Di gazebo kecil pada halaman rumah Bunda yang lumayan luas, ada tiga anak muda yang tengah duduk melingkar. Ditengah-tengah terdapat tiga buku paket sejarah yang sedang dibuka, mereka dalam keadaan serius saat membaca bab 2 yang menjelaskan tentang sejarah perang dunia ke satu.
Mata pelajaran ini sudah berulang kali mereka pelajari sejak duduk di bangku sekolah dasar kelas 5 atau 6, smp sampai sma. Tapi, tidak ada satu pun sisa ingatan memori mereka yang menempel diotak tentang sejarah yang begitu penting ini untuk diingat. Rata-rata anak jaman sekarang itu lebih modern, tidak tahu jawaban dan hanya mengandalkan aplikasi google yang mengetahui semua jawaban dari mata pelajaran di sekolah, tidak benar-benar membaca keseluruhan yang berasal dari buku itu sendiri. Lebih mengandalkan hal yang praktis dibandingkan membaca lebih dalam lagi tentang peristiwa-peristiwa sejarah jaman dulu.
“Argh, ngantuk gue kalau baca sejarah,” tukas Zafia, gadis itu menutup mulutnya yang menguap lebar.
“Sama anjir gue juga, bosen sama kisah perang dunia 1 dan 2-nya gue. Udah baca, tetap aja gak nempel diotak.”
“Itu mah lo-nya aja, Pul yang males.” Saka melemparkan sofa kecil ke arah Ipul.
“Ngaca bego lo!”
“Hehehe.”
“Jangan belajar deh, ulangan harian juga masih lama ini buat dua minggu lagi. Ngapain gitu kita kek, ngerujak, beli bakso atau apalah!” Ipul menunjuk dua kawan-nya dengan dagu, meminta persetujuan.
“Iya juga, ya. Ulangan harian doang gampanglah, bisa nyontek di google nanti!” tambah Saka.
Zafia menukas dengan wajah datarnya. “Mana bisa nyontek sebebas itu! Bu Siti tuh tukang ngumpulin hape anak-anak di kelas setiap ulangan harian.”
“Iya, Sak! Gak segampang itu sama Bu Siti mah.” Wajah Ipul kembali merengek lagi. “Cepetan beli sesuatu, gue laper!”
“Laper galak, kenyang bego!” ketus Saka.
“Kalian beli bakso di depan komplek, gue di rumah mau buat sirup jeruk biar seger. Nih, duit-nya!”
Ipul mengambilnya dengan cekatan sambil memainkan kunci motor beat biru-nya, lalu merangkul Saka dengan akrab dan berjalan cepat menuju motor beat biru kesayangannya.
“Ayok, Sak! Rejeki ditraktir hari ini sama Fia.”
Tiga mangkuk berisi bakso dengan satu porsinya banyak dan teko besar berisi sirup jeruk telah tersedia di depan tiga anak muda itu. Mereka masing-masing sibuk menikmati makan siang dengan damai, rasa mengantuk yang mereka rasakan saat membaca pelajaran sejarah tadi seketika menghilang begitu saja. Kuah bakso dan sambal yang begitu segar, membuat kedua bola mata mereka agak sedikit membesar karena rasa pedas yang begitu menggiurkan.
"Ssh, hah!" Ipul mengangkat ponsel milik Zafia yang bermerek Samsung yang sepertinya sudah ketinggalan jaman itu. “Ini handphone kayaknya udah lama banget ya, Fi? Emangnya lo gak pernah minta buat ganti handphone ke Om Agung?”
“Gue belum mau, gue masih nyaman sama handphone ini.” Zafia menarik selembar tisu untuk menghapus keringat yang membasahi dahi-nya. “Anjir, pedes banget! Seger.”
“Ih, bego! Punya bapak kaya bukannya dimanfaatin,” ungkap Ipul sambil menjitak dahi Zafia.
“Sakit, bego!”
“Hape lo gue lempar nih, pas banget di bawah ada kuah bakso yang belum gue minum. Seru nih kalau misalkan jatohnya pas banget di mangkok.” Ipul tersenyum jahil, sambil melempar tangkap handphone milik Zafia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unperfect Love (The Boyz)
Teen FictionSaka-lelaki sejati yang setia dengan hati yang begitu sabarnya memperjuangkan seluruh hidupnya hanya untuk cinta pertama dalam hidupnya yaitu Zafia. Lalu, Zafia-gadis dengan sejuta misteri pada hatinya yang begitu tertutup pada sosok laki-laki yang...