Bagian Empat (a)

356 51 1
                                    

Natta, dia adalah sekretaris BEM sewaktu Kak Firaz menjabat sebagai ketua. Selain itu, dia merupakan teman sekelas sekaligus ... pacar Kak Firaz. Kata orang, mereka adalah pasangan serasi hingga membuat banyak orang iri. Setidaknya, itu informasi yang aku dengar dari Laela.

Sungguh berat cobaan-Mu, sungguh hamba manusia biasa. Namun, hamba akan melalui ini semua. Hamba bertekad, Kak Firaz akan menjadi suami hamba seutuhnya. Semoga Engkau meridai.

"Lula!"

"Eh, Nay."

"Gimana liburannya? Have fun?"

Aku mengulas senyum dengan paksa. "Fun"? Apa kategori yang dapat memenuhi kata itu?

"Not bad," jawabku sekenanya.

"Sure?"

Kali ini aku hanya mengangguk sambil tersenyum. Nay itu anak yang memiliki keingintahuan besar. Kami mulai akrab setelah berada di satu kelompok yang sama saat semester dua.

"Kamu udah isi KRS*, La?" Nay kembali melayangkan pertanyaan.

"Udah. Kan dua hari lalu hari terakhir isi."

"Ya ampuuun, kayaknya aku udah mulai pikun. Duuh, mana belum nikah lagi."

Nay tertawa setelahnya. Aku juga ikut mengisi tawa bersamanya, tapi pertanyaan-pertanyaan kembali berputar-putar di benakku.

Nay adalah penggemar drama dari negeri tetangga, Malaysia. Entah berapa judul sudah dia tamatkan dalam tiga semester perkuliahan. Setiap kali selesai menonton, dia akan berkata, "La, kayaknya aku pengen nikah muda deh. Kayaknya seru banget. Apalagi nikah sama kakak tingkat atau dosen kampus. Duuh, baru dibayangin aja udah bikin baper."

Benar kata Nay, bayangan pernikahan yang dia utarakan memang mengundang kebaperan. Namun, sepertinya itu hanya berlaku dalam bayangan saja, tidak dengan kenyataan.

"Lula! Diih, nih anak dari tadi juga. Bengang-bengong, bengang-bengong. Kamu enggak ada masalah, kan? Kamu enggak lupa bayar uang kuliah, kan? Ya ampun, La ... kan aku udah bilang, kalau kamu butuh uang buat bayarnya, kamu bisa pinjem sama aku. Enggak bakalan aku kasih bunga atau tenggat, kok. Kamu---"

"Nay ...." Aku menatap tepat pada mata Nay. Dia terdiam, lalu beberapa detik kemudian terkekeh.

"Sorry." Kali ini dia menunjukkan deretan giginya sambil menangkupkan kedua tangan di depan dada. "Kamu ... enggak salah ambil matkul, kan?"

"Masuk, yuk! Kakak kelas udah pada keluar itu." Aku bangkit dan menarik tangan Nay. Jika dilanjutkan, entah pertanyaan apa lagi yang akan keluar dari mulutnya.

Hari pertama kuliah, setelah libur semester, ternyata sudah beda. Tidak seperti sebelumnya saat aku masih belum menjadi istri Kak Firaz. Sepagi tadi aku berusaha menyajikan sarapan buat suamiku itu, tapi seperti sebelumnya, dia berangkat tanpa menoleh sedikit pun ke arahku. Jangankan mencicipi hasil masakanku, aku bertanya apakah hari ini boleh lanjut mengajar privat pun dia tak menjawab. Rasanya, aku serba salah.

"Selamat pagi."

"Pagi, Pak!"

Suara teman-teman sekelasku saat membalas sapaan dosen yang baru masuk membuat aku kembali fokus. Mari belajar dan pikirkan nanti untuk masalah di rumah.

🌵🌵🌵

Sekarang sudah tengah hari. Sambil menunggu Laela yang tengah salat di musala fakultasnya, aku duduk di depan gedung, di bawah pohon ketapang. Dia mengajakku pulang bersama dan akan mengantarku. Kami sama-sama tidak ada kelas setelah jam salat.

UTUH - Wanita yang Tak Tersentuh | Complete ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang