekat kayak gue gini. Gak jadi jodoh, juga jadi teman dari kecil udah cukup buat gue.” celetuk Saka, wajahnya terlihat mengejek Ipul.

“Sak, bahas jodoh lagi awas lo, ya. Gue tampol bolak-balik,” sahut Ipul, kepalan tangan kanannya ia tunjukan di depan Saka sebagai ancaman.

“Gak takut, wle!” imbuh Saka.

Ambu hanya tertawa dan beranjak dari tempat duduknya. “Ambu mau istirahat dulu ya di kamar. Kalian jangan berantem!”

“Silakan, Ambu.”

Tidak lama sepeninggalnya Ambu, seorang gadis dengan hoodie merah marun dan celana panjang tidur berwarna senada itu sudah berdiri di depan gerbang rumah Ipul. Tidak bersuara dan hanya mengetuk pintu gerbangnya, sampai Saka dan Ipul menginterupsi asal suara berisik itu.

Unperfect Love (The Boyz) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang