Saka duduk di kursi-nya bagian pojok dekat pintu masuk dibarisan paling belakang. Kedua tangannya masih mengutak-atik layar ponsel sambil menghubungi Ipul sesekali, kesempatan sebelum Bu Siti masuk ke dalam kelasnya. Tapi, disebrang sana Ipul belum mengangkat teleponnya sama sekali. Tadi sebelum masuk kelas, Saka mampir ke kelas Ipul dan tidak bertemu dengan anak itu.
“Anjir, capek banget gue! Hah hah hah.”
Suara bariton Panji yang terdengar begitu lelah, membuat fokus Saka teralihkan. Dan langsung bertanya pada laki-laki yang sudah duduk di sampingnya itu sambil meminum air putihnya dengan rakus.
“Ji, masuk barengan Ipul gak ke dalam?” tanya Saka.
“Tadi gue berhasil masuk, tapi kayaknya si Ipul udah ketinggalan banget di luar jadi gak diijinin masuk ke dalam,” jawab Panji, lalu meletakan air mineralnya di kolong meja.
“Kan lo juga masuknya telat, kenapa boleh masuk?”
“Ya, kan gue udah kebagian masuk sampai ke dalam. Hukumannya cuman lari lima puteran di lapangan, capek anjir!”
Saka hanya mengangguk diam, peraturan di sekolah baru-nya ini memang aneh. Ipul itu memang sudah langganan datang terlambat sejak sekolah dasar, ketika waktu sudah mendekati hampir jam 7 tepat—ia baru masuk ke sekolah dengan tubuh yang selalu dialiri pelu keringat.
Saka juga bosan, karena Bu Siti belum juga masuk ke kelas—tau begitu tadi ia mampir dulu di tukang foto copy sekolah yang kebetulan juga menjual makanan ringan dan air mineral untuk beli keripik pedas balado sebagai cemilan nya di dalam kelas, saat alih-alih Bu Siti menjelaskan pelajaran sejarahnya. Tukang foto copy itu berada tepat di sebelah kantor guru, jadi ia tidak perlu ke kantin sekolah yang ada di luar.
“Kalau ada Bu Siti, kasih tau gue ya. Mau chat orang dulu,” pinta Saka. Dan ia mulai fokus kembali dengan ponselnya, tengah memberikan pesan pada Ipul.
Ipul (bukan jamil)
Lo kemana, Pul?
Gue telat masuk, jadi
disuruh pulang sama
satpam.Terus lagi dimana?
Jalan-jalan di taman
lampu, mau makan nasi uduk.
Ikut gak? Cabut kelas aja.Anak sesat
“
Dasar bocah sesat!” umpat Saka dengan suara pelan.
Saka hendak membalas pesan Ipul, tetapi tangan kiri Panji lebih dulu menghentikannya saat Bu Siti sudah masuk ke dalam kelas dan mau tidak mau ia harus mematikan ponselnya.
“Selamat pagi, anak-anak.” Bu Siti menyapa anak-anak muridnya, lalu duduk di kursi busa-nya.
“Pagi, Bu.”
“Sesuai rencana akhir bulan yang lalu, hari ini kita ulangan harian. Semua handphone harap ditaro di dalam kotak ini, tas-tas kalian ditaro di belakang kelas. Pastikan semua laci meja kosong, tidak ada buku atau handphone sekali pun.”
Alih-alih berbicara, siswa dan siswi di kelas itu langsung mematuhi peraturan yang Bu Siti berikan. Empat puluh murid sudah meletakan ponselnya di dalam kotak yang dibawa Bu Siti, lalu memindahkan tas-tas mereka ke belakang kelas.
“Nyontek pake apaan kita, njir?” tukas Panji pada Saka.
Saka mengangkat bahunya acuh. “Gue mah belajar tadi malam.”
“Bagi jawaban ya, Sak?”
“Tergantung mood, liat aja nanti,” sahut Saka dengan nada datarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unperfect Love (The Boyz)
Teen FictionSaka-lelaki sejati yang setia dengan hati yang begitu sabarnya memperjuangkan seluruh hidupnya hanya untuk cinta pertama dalam hidupnya yaitu Zafia. Lalu, Zafia-gadis dengan sejuta misteri pada hatinya yang begitu tertutup pada sosok laki-laki yang...