|16. Nasehat Ipul

9 4 0
                                    

Suasana di setiap kelas begitu ricuh, siswa siswi yang keluar masuk kelas dengan begitu bebas, karena para guru sedang rapat. Ada yang berpencar ke kelas teman-temannya yang berbeda jurusan. Ada yang tidur di lantai tanpa alas apapun dan di pojokan paling belakang sana ada beberapa siswa yang berkumpul sedang bermain game online bersama. Ada yang pergi ke kantin saat waktu istirahat yang belum tiba untuk jajan cemilan. Ada juga yang masih menyempatkan diri untuk belajar, ditengah hiruk pikuk-nya siswa dan siswi yang lain terlihat begitu santai.

Zafia termasuk siswi yang kedatangan Lula di kelasnya. Ipul dan Saka termasuk siswa yang pergi ke kantin untuk membeli makanan atau bahkan menetap di sana sampai ada pemberitahuan dari ketua kelas melalui grup chat.

“Fiaaa!”

“Eh, Lula!”

Lula duduk di tempat Ipul, membuka buku catatan sejarah milik laki-laki itu. Tangan-tangannya dengan lincah membuka setiap halaman yang tidak ada isi catatan sejarah satu pun yang Ipul catat, kedua matanya membesar sambil menatap Zafia.

“Ini si Ipul apa-apaan gak nyatat sejarah sama sekali!”

“Emang anaknya males nyatet, cuman dia foto dari buku catatan gue. Ada di galeri-nya banyak, tapi gak tau deh dibaca atau enggak sama Erik,” timpal Zafia dengan mengembuskan napas lelah, mengingat kelakuan sahabatnya yang susah sekali diajak ke jalan yang lurus.

Lula mengembalikan buku tulis Ipul di tempatnya kembali, lalu membuka buku catatan milik Zafia dan kali ini ia tersenyum, karena isi catatan gadis itu sangat lengkap dengan tulisannya yang rapi.

“Lo baca semua, Fi?”

“Bacalah, udah tau Bu Siti mah gitu nyatet juga, tugas juga iya, mana tugas remed ulangan harian disuruh salin 50 soal dari buku paket punya perpus sekolahan. Keriting tangan gue, tapi syukur sih tugas gue sama Ipul udah selesai semua,” jawab Zafia dengan bangga.

Mereka diam beberapa saat, karena Zafia agak sibuk dengan ponselnya. Lula sibuk membaca catatan sejarah milik Zafia. Alih-alih sedang memainkan ponselnya, Zafia teringat oleh Rafa yang belum ada kabar satu pun dari Lula.

“Eh, La. Rafa udah pulang? Udah masuk sekolah?”

Lula menoleh. “Udahlah, itu anaknya ada di kelas lagi belajar matematika. Kenapa?”

“Kenapa lo gak bilang dari tadi sama gue, Lula!”

“Sori, gue lupa.” Lula memasang wajah datarnya. “Kalau Rafa udah masuk, emangnya lo mau ngapain?”

Zafia berpikir sejenak, menunjukan cengiran aneh di wajahnya pada Lula. Ia tidak punya jawaban untuk Lula, karena setiap kali bertemu dengan Rafa yang ada ia selalu canggung dan salah tingkah. Zafia sering kali kesal pada dirinya sendiri, karena tidak bisa bersikap santai pada Rafa—orang yang ia sukai itu.

“Kapan Rafa pulangnya?”

“Hari minggu, tapi 2 hari dia gak sekolah, karena sakit kecapekan dan baru hari ini masuk sekolahnya,” jawab Lula.

“Oh gitu, ya. Gak masalah deh, yang penting gue seneng Rafa udah sekolah lagi. Aneh, ketemu setiap hari tapi gue kangen sama Rafa.”

Lula memukul bahunya. “Ck! Lo-nya aja terlalu canggung kalau ada dia. Santai aja napa kalau kalian lagi di satu tempat, lo kan sering gue ajak pergi kalau setiap balik sekolah sama dia.”

Lula itu cantik dan baik, gadis itu juga paling bisa memecahkan suasana canggung yang ia rasakan. Lula sengaja mengajak Zafia untuk main di kelasnya agar bisa dekat dengan Rafa, tapi sayang sekali Zafia tidak pernah mau diajak jika ada Rafa.

“Hehehe, sori. Lo kan tau, gue gimana kalau depan dia.”

“Ya, kan ada gue biar kalian gak canggung banget,” sahut Lula dengan wajah bangga-nya.

Unperfect Love (The Boyz) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang