39. Ketika Cinta Berjumpa

16 3 4
                                    

Ipul mengembuskan napas lelahnya, wajahnya terlihat sangat cemas saat Zafia bicara di telepon bahwa hari ini ia akan mengungkapkan rasa sukanya pada Rafa. Suasana sekolah sudah lumayan sepi, hanya beberapa siswa dan siswi yang masih ada keperluan tugas dari guru masing-masing.

“Fia! Lo yakin mau bilang gitu ke Rafa?” tanya Ipul saat baru sampai di dalam kelasnya menghampiri Zafia.

Zafia mengangguk yakin. “Yakin, soal ditolak itu emang udah resiko gue. Jadi, Insya Allah gak masalah.”

“Lo cewek, Fi! Seharusnya yang ungkapin duluan ke cewek itu cowok,” balas Ipul dengan nada frustrasi.

“UNBK udah di depan mata, habis itu kelulusan. Sebelum lulus, gue mau bilang ke dia biar gak kepikiran terus!” tukas Zafia yang marah-marah.

“Terserah lo aja, Fi!” lontar Ipul yang berlalu meninggalkan Zafia sendirian di dalam kelas.

Zafia beranjak dari duduk dan menuju tribun sekolah. Gadis itu membuka ruang obrolan kontak Rafa yang bahkan belum ada percakapan apapun di sana dan ini pertama kalinya Zafia akan menghubungi Rafa. Selama ini ia hanya punya nomor telepon Rafa, tapi tidak pernah memberikannya pesan apapun.

Gadis itu masih mempertimbangkan pilihannya sendiri, diungkapkan rasanya lebih baik agar perasaannya lebih lega saat sudah lulus nanti. Segala macam risiko Zafia akan menerimanya, hatinya masih berharap bahwa suatu hari nanti saat Rafa ingat bahwa ia suka padanya masih ada harapan untuk bisa ia miliki.

“Bismillah, semoga langsung diangkat!” gadis itu sedikit cemas, apalagi jari-jemari nya gemetar untuk pertama kalinya berkomunikasi pada Rafa.

Sementara di kantin sekolah Saka melihat kedatangan Ipul yang wajahnya tampak begitu kacau. Ia sudah tahu, karena tadi notifikasi pesan dari Zafia sempat ia baca lewat lockscreen nya dan itu cukup membuat dadanya sedikit sesak. Maka dari itu Ipul langsung menghampiri Zafia dan mencoba menghalanginya.

“Sak, sori!” ucap Ipul dengan lirih.

Saka tersenyum maklum. “Gapapa, Pul. Itu hak Fia, lo gak berhak larang dia.”

“Sakit, ya?” Ipul meliriknya sekilas.

Saka terkekeh pelan tanpa dijawab sudah pasti rasa sakitnya ia rasakan di hati. Cinta sudah di depan mata, tapi sosoknya malah mencintai yang lain. Ia sadar bahwa dirinya bukan siapapun untuk Zafia, sekali lagi ia hanya bisa bersedih di dalam hati tanpa melakukan apapun.

“Kalau gak kuat angkat tangan aja ya, Sak. Jangan lupa liat kamera di depan,” tukas Ipul mencoba menghibur sahabatnya.

Saka tertawa pelan. “Iya, tenang aja. Kayak mau uji nyali aja, hahahaha.”

“Kan emang uji nyali,” balas Ipul.

“Maksud lo?” tanya Saka.

“Uji nyali perasaan,” jawab Ipul tanpa wajah dosanya.

“Hahahaha, bisa aja lo!” cibir Saka dengan tawanya.

Saka sangat mengenal sahabatnya itu, arti setiap kalimatnya bahwa Ipul menyuruh nya untuk menyerah dan mencari pengganti yang lain. Ipul juga sangat mengenal setiap sikap Zafia, maka dari itu ia tidak mau melihat sahabatnya tersiksa bahwa Zafia belum menjadi yang terbaik untuk Saka—sahabat terbaiknya.

“Kita liat aja hasilnya nanti ya, Sak?”

Saka mengangguk. “Iya, Pul.”

***

Rafa mengacak rambutnya frustrasi, perasaannya benar-benar sangat dilema saat ini. Rasa bersalah terus memenuhi hatinya, meski itu bukan kesalahan yang telah ia buat. Ingin menghindar dari segala faktanya, tapi tetap tidak bisa. Cintanya pada Zafia terhalang oleh takdir yang tidak mengizinkannya untuk bisa bersatu pada cinta pertamanya.

Unperfect Love (The Boyz) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang