19. Bimbang

18 6 0
                                    

Senin pagi ini situasi sekolah tidak begitu tegang lagi, karena ujian telah usai dua minggu yang lalu. Hanya tugas-tugas sekolah yang mungkin belum melengkapi kolom nilai, sisa-nya untuk satu bulan ke depan para siswa dan siswi di sekolah ini hanya tinggal menunggu pengambilan raport hasil ujian sekolah.

"Fi, ke kantin, yuk!" ajak Lula.

"Ih emangnya boleh?"

Lula berdecak. "Ya ampun, Fia penakut banget sih! Ayoklah, sesekali ke kantin pas jam kosong begini."

"Nanti ketahuan sama Bu Nurul, gimana?"

"Ya Allah, guru pada rapat ini, Fi. Ngapain takut, sih!"

Lula sangat gemas dengan tingkah Zafia yang taat sekali pada peraturan di sekolah. Ia jadi kasihan melihat Zafia yang kurang pengalaman di sekolah, seperti terlambat masuk, beralibi ke toilet padahal jajan di kantin saat jam pelajaran sedang berlangsung atau tidak lari mengelilingi lapangan karena tidak memakai perlengkapan sekolah untuk upacara setiap hari senin.

Saat ini Lula dan Zafia sedang duduk di depan kelas 12 IPS 2 karena para guru sedang rapat di dalam ruangan, jadi setiap pintu kelas terbuka lebar membuat siswa dan siswi bebas keluar masuk kelas tanpa izin. Lula yang memang anaknya tidak bisa diam, tentu tidak betah berada di dalam kelas terlalu lama.

Terlintas sebuah ide di dalam pikirannya agar Zafia bisa keluar dari kelas dengan ajakan sesatnya. Sudut bibirnya menyeringai dan membisikan sesuatu di telinga gadis itu, hanya satu nama yang bisa dipengaruhi oleh gadis itu.

“Rafa juga biasanya ke kantin sama gue tau, Fi.”

Zafia menegakan tubuhnya menghadap Lula untuk memastikan. “Seriusan? Kenapa gak bilang dari dulu, La?”

Tanpa menanggapi protes yang Zafia berikan, Lula dengan semangat memimpin jalan menuju ke kantin. Ia melihat sekitar meja piket guru yang magang dan bersyukur-nya meja di depan ruang komputer sedang tidak ada siapapun.

“Gercep banget giliran soal Rafa, bucin banget!” Lula mengamati Zafia sekilas dengan kepala menggeleng beberapa kali.

“Ayok, cepetan ke kantin! Nanti keburu ketahuan sama Pak Satpam.”

Zafia menyusuri pandangan-nya begitu kedua kakinya berpijak di warung pertama samping pintu gerbang parkir siswa siswi. Ia melirik Lula sekilas dengan wajah datar saat Rafa tidak berhasil ia temui di area kantin. Sedangkan Lula terlihat masih sibuk memilih rasa bakpao di dalam kotak.

“Bohong aja lo!”

“Hehehe.” Lula merangkulnya. “Lo tuh harus memanfaatkan momen-momen di sekolah kayak gini, biar punya kenangan kalau udah lulus nanti.”

“Gak tau sebal sama Lula, gue dibohongin!” Zafia membalasnya dengan nada merajuk.

Lula hanya menahan tawa-nya, ia memamerkan kantong plastik putih berisi lima bakpao varian rasa di depan wajah Zafia. Gadis itu tahu bahwa Zafia akan marah padanya, jadi ia sengaja membeli bakpao kesukaan Zafia.

“Bakpao lima nih, buat lo semua.”

“Makasih, La. Sebel banget gue sama lo, gak mungkin Rafa ke kantin di jam kosong atau lagi pelajaran, emangnya dia, Lo?” Zafia mencibir Lula.

Lula menatapnya dengan menantang. “Rafa cuman langganan telat masuk, sama tuh kayak si Ipul! Lo-nya aja gak pernah tau.”

“Terserah!”

Lula dan Zafia mengambil tempat duduk di samping tangga dekat kelas 12 IPS 3. Mereka diam dalam beberapa saat, terhanyut menikmati makanan untuk mengisi perut keroncongan mereka di pagi hari ini.

Unperfect Love (The Boyz) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang