Day 45 : Pandora Box

556 177 98
                                    

Hai, yuk kita selesai cerita ini buru-buru.
Selamat membaca 💚💙


____________________________________

"Eomma, appa, mianhae"

Dua paruh baya itu nelangsa. Masih memperoses ucapan demi ucapan yang putri sulungnya lontarkan. Hamil? Bagaimana bisa? Terlebih Nayeon tidak pernah memperkenalkan sosok pria di hadapan mereka saat ini. Tentu masih sangat asing dipengelihatan kedua orang tua Nayeon.

Ain keduanya beralih, melirik Jeongyeon yang ikut terdiam di sisi berlawanan sofa yang Nayeon dan Je duduki.

"Jeongyeonie, apa-apaan ini?"

"N-ne?"

"Bukankah appa pernah menitipkan Nayeon kepadamu? Bahkan saat kalian baru keterima jadi member Twice, ingat?"

"I-ingat, tuan Im"

"Lalu kenapa Nayeon bisa hamil dengan orang yang baru ditemuinya, ha?!"

Hati Jeongyeon tersentil. Itu sungguh tamparan yang keras untuknya.

Jeongyeon tidak menduga jika appa Nayeon akan semarah ini saat mengetahui anaknya hamil. Bagaimana jadinya jika Jeongyeon menjelaskan itu adalah hasil kecerobohannya saat berada ditubuh saudaranya sendiri? Pasti appa Nayeon akan menganggapnya gila dan semakin mencak-mencak, iyakan? Mungkin juga bisa jadi Jeongyeon sudah di lempar parang saat ini.

"Yeobo, tenanglah kenapa kau jadi marah kepadanya?" Eomma Nayeon mengingatkan. Lalu mengulum senyum tipis kepada Jeongyeon.

"Nak Jeong, ibu dengar kau baru saja sembuh? Kau bisa istirahat di kamar Nayeon, Seoyeon bisa menemanimu"

"Tapi, nyonya Im"

"Jeongyeon eonni, ayo Seoyeon anterin"

Bersama nafas yang tertahan, dan nyeri yang kian menusuk, Jeongyeon pamit undur diri untuk masuk ke dalam kamar tertua groupnya itu.

"Kau! Apa maumu Nayeon? Kenapa bisa seceroboh ini?"

"Hiks . . Mianhae appa, Nayeon benar-benar minta maaf"

"Kau sungguh mengecewakan appa"

Samar, tapi omelan serta isak tangis orang terkasihnya itu masih bisa Jeongyeon dengar dari dalam kamar Nayeon.

Perasaan bersalah mulai menyelimutinya. Membuat dinding besar pada hati Jeongyeon sehingga penuh akan angan-angan 'omong kosong' yang tidak pernah akan terjadi; seandainya malam itu tidak pernah datang, seandainya Jeongyeon tidak membukakan pintu hotel kamar untuk Nayeon, mungkin semua tidak akan serunyam ini.

Jeongyeon tau ini salah, tak seharusnya Jeongyeon menyalahkan keadaan. Tapi seorang Yoo Jeongyeon juga manusia biasa. Dirinya tidak lepas dari dosa dan penyesalan atas semua perbuatannya yang lalu-lalu.

"Jeongyeon eonni? Gwaenchana?" wajah pucat dengan keringat dingin pada pelipis membuat Seoyeon bertanya tanpa keraguan.

"Hm?"

"Ini, apakah sakit?" tunjuknya pada bagian tubuh yang sedang Jeongyeon tekan dengan tangannya.

Sedikit darah merembes pada tangan Jeongyeon. Dia tidak ingin panik, beruntung juga pakaiannya hari ini adalah baju lengan panjang yang berwarna hitam. Setidaknya hanya Jeongyeon yang tau apa yang tengah dirinya rasakan.

"Seoyeon-a, bisa kau bantu eonni?"

"Ne, bantu apa eonni?"

"Apa kalian punya perban, kapas, alkohol 70% dan obat penghilang nyeri? Jika ada, boleh eonni memintanya?"

49 Days [2Yeon] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang