So Sweet

167 14 2
                                    

Pagi-pagi posting yang sweet-sweet. Jadi cekikikan sendiri begitu baca ulang tulisanku.

Makasih yang masih semangat mengikuti kisah si Ai. Kalau suka sama ceritanya, yuk,  Follow Suryahigo biar nggak ketinggalan cerita Ai. Jangan lupa vote dan komentar selesai baca, yaa ...


____


Begitu mengetuk pintu, muncul seseorang yang sudah sepuh menyambutku dengan senyum ramahnya. Pasti ini neneknya I am. Aku terheran-heran, kenapa dia tidak seperti orang sakit pada umumya? Senyumnya ramah dan wajahnya secerah sinar matahari sore yang menyiram pelataran rumah nenek I am.

"Maaf, Nek, saya temannya I am. Apa I am ada?" tanyaku dengan sikap ramah dan sesopan mungkin.

"Apa ini Ai?" tebak nenek yang terlihat masih punya ingatan kuat sambil balik bertanya.

"Iya, Nek, saya Ai."

"Oh, saya neneknya I am. Ayo, masuk!" ajaknya sambil membuka pintu lebih lebar.

"Gimana keadaan nenek? Kata I am nenek lagi sakit?"

Perempuan dengan bola mata redup itu menatapku. "Nenek baik-baik saja. I am sebenarnya yang sakit. Dia jatuh dari motor kemarin."

"Apa? I am jatuh dari motor, Nek?" seruku kaget.

"Dia tiduran di kamarnya. Aaam, pacarnya datang, nih!" serunya keras membuat merah wajahku. Jadi I am memberitahu neneknya tentang aku? Tentang hubungan kami? Dan dia juga mengabarkan kalau aku akan datang? Dasar I am. Gumamku.

Sampai di depan kamar yang ditunjukkan neneknya, aku baru ingat membawa sesuatu di tanganku.

"Ini buat nenek. Kata I am nenek sakit, jadi saya ke sini bawa kue ini buat nenek," kataku sambil menyerahkan kotak kue pada nenek I am.

"Terima kasih, Ai. Jadi ngerepotin, kan?"

"Ah, enggak, Nek."

Aku mendadak ragu ketika tiba di depan kamar yang tidak terlalu besar dengan dinding warna putih dengan gambar seorang pemain sepak bola menempel di atas meja belajar. Aku belum pernah masuk ke kamar cowok. Ke kamar mas Pijar saja hanya lewat di depan pintu, nggak berani masuk. Tapi aku ingat I am sakit. Entah bagaimana keadaannya. Mungkin dia hanya terbaring dan nggak bisa berjalan.

"I am," panggilku masih berdiri di luar kamar.

"Masuk, Ai!" terdengar seruan dari dalam.

Begitu kakiku melangkah masuk, kudapati cowok itu memang terbaring di tempat tidur. Senyumnya langsung terkembang begitu mendapati keberadaanku. Ia berusaha duduk begitu aku berjalan mendekat ke sisi tempat tidur. Kulihat ada luka di pelipis dan juga di lengannya yang nampak masih membiru.

"Am, kenapa kamu bisa jatuh, sih?" tanyaku prihatin melihat keadaannya.

Dia hanya meraih tanganku dengan tangan sehatnya. "Kangen sama kamu. Jadi nggak konsen pas bawa motor."

"Jatuh di mana? Kamu nggak hati-hati, sih, Am!" omelku mengabaikan genggaman tangannya yang erat.

"Di depan gang. Pas mau nyeberang ke jalanan, tiba-tiba ada motor yang melaju kencang, trus nabrak."

"Kayak baru belajar naik motor aja," cetusku meledeknya.

Mendadak ia melingkarkan lengannya ke pinggangku dan kepalanya menempel ke perutku. "Aku senang kamu ke sini," ujarnya lirih.

Aku kaget menerima perlakuan itu. "Am!"

"Kenapa?"

"Malu ada nenek," kataku meminta dia melepaskanku.

Sekeping Hati Ai  [ Selesai ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang