Janji Setia

166 12 0
                                    

Terimakasih yang masih setia mengikuti kisah Sekeping Hati Ai.

Yuk, Follow! Jangan lupa vomentnya sangat diharapkan sebagai apresiasi terhadap karya saya!


_______


Ini benar-benar darurat. Kalau nggak terpaksa aku tidak akan menelpon mas Pijar.

"Ada apa Ai? Tumben kamu menelpon?" tanyanya dengan suaranya yang kalem.

"Mas, emang benar mas Pijar mau mengambil Alifa? Mana bisa mas Pijar merawat Alifa? Mas Pijar kan, sibuk kerja? Lagian Alifa nggak akan mau tinggal sama mas Pijar. Dia sejak bayi di sini. Dia pasti sedih kalau tiba-tiba harus terpisah denganku dan ibu," ujarku berkebalikan dengan suaranya yang langsung menyerocos panjang.

"Aku akan membayar baby sitter."

"Buat apa? Alifa nggak butuh babysitter. Dia butuh aku."

"Ya udah kamu sekalian ikut aku nanti," sahutnya semaunya.

"Ngapain juga aku ikut kamu?" tolakku dengan menggerutu, tercetus spontan dengan menyebut dirinya kamu. "Pokoknya Alifa jangan diambil!"

"Dia anakku, Ai, " mas Pijar bersikeras mengingatkanku dengan pelan.

"Dia bukan anakmu. Bukankah waktu itu kamu bilang kalau dia bukan anakmu? Kamu juga bilang katanya sudah tes DNA segala. Hasilnya Alifa bukan anakmu, kan?"

"Tetap saja aku sejak awal mengatakan sama bulik dan om Hari kalau Alifa adalah anakku. Maka selamanya dia akan jadi anakku."

"Biarkan aku merawatnya, Mas. Kalau mas Pijar nggak mau membiayai kebutuhan Alifa aku rela menyisihkan uang sakuku untuk keperluan Alifa."

"Aku rela Alifa tinggal bersamamu. Tapi aku keberatan kalau dia nantinya menganggap I am adalah papanya."

"Jadi mas Pijar mau mengambil Alifa gara-gara I am?"

"Mana bisa aku membiarkan Alifa menyebut orang lain papa sementara kamu mengajarkan dia menyebutku om?"

"Aku dan I am sudah berencana akan membesarkan Alifa, Mas."

"Itu yang aku tidak mau."

"Iya. Tapi kenapa? I am juga sayang sama Alifa!"

Mas Pijar diam sejenak, sebelum mengucap lagi. Kali ini ucapanya melenceng dari arah pembicaan semula. "Ai, kamu akan membuat Alifa bingung saat dia tumbuh besar dan tahu kalau kamu menjalin hubungan dengan I am sementara dalam hatimu menyimpan sosok laki-laki lain."

"Itu sudah berlalu, Mas. Aku sudah tidak memikirkan laki-laki lain selain I am!" sergahku langsung ingin menghapus jejakku di masa lalu.

"Oya?" sergahnya terdengar tak percaya.

"Aku akui kalau aku memang pernah menyukaimu. Tapi itu dulu. Sekarang sudah tidak lagi. Hatiku sudah penuh dengan cinta I am saat ini. Rasanya tidak akan mampu menampung cinta dari laki-laki manapun," kataku mengakui sekaligus menegaskan perasaanku terhadapnya.

"Tapi sepertinya kamu masih menyukaiku?" sudah kuduga mas Pijar hanya menganggap ucapanku hanyalah sesumbar belaka.

"Aku sungguh tidak bisa membelah kepingan hatiku untuk dua laki-laki. Aku sudah memutuskan. Aku akan menjalani hidup bersama I am. Dan Alifa."

Sampai di situ aku langsung mematikan handphone. Lalu setelah itu diam termangu mengingat kata-kata yang kulepaskan ke telinga mas Pijar. Kuhela nafas perlahan sembari kukibaskan bayangan mas Pijar dari pikiranku. Bagaimanapun juga ucapanku tidak akan bisa kutarik kembali.

Sekeping Hati Ai  [ Selesai ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang