Seperti biasanya saat menunggu kedatangan Saka, Gita selalu berdiri di depan gerbang rumahnya. Sebenarnya sudah berkali-kali, ia mengajak Saka untuk bertemu dengan kedua orang tuanya, tetapi Saka belum siap. Walau hanya sekedar bermain sekali pun.
Tin tin
“Sakaaa! Ya Allah, aku kangen banget sama kamu,” seru Gita, ia memeluk pinggang Saka saat sudah naik di belakangnya.
Saka mengusap kedua tangan Gita yang melingkar di punggungnya. “Aku juga kangen banget sama kamu, Gita.”
“Kita mau kemana dulu nih?” tanya Gita.
“Kita beli makanan dulu, terus habis itu main ke rumah aku.”
“Loh, bukannya mau pergi ke kafe pinggir danau?”
Saka menggelengkan kepalanya. “Gak bisa main jauh-jauh dulu, soalnya ada beberapa teman aku yang mau main ke rumah nanti malam jam 10. Jadi, lagi nyiapin makanan sama minuman buat teman-teman.”
Gita mengeluh dalam hati, padahal dari tiga hari yang lalu Saka sudah mengiyakan ide-nya untuk pergi ke kafe pinggir danau. Lagi-lagi, ia harus mengalah demi kepentingan Saka. Dalam beberapa bulan ini, Gita juga memperhatikan kekasihnya itu—ada yang sedikit berubah. Dari janjian pergi kencan, Saka yang selalu membatalkan rencana mereka sendiri, sekarang laki-laki itu penuh dengan alasan yang banyak. Entah apa yang sedang ditutupi dari Saka, Gita pun juga belum tahu.
“Kamu mau beli apa, Git? Bilang aja nanti aku beliin.”
“Aku mau pisang cokelat keju, terus sama thaitea, dua itu aja.”
“Hm, oke.”
Tidak lama setelah membeli makanan, Saka sampai di rumahnya dengan selamat. Ia memanggil Umi-nya bahwa ada Gita yang datang ke rumah, dengan penuh kegugupan diam-diam Gita agak sedikit kaget karena rupanya ibu dari kekasihnya itu sedang memasak di dapur. Ia takut tiba-tiba di ajak ke dapur untuk membantu umi-nya memasak.
“Umi, ada Gita nih. Katanya mau kenalan sama Gita,” seru Saka. Laki-laki itu membuka gorden dapur, membiarkan umi berjalan di depannya.
Gita mengambil tangan kanan Umi dan bersalaman, senyumnya melebar. “Umi, maaf ya aku baru bisa datang sekarang.”
“Gak apa-apa, sayang. Nak Gita mau minum apa, nanti dibuatin sama Umi,” ucap Umi.
“Gak usah Umi, tadi aku dibeliin makanan sama minuman ko sama Saka.”
“Oh, ya udah ngobrol dulu sama Saka ya. Umi masih masak di dapur, nanti kita ngobrol lagi ya, Nak.”
Gita hanya tersenyum, lalu duduk di sofa dan membiarkan Saka merapikan meja yang masih berantakan. Selagi laki-laki itu membersihkan meja tamu, kedua mata Gita memandang bingkai foto yang dipajang pada dinding biru rumahnya.
“Aku baru tau kalau kamu punya abang, Sak. Aku kira selama ini kamu anak tunggal,” ucap Gita.
Saka tersenyum kecil. “Ya, wajar kamu gak tau. Aku emang ada abang di Bandung, tapi dia sibuk kuliah juga dan jarang banget ada di rumah sana, sekalinya ada di rumah cuman tidur.”
“Oh iya, ya. Selama ini kita main pasti selalu kencan-nya di luar, gak pernah mampir ke rumah aku atau kamu.”
“Nah itu kamu tau, hehehe.” Saka beranjak dari berlututnya, lalu membawa sapu tangan kotor itu. “Aku ke belakang dulu ya, masih ada barang yang harus aku bersihin.”
Gita mendengus sebal, padahal ia mau berbincang lebih banyak dengan Saka. Tapi, laki-laki itu malah sibuk mengerjakan yang lain disaat dirinya datang ke sini tanpa persiapan apapun. Gadis itu merasa tidak dihargai keberadaannya oleh Saka, ada saja yang mengganggu acara kencan-nya malam minggu ini. Ia jadi tidak nyaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unperfect Love (The Boyz)
Teen FictionSaka-lelaki sejati yang setia dengan hati yang begitu sabarnya memperjuangkan seluruh hidupnya hanya untuk cinta pertama dalam hidupnya yaitu Zafia. Lalu, Zafia-gadis dengan sejuta misteri pada hatinya yang begitu tertutup pada sosok laki-laki yang...